www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA—Puasa selama bulan Ramadhan alias satu bulan penuh memang masih menimbulkan pertanyaan bagi sebagian orang utamanya terkait dampaknya bagi kesehatan. Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Dr. dr. Endang Sri Wahjuni, M.Kes. menegaskan bahwa puasa merupakan sarana untuk mewujudkan kesehatan yang paripurna.
Menurutnya, ada sejumlah manfaat puasa bagi kesehatan yaitu memacu peningkatan proses pergantian distribusi energi dan meminimalisir pendarahan serta mengurangi penimbunan lemak dalam tubuh. Selain itu, mengontrol gula darah, mengurangi peradangan, meningkatkan kesehatan jantung, fungsi otak dan hormone pertumbuhan hingga mengubah pikiran menjadi tenang, damai dan mengurangi kecemasan bahkan depresi.
“Memang ada fase di mana kadar gula darah mulai menurun mendekati waktu berbuka, memang ada penurunan daya tangkap, tetapi secara garis besar justru meningkatkan fungsi otak. Puasa ini juga bagus secara psikologis. Bikin tenang. Kita bisa belajar mengontrol keinginan yang kerap menimbulkan stres dan sebagainya,” jelasnya.
Saat berpuasa, lanjut perempuan yang baru saja dilantik sebagai dekan FK UNESA itu, tubuh tidak kemasukan makanan dan minuman dalam kurun waktu tertentu. Karena itu, tubuh akan berusaha mengolah energi dari berbagai sumber. Normalnya, energi diperoleh dari glukosa yang terkandung di dalam tubuh.
Namun, saat berpuasa energi justru akan dihasilkan dari keton. Akibatnya, ketok yang akan diubah menjadi energi yang tersimpan di dalam lemak. Hasilnya lemak tubuh menjadi berkurang. Proses pengubahan keton menjadi energi dikenal dengan ketogenesis. Proses ketogenesis tersebut ternyata memiliki berbagai manfaat seperti menekan peradangan dan meningkatkan respons tubuh terhadap stres.
Selain itu, memperbaiki tekanan darah dan berat badan, pikiran menjadi semakin baik dan fungsi organ dalam menjadi semakin bagus baik itu fungsi hati, ginjal maupun fungsi organ lainnya. “Puasa ini saya kita secara keilmuan sudah tidak bisa dibantah lagi ya manfaatnya bagi kesehatan. Bahkan secara agama, puasa tidak hanya perintah dalam Islam, tetapi dalam agama lainnya pun ada aturan puasanya sendiri,” tutupnya.
Lebih jauh, manfaat puasa tentu banyak sekali terutama bagi kesehatan mental. Di mana saat berpuasa, emosi terlatih mengontrol dirinya dari berbagai tekanan dari luar. Karena terkontrol dengan baik sehingga bisa mengurangi beban dan mendatangkan rasa ketentraman.
Kebutuhan Gizi saat Puasa
www.unesa.ac.id
Perempuan kelahiran Malang itu juga meluruskan beberapa kebiasaan orang-orang saat berbuka maupun sahur yang cenderung makan banyak, tanpa mempertimbangkan asupan dan gizi yang seimbang. Menurutnya, kebutuhan gizi saat berpuasa harus tetap diatur sedemikian rupa. Cara mengatur komposisi makanan saat berpuasa bisa dengan cara berikut.
Pertama, 40 persen saat sahur yang terdiri dari 30 persen makan besar seperti nasi atau karbohidrat lainnya dan 10 persen makan kecil. Kedua, 50 persen saat berbuka puasa dengan komposisi 10 persen makan manis, 30 persen makan besar dan 10 persen makan kecil. Ketiga, 10 persen sisanya yaitu makan kecil setelah salat tarawih.
"Ketika berbuka, meskipun seharian menahan diri, jangan dipol-pol juga. Tidak bagus untuk tubuh. Karena pada saat itu, kadar glukosa darah akan langsung naik. Nanti akan merangsang insulin untuk dikeluarkan. Pankreas nanti akan terforsir," jelasnya.
Menurutnya pola makan saat puasa perlu disesuaikan dengan perubahan frekuensi makan, jumlah makanan disesuaikan dengan kondisi diri, dan komposisi makanan harus seimbang, cairan harus tercukupi dan pemilihan jenis dan suhu minuman juga haru sesuai sehingga dapat menjaga daya tahan tubuh selama bulan puasa.
Kebutuhan Cairan dan Waktu Olahraga
Selama berpuasa, usahakan agar asupan minuman tetap sekitar 8 gelas perhari seperti biasanya. Caranya, minumlah 2 gelas pada saat berbuka, 4 gelas setelah tarawih hingga menjelang tidur, 1 gelas saat bangun tidur untuk sahur dan 1-2 gelas lagi setelah sahur jelang imsak. "Minuman air tidak selalu air putih semata, tetapi bisa juga dengan minum teh, susu, jus buah, bahkan kuah sayur-sayuran termasuk dalam cairan yang dianjurkan untuk dikonsumsi," jelasnya.
***
Menurutnya, olahraga harus tetap dilakukan meski di bulan puasa karena bisa menambah kebugaran, meningkatkan daya tahan tubuh serta banyak manfaat lainnya. Hanya saja, waktu pelaksanaan, jenis olahraga dan dosisnya perlu disesuaikan dengan kondisi tubuh yang sedang berpuasa.
Manajemen olahraga saat berpuasa yaitu perlu memperhatikan jadwal yang tepat, agar tidak mempengaruhi kadar gula sewaktu berpuasa. Nah, ada pendapat yang menilai bahwa sebaiknya tidak berolahraga menjelang buka puasa. Karena jelang berbuka, kadar glukosa darah sudah sangat rendah, sekitar 60 mg/dL. Jika kadar gula 90 ke bawah bisa berbahaya dan bisa bikin pingsan.
"Suplai glukosa untuk otak menipis. Otak butuh energi selain dari oksigen juga makanan yaitu glukosa yang bisa digunakan otak. Ketika kadar glukosa rendah aktivitas kita tinggi bisa blackout atau tiba-tiba gelap gitu," ucapnya.
Saat yang paling tepat dan lebih rasional untuk berolahraga yaitu usai salat tarawih. Jenis olahraga sebaiknya yang ringan-ringan saja. Pada waktu tersebut energi sudah kembali dan ada waktu jeda setidaknya 2 jam untuk tubuh bisa kembali ke performanya. "Makanan yang dikonsumsi juga sudah turun dari lambung. Kalau olahraga sehabis makan itu ditakutkan menyebabkan nyeri," tutupnya. []
***
Sumber: Berita ini merujuk pada materi yang disampaikan Dekan FK UNESA, Dr. dr. Endang Sri Wahjuni, M.Kes., dalam Seminar Nasional Tetap Bugar Saat Puasa dengan Olahraga yang diselenggarakan UNESA pada 17 Maret 2023 lalu.
Foto: Dokumentasi Tim Humas UNESA
Share It On: