Pakar pendidikan menganggap bahwa mengedepankan pendidikan berkarakter saat ini dan masa dating adalah penting. Suksesnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh pembentukan karakter bangsa itu sendiri. Pendidikan karakter tidak mudah dilaksanakan secara instan, perlu proses pembelajaran dan pembiasaan untuk membentuk watak yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa sehingga menjadikan peserta didik sebagai manusia seutuhnya yang mandiri.
Tepat pukul 09.00 WIB (09/1), Workshop Regional Pendidikan Karakter yang diselenggarakan oleh BEM FIP dimulai. Sesuai dengan tema yang di usung, yakni meningkatkan kompetensi guru dalam membentuk siswa yang berkarakter. Acara ini dimaksudkan agar nantinya calon calon guru bisa membina dan mendidik anak bangsa.
Tiga pemateri dalam workshop ini adalah Dr. Harun, M.Si., M.M. (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur), Prof. Dr. M.V. Roesminingsih, M.Pd. (Ketua Pusat Jaminan Mutu Unesa), dan Dra. Suryanti, M.Pd. (Ketua Jurusan PGSD FIP Unesa), Asri Harijanti, Ph.D. (Kasi Pendidikan Karakter dan Pekerti Bangsa Bidang PNFI).
Sesuai dengan pasal 3 UU Sisdiknas, yakni "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang yang demokratis serta bertanggung jawab". Sejalan dengan pasal 3 UU Sisdiknas, Dinas Pendidikan juga memiliki visi yakni "Terwujudnya Insan yang cerdas, berakhlak, profesional, dan berbudaya".
Menurut Kadiknas Jatim yang juga alumnus Unesa ini, cerdas adalah memiliki daya kapabilitas tinggi dalam merealisasikan kecerdasan spiritual (beriman dan taqwa), kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan inteletual, dan kecerdasan kinestetis, kemudian berakhlak adalah memiliki pikiran dan tindakan sesuai dengan norma agama, sosial, dan perundang-undangan/perarturan yang berlaku, lalu profesional adalah memiliki kapasitas tinggi dalam mengekpresikan kinerja dan produk kerja, lalu berbudaya adalah memiliki kapabilitas tinggi dalam interaksi dan adaptasi sosial, serta menjunjung tinggi nilai nilai luhur hasil olah hati, olah pikir, olah rasa, olah batin, dan olah rohani yang terkandung dalam budaya bangsa.
Pada kesempatan yang sama, Asri Harijanti, Ph.D. menambahkan, "Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ratna Megawangi, yakni untuk menjadikan manusia berkarakter ada tiga unsur, di antaranya (1) Knowing the Good, tidak hanya tahu tentang hal-hal yang baik, tetapi harus paham mengapa melakukannya, (2) Felling the Good, membangkitkan rasa cinta anak untuk melakukan hal yang baik, anak dilatih untuk merasakan efek dari perbuatan baik yang dilakukan, (3) Acting the Good, anak dilatih berbuat mulia, berbuat sesuatu yang baik itu harus dilatih. Ketiga hal tersebut harus dilatih secara terus menerus dan berkelanjutan hingga menjadi kebiasaan yang akan membentuk karakter bangsa".
Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh. Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sebagai proses pembudayaan. Karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh. Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah, dan orang tua. Oleh sebab itu, pelaksanaan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut. Dalam upaya merevitalisasi pendidikan dan budaya karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaannya di lapangan. [Anisyah_Humas]
Share It On: