www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA–Guna menggali best practice penerapan experiential learning di perguruan tinggi, dosen magang (dosma) di Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menyelenggarakan Seminar Nasional di Auditorium, Lantai 11, Gedung Rektorat, Kampus Lidah Wetan, Surabaya pada Kamis 27 Oktober 2022.
Kegiatan ini dihadiri peserta magang UNESA dan Universitas Airlangga sebagai mitra. Seminar yang bertajuk “Experiential Learning in Higher Education” ini menghadirkan Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd., Wakil Rektor Bidang Akademik UNESA dan Dr. Juanda, S.S., M.Pd., dosen magang Kemendikbudristek.
Dr. Bachtiar Syaiful Bachri, M.Pd selaku Kepala Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Profesi (LP3) UNESA menuturkan bahwa ada banyak cara yang bisa ditempuh sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran, di antaranya bisa melalui pembelajaran berbasis pengalaman.
Magang sebagai upaya menggali pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman langsung di perguruan tinggi yang ditugaskan. "Pada kesempatan ini kita akan menggali pengalaman atau best practice tentang eksperiential learning di perguruan tinggi dapat dicapai," ujarnya.
Kegiatan ini sendiri merupakan kegiatan yang dipanitiai langsung oleh para dosen magang bekerjasama dengan Universitas Airlangga. Dalam kegiatan ini, menurut Bachtiar, para peserta dosen magang telah berhasil mengelola kegiatan ini dengan baik melalui penerapan project base learning.
Dimoderatori Dr. Sugianto, M.Pd., salah satu dosen magang Kemenristekdikti, Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd., pada kesempatan itu mengungkapkan, ada beberapa poin-poin yang dikehendaki Kemendikbudristek di antaranya kolaborasi antara dunia kerja dan industri dengan perguruan tinggi.
Selain itu, juga perlu kolaborasi sekolah di beberapa level, peningkatan kualitas rekrutmen untuk guru maupun kepala sekolah, berbasis IT, penyederhanaan akreditasi pendidikan dan perguruan tinggi menuju world class university atau WCU.
Dosen didorong untuk mampu mengatur agar mahasiswa mampu terbiasa terjun ke sekolah lebih awal untuk prodi kependidikan. Perlu adanya kolaborasi antara perguruan tinggi dengan sekolah maupun labschool. Dengan terbiasanya mahasiswa terjun ke tempat di mana nantinya mereka bekerja, baik bidang pendidikan maupun nonpendidikan, akan memberi gambaran dan pemahaman tersendiri akan ritme kerja.
Dr. Juanda, S.S., M.Pd dosen Universitas Samawa Sumbawa dalam pemaparannya menjelaskan terkait pembelajaran BIPA di perguruan tinggi. Ia mengaku bahwa bahasa Indonesia sendiri baru sampai pada bahasa nasional, belum sampai pada bahasa internasional. Namun bukan berarti penggunaan bahasa Indonesia tidak bisa menjadi bahasa internasional, utamanya di wilayah Asean, karena bahasa Indonesia juga memiliki penutur yang tidak kalah banyak.
Tidak sembarang orang bisa menjadi pengajar BIPA, mereka harus memiliki berbagai kualifikasi dan kompetensi di bidang BIPA. Setidaknya, menurut Juanda, mereka harus memiliki kompetensi dalam pedagogik, kepribadian, sosial, profesional, dan wawasan kebangsaan. Tentunya, kemampuan berkomunikasi bahasa asing, utamanya inggris sangat diperlukan. [HUMAS UNESA]
Penulis: Hasna
Editor: @zam Alasiah*
Share It On: