Pakar dari College of Arts and Culture, Universiti Utara Malaysia (UUM) paparkan tentang algospeak dan gaya komunikasi netizen era AI.
Unesa.ac.id. SURABAYA—Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) UNESA menggelar International Conference on Language and Culture (ICLC) secara daring melalui Zoom Meeting pada 19 Oktober 2024. Konferensi yang dihadiri 200 partisipan dan membahas 12 paper ini mengusung tema “Exploring AI's Role is Shaping The Future of Education, Language, Culture, Design, and Arts.”
Agenda tahunan ini menghadirkan sejumlah narasumber. Pertama, Hishamudin Isam, guru besar College of Arts and Culture, Universiti Utara Malaysia (UUM); Kedua, Muhammad Bayu Tejo Sampurno, dosen dari Department of Performing Arts, Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI) Malaysia, dan; Ketiga, Much. Khoiri, dosen sekaligus pakar literasi dan penulis UNESA.
Pada kesempatan itu, Hishamudin Isam menyampaikan seputar risetnya yang berjudul “From Digital Technology to Society: Algospeak and Communication Styles on Social Media in The Era of Artificial Intelligence (AI).”
Dia kenalkan algospeak sebagai istilah yang berasal dari gabungan algoritma dan speak. Algospeak mengacu pada fenomena pengguna media sosial memodifikasi atau mengganti kata-kata tertentu dengan kode atau istilah alternatif untuk menghindari deteksi oleh sensor algoritma suatu platform yang ditinjau dari kajian linguistik.
Muhammad Bayu Tejo Sampurno menyodorkan sejumlah fakta bahwa AI tidak sepenuhnya mengambil alih fungsi dan pekerjaan manusia dalam sejumlah aspek. Tetap saja AI hanyalah tools yang bergantung pada penggunannya.
Kecenderungan pengguna pada platform seperti TikTok dan Instagram terhadap penggunaan istilah yang dimodifikasi untuk menghindari sensor algoritmik, memungkinkan mereka untuk membahas topik sensitif tanpa risiko konten mereka diblokir, misalnya dalam konteks menarasikan kecaman terhadap isu kemanusiaan di Palestina.
Dengan adanya adaptasi ini menunjukkan kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan peraturan teknologi yang ketat sambil memastikan bahwa pesan-pesan penting terus menjangkau audiens yang lebih luas.
Kendati pada studi kasus lain juga memungkinkan adanya tantangan komunikasi, karena adanya penggunaan istilah-istilah modifikasi itu hanya akan dipahami oleh komunitas tertentu, contohnya dalam hal menyamarkan umpatan kasar atau diksi sarkas.
Muhammad Bayu Tejo Sampurno menyampaikan materi tentang “Are We Still Human? Or Humanist Technology? How Does the Existence of Technology Serve Humanity, and How Does Humanity Exist for Technology?”
Dia menitikberatkan pada poin kreativitas sebagai suatu value yang tidak dimiliki oleh AI, secanggih apapun teknologi berevolusi. Tak sekadar berdiskusi, dia juga mendemonstrasikan langsung penggunaan AI pada ChatGPT dan Discord untuk mengkreasikan prompt.
Ternyata, ditemukan adanya error system dan loading yang menarik sebagai refleksi dan kesimpulan bahwa teknologi sendirilah yang mengingatkan bahwa mereka hanyalah alat dan pengguna tetaplah manusia.
Much. Khoiri, penulis produktif sekaligus pakar literasi UNESA menekankan bahwa AI bukan ancaman, tetapi sebagai ‘sarana’ belajar dan berkembang.
“Dengan begitu, justru alangkah lebih baik bilamana AI dijadikan hanya sebagai partner kolaborasi kreativitas, bukan sepenuhnya terlalu diandalkan hingga saking terbiasanya malah mematikan kreativitas alami itu sendiri,” ucapnya.
Much. Khoiri, penulis produktif sekaligus dosen UNESA memaparkan tentang “The Future of Creative Writing: Embracing AI Tools Responsibly.” Dia menekankan pentingnya menggunakan AI secara bertanggung jawab dan memastikan penggunaannya meningkatkan kualitas daripada menggantikan kreativitas manusia.
“Dengan merangkul AI sambil menjaga semangat manusia, saya percaya bahwasanya akan tercipta masa depan di mana teknologi memberdayakan penulis untuk mencapai puncak kreativitas baru,” ucapnya.
Tambahan, ICLC merupakan konferensi internasional yang dilaksanakan sejak 2021. Pada tahun keempatnya ini, ICLC bertransformasi menjadi wadah produktif bagi mahasiswa, dosen, dan peneliti dalam bertukar ide dan kesempatan untuk mempublikasikan kajian mereka di jurnal bereputasi.
Dekan FBS UNESA, Syafi’ul Anam berharap dengan adanya ICLC 2024 yang mengusung tema Eksplorasi Peran AI dalam Masa Depan Pendidikan, Bahasa, Budaya, Desain, dan Seni itu dapat memfasilitasi diskusi pertukaran perspektif yang mengedukasi partisipan, khususnya memotivasi para peneliti agar kian inovatif dan kritis terhadap evolusi teknologi.[*]
***
Reporter: Tarisa Adistia (FBS)
Editor: @zam*
Foto: Tim HUMAS UNESA
Share It On: