Fatkhur Rahman merupakan alumni S1 PPKn IKIP Surabaya. Sejak kecil, pria kelahiran 20 Januari 1976 itu tumbuh besar di Desa Karangrejo Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik. Fatkhur Rahman lahir dari keluarga sederhana. Orang tuanya bekerja sebagai petani. Dia anak ke-3 dari 5 bersaudara. Meski berasal dari keluarga sederhana, orang tuanya senantiasa memiliki prinsip agar semua anaknya dapat melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi sehingga dapat bermanfaat kepada agama, nusa dan bangsa.
Rahman, demikian panggilan akrabnya, masuk IKIP Negeri Surabaya tahun 1995. Waktu itu, dia ikut seleksi UMPTN. Pilihan pertama Jurusan PPKn, sedangkan pilihan kedua Jurusan Kepelatihan Olahraga. Dia akhirnya diterima di pilihan pertama, yaitu jurusan PPKn. Rahman mengakui memilih jurusan PPKn karena masih keterkaitan sewaktu SMA yang memilih jurusan A3 (IPS).
Secara umum, ujar Rahman, peta pembelajaran PPKn adalah mengenai ideologi, sosial politik, kebangsaan, hukum, globalisasi, ketatanegaraan, hubungan internasional, dan hukum internasional. "Mungkin karena itulah saya terdorong menjadi seorang aktivis dan politikus," ungkapnya.
Pengalaman, ilmu dan berbagai aktivitas sewaktu kuliah masih membekas dalam diri Rahman. Dia tidak dapat pernah lupa pengalaman atau kegiataan berdemontrasi, mulai isu-isu kampus hingga isu-isu reformasi. "Di usia 20 tahunan, saya sudah berani berdiskusi, berdemonstrasi menuntut perubahan di Indonesia, dengan tuntutan hapus Dwi fungsi ABRI, cabut paket 5 undang-undang politik, kebebasan pers, naikkan upah buruh/ pekerja sampai turunkan presiden Soeharto," jelasnya.
Sewaktu kuliah, Rahman sangat aktif berorganisasi baik di intra kampus (senat dan UKM) dan ekstra kampus (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID). Dan, advokasi atau pendampingan petani di Jawa Timur.
"Saya sangat berterima kasih bisa kuliah di IKIP Negeri Surabaya. IKIP Negeri Surabaya telah memberikan pengalaman yang sangat berarti dalam kehidupan saya. Sselain pengalaman ilmu, pengalaman yang sangat berarti dan bermanfaat bagi kehidupan saya adalah menjadi seorang aktivis, ikut kegiatan kemahasiswaan mulai dari aktivis demonstrasi sampai aktif di senat mahasiswa," paparnya.
Rahman sadar bahwa seorang aktivis sering kali dipersepsikan negatif. Mulai jarang kuliah, IP rendah, tidak lulus, kerjaanya demonstrasi, dan sebagainya. Ternyata, tidak semua aktivis selalu begitu. Rahman termasuk mementahkan persepsi negatif tersebut. Dia berhasil kuliah tepat waktu, bisa melanjutkan S2 sampai bisa lulus.
"Sewaktu saya kuliah di IKIP Negeri Surabaya ada dua dosen yang meluangkan waktunya untuk membimbing, berdiskusi mulai dari materi kuliah, organisasi gerakan mahasiswa, gerakan sosial yaitu Prof. Warsono, MS (kini rektor Unesa) dan Tamsil Rahman, SH," tandasnya. (rudi umar/bersambung)
Share It On: