Surabaya - Seminar nasional yang dilaksanakan oleh Program Studi Sosiologi Unesa, tepatnya di kantor pusat Bank Jatim disambut oleh Bapak Warsono sebagai pembuka acara tersebut. Acara seminar nasional ini dihadiri berkisar 500 lebih peserta se-Indonesia. (28/07/2016)
Beberapa tokoh pembicara tampak hadir sebagai pembicara dalam seminar nasional oleh wakil pembicara Dr.H. Soekarwo, M. Hum., yang membawakan tema "Jatimonic dan kesiapan Jawa Timur dalam menghadapi SDGs (sustainable development goals)", Dr. Saiful Rachman MM, M.Pd. sebagai Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Dr. Andrinof Chaniago, M.A sebagai Sekretaris Jendral Ikatan Sosiologi Indonesia dan dosen Sosiologi Fisipol UGM, dan dihadiri pula oleh Prof. Dr. Hotman M. Siahaan sebagai Ketua Dewan Riset Provinsi Jawa Timur dan Guru Besar Sosiologi FISIP Unair.
Pada Desember 2015 yang lalu, target mengurangi angka kemiskinan tidak tercapai dan MGDs (millenium development goals) malah menjadi panggung negara maju. Sementara, negara berkembang diposisikan sebagai objek dari proyek negara maju termasuk salah satunya Indonesia.
"Sebenarnya kami ingin kedatangan Pakde Karwo dan kami undang sebagai keynote speaker karena Pakde Karwo itu memiliki gagasan jatimnomic dan jatimnomic bukan hanya sekedar gagasan. Namun, gagasan yang telah diimplementasikan selama Pakde Karwo menjabat sebagai Gubernur selama dua periode. Nah, kami sebenarnya ingin Pakde Karwo mengungkapkan kisah suksenya membangun Jatim yang relative dikatakan berhasil. Gagasan yang dibawa itu pelaksanaannya bagaimana." Jelas bapak Dr. Sugeng Harianto M,Si. selaku ketua jurusan Ilmu Sosial Program Studi Sosiologi Unesa.
"Dan, selanjutnya saya berharap ada link atau benang merah antara Jatimnomic dan pelaksanaan SDGs di Jawa Timur. Kami ingin membunyikan gagasan Pakde Karwo tentang Jatimnomic pada seminar kali ini dan kami ingin juga Jatimnomic itu bersinergi dengan SDGs. Oleh karena itu, kami mengundang empat orang pembicara dan salah satunya Dr. Adrinof Chaniago, M.A.sebagaimana yang kita ketahui bahwa dia sebagai konseptor yang membawa citranya pak Jokowi, dia juga yang akhirnya diposisikan sebagai Bapemnas. Sehingga saya kira tahu banyak tentang MDGs dan SDGs dan untuk itulah kami minta kepada Adrinof Chaniago semacam membuat roadmap pelaksanaan SDGs bukan hanya di Jawa Timur namun di Indonesia. Ini penting karena di Jawa Timur MDGs itu belum dilaksanakan dan baru pada tahap sosialisasi. Mumpung masih dalam tahap sosialisasi sehingga tim Akademik dapat ikut berkontribusi", harap dosen kelahiran Nganjuk ini.
Menurut Sugeng Forum seminar ini akan memberikan pencerahan kepada kepala daerah SDGs dalam daerahnya masing-masing. Meskipun SDGs sudah digagas dan dirumuskan menjadi sebuah kebijakan, tetapi tidak mudah untuk diimplementasikan di lapangan.
Seminar nasional yang dihadiri lebih dari 500 peserta audiens, dari forum dosen seluruh Indonesia. Tim Akademisi Unesa juga mengundang kepala daerah yang mewakilkan kepala badan pemerintah daerah. Dari Dinas Pendidikan dan Dinas yang terkait, para akademisi, dan guru-guru.
"Kami ingin mengawali pelaksanaan SDGs agar tidak mengalami nasib yang sama seperti MDGs, gagal ditengah jalan dan tidak dievaluasi. Kemudian ganti konsep, makanya kemudian kami menganalisis bahwa MDGs itu hanya sebuah project yang digagas oleh negara-negara maju, sebenarnya kami bukan bermaksud untuk mengetaskan kemiskinan dan menanggulangi buta aksara, tidak ingin memberdayakan negara maju. Tidak mungkin juga negara maju dapat tersaingi dan hubungan antar Negara maju dan negara berkembang yang saat ini timpang. Negara indonesia maupun Negara berkembang lainnya masih bergantung dengan negara maju." Terang Sugeng saat diwawancarai oleh beberapa wartawan.
Sugeng juga menjelaskan keterlibatan Unesa terutama program studi sosiologi dalam waktu dekat akan menjajaki MOU dengan pemerintah daerah Jawa Timur. Sehingga, Akademisi dapat terlibat dalam mengawal SDGs. Paling tidak ada perguruan tinggi negeri yang dapat berkontribusi mengenai konsep maupun roadmap yang selama ini belum dimiliki oleh pemerintah dalam setiap daerah yang memiliki pontensi berbeda-beda.
Poin utama MDGs dan SDGs yang menjadi prioritas adalah menanggulangi kemiskinan. Pada tahun 2015, MDGs telah menargetkan 50% angka kemiskinan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga, sampai saat ini menjadi penekanan pada kemiskinan. Dalam tingkat nasional angka kemiskinan masih mencapai angka 11%. Hal ini, masih dikatakan relatif tinggi. Sedangkan di Jawa Timur angka kemiskinan mencapai 9%. Kemiskinan tidak akan mencapai angka ideal yakni zero kemiskinan, menurut Sugeng angka kemiskinan dapat menurun itu sudah bisa dikatakan ideal.
Kemiskinan dari kaca mata akademisi.
Dari kacamata akademisi, penanggulagan masalah kemiskinan bersifat karitatif yang sifatnya memberi. Seperti bantuan kesehatan, bantuan raskin, dan BLT. Orang miskin tetap miskin bahkan yang lebih parah dapat menciptakan ketergantungan pada bantuan-bantuan seperti itu. Sehingga menimbulkan kemalasan pada masyarakat. Pada dasarnya, esensi dari bantuan kemiskinan adalah memberdayakan yang miskin supaya tidak lagi miskin dan tidak bergantung pada penanggulangan kemiskinan pemerintah.
"Menurut saya faktor utama terjadinya kemiskinan adalah masalah lapangan pekerjaan. Seperti seorang petani, dia terlihat memiliki status pekerja tapi kenyataannya pengangguran karena mereka hanya bekerja pada musim tanam dan musim panen, dan selebihnya ?" tutur Sugeng.
(Um/Lla/Humas)
Share It On: