Unesa.ac.id., SURABAYA–Kebijakan Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim yang memberikan opsi mahasiswa tak harus skripsi menimbulkan tanggapan yang beragam. Kendati demikian, secara umum pimpinan perguruan tinggi menyambut positif kebijakan yang disampaikan dalam Peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-26 beberapa waktu lalu itu.
Rektor Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes., misalnya yang menilai kebijakan tanpa skripsi bukan mempermudah proses perolehan gelar akademik, tetapi memastikan tugas akhir mahasiswa bisa berdampak bagi masyarakat.
"Saya menilai kebijakan ini hanya membuka opsi bahwa tugas akhir tidak harus skripsi, tetapi dalam bentuk lain juga bisa. Artinya, skripsi tidak serta dihapus, tetapi untuk lulus tidak harus skripsi, bisa yang lain," ucapnya di Rektorat, Senin (4/9/2023).
Pria yang akrab disapa Cak Hasan itu menambahkan, kebijakan tersebut menjadi penguatan terhadap kebijakan UNESA yang memang sejak beberapa tahun lalu sudah menghasilkan mahasiswa yang lulus tanpa skripsi di berbagai fakultas.
Dia memberikan contoh, awal tahun lalu ada dua mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) yang lolos Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas). Untuk lolos ke sana tidaklah gampang. Mereka harus punya karya ilmiah yang tidak semua mahasiswa mampu membuatnya.
"Karya ilmiah yang masuk ke Puspresnas tentu bukan karya asal-asalan. Itu hasil seleksi nasional dan seleksinya jelas. Sebagai apresiasi atas karya dan prestasinya, mereka tidak perlu membuat skripsi sebagai tugas akhir, tetapi laporan dari serangkaian kegiatan dan karya mereka. Saya kira beberapa kampus lain juga menerapkan itu," bebernya.
Selain itu, beberapa mahasiswa berprestasi dan punya inovasi pun lulus tanpa membuat skripsi.Itu juga berlaku di fakultas lain termasuk Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan (FIKK) yang mahasiswanya meraih medali emas di berbagai kompetisi internasional.
Menyambut kebijakan tersebut, Cak Hasan melakukan rapat koordinasi dengan jajaran fakultas dan prodi untuk menentukan bentuk-bentuk tugas akhir yang sesuai kompetensi prodinya masing-masing.
Menurutnya, ini perlu ada kesamaan pemahaman menindaklanjuti kebijakan baru dalam bentuk kebijakan UNESA. Misalnya, terkait tugas akhir dalam bentuk prototype atau produk harusnya sejak dimulai semester berapa, karena itu butuh waktu.
"Nah, ini saya kira perlu dipahami, agar semangat Mas Menteri bisa benar-benar diterjemahkan secara tepat dalam bentuk kebijakan UNESA. Paling penting sebenarnya adalah bagaimana memastikan lulusan punya kompetensi dan bisa adaptif dan kreatif di abad kecerdasan buatan ini," tutup Cak Hasan. [*]
Share It On: