Mereka menanamkan apa yang dimilikinya, baik ilmu pengetahuan, dedikasi, maupun integritas kepada murid-muridnya. Secara perlahan tapi pasti, murid-murid itu akan menyerap segala sesuatu yang dimiliki sang guru.
Murid melihat guru berbudi baik, murid pun mengikuti. Guru memiliki pemahaman terhadap suatu persoalan, guru membagikan kepada sang murid. Interaksi yang intens antara murid dengan guru semakin mempercepat terjadinya penyerapan segala sesuatu yang dimiliki guru oleh murid.
Secara tidak sadar, murid mulai menghafal dan meniru tingkah laku guru. Dalam pergaulan, seringkali murid bertindak dan berperilaku seperti yang pernah dilihat, didengar, dirasakan, atau diajarkan oleh gurunya.
Tapi, sekeras apa pun usaha murid untuk menyerap segala sesuatu dari sang guru, sangat mustahil mampu menyerap seratus persen. Seperti sebuah benih, kulit luar benih itu akan hancur dan hanya isinya yang akan tumbuh menjadi pohon.
Ketika benih itu tumbuh menjadi pohon dan berbuah lebat maka pohon itulah yang akan mendapat pujian. Bukan benih. Ketika murid-murid itu menjadi orang sukses maka murid itulah yang akan mendapat penghargaan. Bukan guru.
Orang-orang akan memakan daging dari buah tersebut. Orang akan memakannya dengan lahap sembari diiringi ucapan-ucapan pujian. Namun, sebaik apa pun buah itu, orang tidak akan memakan bijinya. Mereka hanya mau memakan daging buahnya. Biji atau benih yang merupakan cikal-bakal keberadaan pohon dan buah tersebut akan dibuang ke sembarang tempat.
Demikian pula dengan seorang guru, ia amat jarang dilihat sebagai orang yang telah menjadi cikal-bakal lahirnya generasi hebat. Sebut saja Ki Hadjar Dewantara. Orang akan lebih menyanjung beliau tapi tidak akan pernah bertanya, siapa gurunya Ki Hadjar Dewantara sehingga mampu melahirkan generasi sehebat beliau?
Sebaliknya, apabila pohon gagal tumbuh maka benih menjadi sasaran utama untuk dipersalahkan. Entah dianggap benih tidak kuat dengan iklim setempat, tidak sesuai dengan tekstur tanah, dan sebagainya. Meskipun si benih sudah bersusah payah untuk tumbuh, namun jika tidak berhasil maka benih menjadi objek kesalahan.
Persis saat murid bertingkah anorma di tengah masyarakat, guru menjadi objek sasaran buah bibir. Umpatan dari bibir orang akan sangat mudah berloncatan. "Siapa gurunya?" atau "Siapa yang ngajari?"
Demikianlah, kendati benih merupakan cikal-bakal tumbuhnya pepohonan, namun sangat jarang dilihat dan diapresiasi, kecuali benar-benar menakjubkan. Seorang pahlawan pendidikan pun sama. Kendati ia berjuang sekuat tenaga untuk mencerdaskan generasi bangsa, akan tetapi sangat sulit diapresiasi kecuali melakukan sesuatu yang sangat mencolok. Oleh karena itu, kunci pahlawan adalah keikhlasan yang total, tanpa pamrih. (Syaiful Rahman)
Share It On: