www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id., SURABAYA—Setiap mahasiswa punya cara belajar dan pengembangan dirinya masing-masing. Ada yang cenderung di bidang akademik, adapula yang cenderung di bidang non-akademik. Kedua kecenderungan itu, ada yang melabelinya dengan istilah mahasiswa kupu-kupu di satu sisi dan mahasiswa kura-kura di sisi lainnya.
Kaitannya dengan itu, menurut Dr. Retno Tri Hariastuti, M.Pd., Kons., dosen sekaligus konselor Universitas Negeri Surabaya (UNESA), bahwa ada berbagai tipe pengembangan diri mahasiswa dan itu memiliki kelebihannya masing-masing.
Jika dilihat dari kategori yang dilakukan mahasiswa sekarang, lanjutnya, Mahasiswa 'kupu-kupu' diartikan sebagai mereka yang cenderung datang, duduk dan pulang. Sementara tipe 'kura-kura' dilekatkan kepada mahasiswa yang aktif berkegiatan di luar kelas, sampai jadwalnya padat alias kuliahnya rapat (kura).
Bagi dosen BK tersebut, pembagian tipe mahasiswa tersebut sekarang sudah kian abu-abu alias mahasiswa sekarang rata-rata semua berkegiatan di luar prodi dan kampus lewat berbagai program MBKM.
"Kalaupun masih ada yang menyebut mahasiswa kupu-kupulah, atau kura-kuralah, keduanya punya kelebihannya. Tidak boleh saling meremehkan. Istilah mahasiswa kura-kura lebih baik pun tidaklah benar. Semua tergantung pengembangan diri yang dilakukan mahasiswa," paparnya.
Apapun tipe mahasiswa merupakan karakter cara belajar mereka. Itu menjadi warna tersendiri dalam dunia akademik dan non-akademik. Pun, semuanya diakui dan diwadahi kampus. Dosen FIP tersebut membeberkan beberapa kiat pengembangan diri buat mahasiswa agar produktif dan punya bekal memasuki dunia pasca-kuliah.
Pertama, manfaatkan belajar di dalam kelas. Sesi kuliah di kelas tidak boleh dianggap remeh. Sebab, di sanalah, dasar-dasar dan teori disiplin keilmuan dibahas dan didiskusikan. Teori sangat bermanfaat bagi pengembangan kompetensi mahasiswa. Teori dan materi menjadi acuan sekaligus modal penting untuk sebuah praktek.
Kedua, memaksimalkan MBKM. Sekarang ada 9 program MBKM pusat (kementerian) yang bisa diikuti mahasiswa. Selain itu, juga ada program MBKM mandiri yang dirancang masing-masing kampus. Program tersebut semuanya sudah mewadahi kebutuhan pengembangan minat dan bakat, mahasiswa tinggal memilih.
Sangat disayangkan jika program yang banyak itu hanya sekadar diikuti untuk memenuhi tuntutan SKS saja. Harusnya itu bisa dimaksimalkan sebagai pintu masuk ke dunia usaha dan industri atau jalan menuju karir yang diharapkan.
Ketiga, tidak cepat merasa puas. Biasanya, setelah kuliah ataupun praktek di luar kampus, mahasiswa cenderung merasa puas dengan apa yang sudah didapatkan. Idealnya, apa yang didapatkan dari kelas atau tempat magang misalnya, harus terus dikembangkan melampaui apa yang dipelajari di kampus.
Keempat, manfaatkan kemajuan teknologi untuk pengembangan diri. Sekarang, di bidang apapun, ada teknologi, ada aplikasinya. Untuk urusan belajar bahasa asing pun ada aplikasinya dan sangat melimpah.
Gadget mahasiswa sekarang rata-rata canggih dan itu sebaiknya tidak boleh hanya sekadar buat chatting atau scrolling saja, tetapi bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan pengembangan diri dan skill-skill yang dibutuhkan. [*]
***
Penulis: Sindy Riska Fadillah
Editor: @zam Alasiah*
Share It On: