Namun, anggapan masyarakat yang lebih suka menggunakan bahasa asing ditepis Dr. Roni, M.Hum, M.A. Kaprodi bahasa Jepang itu mengatakan bahwa bhasa daerah mungkin melemah di antaranya karena adanya perkawinan antarsuku. Masing-masing suku memiliki bahasa daerah sendiri sehingga jika perkawinan antarsuku terjadi, mau tidak mau keluarga tersebut pasti menggunakan bahasa Indonesia sebagai jembatan untuk saling berkomunikasi dan anaknya pasti menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama mereka. Hal itu berbeda dengan kondisi khusus yang mungkin dapat mengakibatkan bahasa daerah maupun bahasa Indonesia melemah. "Misalnya, orang Indonesia yang tinggal di luar negeri, lalu mereka hidup dengan keluarga mereka di sana. Nah, pastinya bahasa asing akan lebih mendominasi, terutama anak-anak dari keluarga tersebut," ujar Roni.
Roni mengaku pernah mengalami kondisi khusus saat tinggal di Jepang. Dia tinggal di Jepang sekitar 5 tahun bersama istri dan kedua putrinya. Walaupun dalam kehidupan keluarga mereka sering menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi, tapi anak-anaknya lebih jago berbahasa Jepang, bahkan melebihi Pak Roni sendiri.
"Anak saya lebih sering bertemu dengan orang Jepang karena sistem pendidikan di Jepang yang ada kelas khusus untuk siswa asing belajar bahasa Jepang lebih intensif. Untuk membatasi hal itu, saya selalu menggunakan bahasa Indonesia setiap berkomunikasi dengan mereka, walaupun mereka terkadang menjawab dengan bahasa Jepang. Setidaknya, saya telah membentengi anak saya dengan bahasa Indonesia," ungkap Roni.
Fenomena itu membuat Roni berinisiatif membuka Sekolah Bhinneka pada 2008 saat menjabat sebagai ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Nagoya, Jepang. Sekolah itu dikhususkan bagi para orang tua yang membawa anak-anak mereka ke Nagoya Jepang untuk membentengi anak-anak dengan kemampuan bahasa Indonesia. Sekolah Bhinneka tersebut berada di International Center, Nagoya University dan diadakan seminggu sekali. Materi yang diajarkan sama dengan materi di sekolah mereka, seperti membahas tentang pelajaran matematika, sains, sosial, atau yang lainnya, hanya saja dalam bahasa Indonesia.
Adanya sekolah ini mendapatkan apresiasi luar biasa dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo. Sekolah Bhinneka ini berbeda dengan Sekolah Republik Indonesia Tokyo. Sekolah Bhinneka hanya seperti tempat untuk melatih dan membentengi anak-anak dengan bahasa Indonesia sehingga berbicara bahasa Indonesia adalah hal yang wajib selama sekolah berlangsung. Walaupun hanya ada tiga kelas dan setiap kelasnya hanya sekitar 20an murid, tapi sekolah ini masih tetap eksis.
Tak hanya itu saja, bahkan saat pak Roni masih menjabat sebagai anggota PPI Nagoya, banyak sekali antusias warga Indonesia yang berada di Nagoya saat itu untuk tetap menyebarkan bahasa Indonesia di era globalisasi dengan mengadakan lomba pidato bahasa Indonesia dan membaca puisi bahasa Indonesia untuk orang Jepang di Nanzan University pada tahun 2007 dan masih berlanjut hingga sekarang. Dua perlombaan ini sangat jarang ditemukan di luar negeri. Hal ini jelas mendapatkan apresiasi lebih besar dari KBRI Tokyo. Bahkan, KBRI Tokyo setiap tahun memberi sponsor berupa hadiah bagi para pemenang serta Garuda Indonesia memberikan tiket gratis untuk orang Jepang yang menang agar bisa mengunjungi dan melihat keindahan Indonesia.
"Sekarang, beberapa pememang lomba ada yang sampai tinggal di Indonesia dan bekerja di Indonesia dengan kemampuan bahasa Indonesia mereka. Dengan adanya kegiatan lomba-lomba ini, tidak sepantasnya untuk mengatakan bahasa Indonesia tergusur dengan adanya bahasa asing. Malah sudah sepantasnya untuk menduniakan bahasa Indonesia di kancah internasional," pungkasnya. (chikita/wahyu)
Share It On: