Unesa.ac.id, SURABAYA-Pandemi tidak menjadi penghalang bagi mahasiswa UNESA untuk menorehkan prestasi di kancah nasional. Mahasiswa Sosiologi angkatan 2018, Fakultas Sosial dan Hukum; Akbar Mawlana dan Naufalul Ihya’ Ulumuddin membawa pulang trofi juara 1 dalam lomba Esai Kerelawanan dengan tema ‘Praktik Kerelawanan di Indonesia’ yang diadakan oleh Institute for Volunteering Studies (IVOS).
Dalam lomba tersebut terdapat 169 peserta dan 153 esai, dengan ketentuan boleh individu dan boleh berkelompok maksimal 2 orang dalam 1 kelompok. Peserta lomba tidak hanya dari Jawa Timur, melainkan dari berbagai provinsi di Indonesia seperti Aceh, Bali, Jakarta, Jawa Barat, NTT, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan sebagainya.
Dua mahasiswa tersebut membuat esai dengan judul ‘Relawan Virtual: Memungut Suara yang Terbengkalai’ yang berisi tentang jalan alternatif kerelawanan. Singkatnya dapat mengkonstruksi media sosial sebagai medium penyadaran tragedi sosial yang ada di masyarakat. Misalnya akun Berdikari, menggunakan Instagram untuk memproduksi pengetahuan yang mendobrak persoalan di masyarakat.
Ide tersebut muncul dari kurangnya pemanfaatan anak muda dalam menggunakan media sosial sebagai hal yang positif. Kebanyakan anak muda masih terjerembab dalam kehampaan media sosial. Contoh sederhananya adalah masih ada anak muda yang mereproduksi narasi dan pengetahuan bias gender di media sosial. Hal itu terjadi karena kurangnya pengetahuan anak muda untuk memanfaatkan media sosial. Untuk menyelesaikan esai tersebut membutuhkan total waktu 7 hari, dengan 5 hari mencari referensi dan data dan 2 hari untuk menulis.
Kendala yang dialami saat pembuatan esai diantaranya adalah menemukan literatur tentang sosiologi virtual, karena kajian sosiologi virtual baru berkembang. Apalagi di Indonesia kajian sosiologi virtual sangat terbilang baru.
Akbar menyampaikan bahwa penyampaian gagasan melalui tulisan dapat menjadi busur panah yang bisa mendobrak realitas hitam di masyarakat. Maka dari itu, sudah seharusnya mahasiswa selaku agen perubahan tidak lupa menuliskan kegelisahannya melalui tulisan. Gerakan tanpa gagasan bagai sayur tanpa garam; gagasan tanpa gerakan hanya akan menjadi omong kosong.
“kampus akan mengalami wabah pendidikan, jika tidak bisa mengakomodasi potensi mahasiswanya secara bebas. Karena itulah, kehadiran ajang perlombaan menulis menjadi salah satu medium resistensi terhadap kematian pendidikan”, tuturnya.
Tidak hanya dalam lomba ini, dua mahasiswa tersebut juga sering mengikuti lomba-lomba lainnya, seperti di LKTIN UKIM UNESA jadi best paper, LKTIN FIS UM jadi finalis, dan lomba artikel Internasional oleh I-Win Library jadi juara 3. (Aida)
Share It On: