www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA–Guru merupakan ujung tombak pendidikan. Karena itu guru harus diperhatikan dan ditingkatkan kualitasnya. Mengenai tantangan guru di Indonesia, Ketua Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Profesi (LP3) UNESA mengatakan bahwa upaya peningkatan kualitas guru selama ini sudah berjalan bagus.
Ini perlu ditunjang kemauan guru sendiri dalam meningkatkan kompetensinya masing-masing. Di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, guru memang dituntut adaptif dengan perubahan zaman. Di masa pandemi misalnya, guru harus cepat memahami dan menguasai penggunaan teknologi informasi dalam pendidikan dan adaptasi menerapkan pembelajaran daring.
“Ini tidak berlaku bagi guru-guru muda saja, tetapi semua pihak yang terlibat dalam upaya pendidikan dipaksa untuk adaptif, karena ini tuntutan zaman dan memang sudah zamannya begini,” paparnya.
Guru perlu memahami bahwa pola pendidikan bukan menyesuaikan kebutuhan guru itu sendiri, tetapi mengacu pada kebutuhan peserta didik. Kebutuhan ini mencakup saat ini dan kebutuhan zamannya nanti. “Kita harus mendidik siswa kita sesuai dengan zamannya. Nah ini zamannya teknologi, kita pun harus mengikuti,” tukasnya.
Era sekarang ini, guru setidaknya harus membekali diri dengan dua hal yaitu kemampuan literasi dan kemampuan numerasi. Pakar pendidikan UNESA itu menegaskan bahwa literasi bukan sekadar baca tulis, tetapi literasi dalam segala hal seperti literasi budaya, literasi ekonomi, literasi perilaku, literasi digital dan sebagainya. Kemampuan numerasi juga penting, karena ini tidak lepas dari tuntutan kehidupan sehari-hari.
Mengenai hal itu, pemerintah sendiri meluncurkan program PPG baik dalam jabatan maupun prajabatan. Ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru di Indonesia. Bahkan dalam program PPG ada materi kurikulum mengembangkan pengetahuan literasi dan numerasi.
Bachtiar tidak menampik bahwa ada fenomena di mana profesi guru menjadi opsi terakhir ketika sudah tidak lagi mendapatkan kesempatan untuk bekerja atau untuk meningkatkan pendapatan. Namun, akhir–akhir ini, profesi guru sudah banyak menjadi pekerjaan prioritas generasi muda.
Mengenai guru horoner, satu sisi pemerintah memiliki keterbatasan kuota dan dana untuk melaksanakan pendidikan, karena sangat banyak berbagai kebutuhan pendidikan di Indonesia, sedangkan sedikit guru yang mampu diangkat dan disejahterakan.
Jadi, pemerintah membutuhkan sumbangsih dan bantuan dari para guru honorer dalam pelayanan pendidikan. Bachtiar sendiri memberikan solusi yang bisa digunakan untuk membantu kesejahteraan guru, di antaranya bekerja sama dengan stakeholder, yayasan, perusahaan atau swasta.
Kesejahteraan guru utamanya yang honorer memang menjadi isu penting dalam dunia pendidikan di Indonesia. “Kita tidak bisa menutup mata, bahwa banyak guru honorer yang sudah mengabdi belasan bahkan puluhan tahun, tetapi belum mendapatkan pengakuan maupun kesejahteraan. Di sisi lain kita juga harus melihat dari kacamata kualitas juga,“ tutur dosen Kurikulum dan Teknologi Pendidikan itu.
Dia menegaskan bahwa meskipun guru berstatus honorer, mereka harus memiliki kualitas yang memadai. Jika guru yang tidak berkualitas diangkat, maka yang akan dipertaruhkan adalah kualitas pendidikan di masa depan. “Saya setuju guru honorer diperhatikan, tapi yang berkualitas,” tandasnya.
Pada peringatan Hari Guru Sedunia, 5 Oktober 2022, Bachtiar berharap guru di Indonesia bisa aktif mengembangkan kompetensi dirinya bisa dengan memanfaatkan program yang disediakan pemerintah bisa juga dengan program mandiri berbasis kreativitas di masing-masing daerah dan sekolah. [HUMAS UNESA]
Penulis: Hasna
Editor: @zam Alasiah*
Foto oleh Andrea Piacquadio: https://www.pexels.com/
Share It On: