Sejak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan kini setiap institusi pendidikan mengembangkan program pemerintah tersebut guna menghasilkan generasi penerus bangsa yang tidak hanya pandai tapi juga berkarakter baik dalam setiap tindakannya. Makna esensial pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik sebagai rasa tanggung jawabnya kepada Tuhan, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun bangsa dan negara sehingga menjadi insan kamil.
Begitu juga dengan Unesa yang setiap tahunnya menghasilkan ratusan bahkan ribuan para pendidik yang siap mengimplementasikan ilmu yang didapatkannya semasa kuliah. Dengan mengembangkan visi "growing with character ", Unesa harus menghasilkan para Sarjana Pendidikan berkualitas baik dari segi akademis maupun etis. Kepandaian akademik dalam hal penguasaan ilmu yang baik tidak menjamin seorang sarjana itu disebut sebagai sarjana yang baik. Perlu soft skill berupa sikap, etika, dan karakter yang baik untuk terjun di masyarakat. Masyarakatlah yang akan menilai baik atau tidaknya tingkah laku seseorang.
Jurusan Pendidikan Olahraga, Fakultas Ilmu Keloahragaan (FIK) mengadakan seminar pendidikan yang mengimplementasikan nilai-nilai karakter dalam praktik olahraga. Seminar yang bertempat di Auditorium FIK itu menghadirkan tiga pembicara, yakni Sulistyanto Soejono (Dewan Pendidikan Jatim), Dr. Ali Maksum (Kajur Pend.Olahraga), dan Dr. I Made Sriundy Mahardika, M.Pd. (Dosen FIK). Ketiga pembicara tersebut memaparkan bagaimana cara mengimplementasikan karakter baik dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam secara akademik maupun secara etik sosial kemasyarakatan.
Dr. Ali Maksum menjelaskan kemerosotan moral para pemimpin yang tanpa merasa bersalah mengorupsi uang negara berjuta-juta, bahkan bermilyar-milyar sehingga rakyat yang harus menjadi korban. Para pemimpin seperti itu tidak pandai dan tidak mengenali dirinya sendiri, "Sesungguhnya kepemimpinan yang baik itu dimulai dari dirinya sendiri. Jika seseorang dapat memimpin dirinya dengan baik, kemungkinan besar ia juga dapat memimpin orang banyak, " ucapnya. Ia menjelaskan bahwa agama turut berperan penting dalam setiap tingkah laku manusia karena agama mengajarkan banyak hal positif guna mencapai insan kamil. "Olahraga mengandung nilai-nilai moral yang luar biasa, namun demikian selama ini kita belum bisa belajar moral dalam praktik olahraga, " tambahnya.
Sementara itu, Dr. I Made Sriundy Mahardika, M.Pd. menyampaikan pengalamannya mendidik di perguruan tinggi. Mendidik mahasiswa untuk berkarakter baik itu dimulai dari hal yang kecil dalam proses belajar mengajar di kelas, misalnya memberikan stimulus kepada mahasiswa untuk berani berpendapat dan berbicara dalam forum. Meski demikian ada mahasiswa yang hanya datang, duduk, mendengarkan, dan mengisi presensi kehadiran, bahkan ada perilaku mahasiswa yang menyontek atau memberikan jawaban saat ujian kepada temannya. "Itu tindakan atau budaya mahasiswa yang tidak bermartabat, yang harus dicegah dan segera ditanggulangi, " paparnya.
Doktor lulusan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu menjelaskan bahwa pada hakikatnya seorang guru itu juga seorang ilmuwan yang tugas utamanya mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Kompetensi lulusan tidak hanya pandai dalam hard skill, tapi juga soft skill yakni mumpuni dalam oral communication skill and written communication skill. "Tujuan pendidikan mengubah seseorang menjadi lebih baik, jika tidak ada perubahan ke arah yang lebihb baik, maka pendidikan itu tidak berhasil, " tambahnya. Saat mengakhiri penjelasannya, ia berpesan mari kita menjadi guru yang mbatoro, bukan Batoro kolo berpenampilan guru, " ucapnya dengan penuh semangat.
Kemudian, Sulistyanto Soejono (Dewan Pendidikan Jatim) menjelaskan tentang arti esensial guru dan pengajar. Pengajar berbeda dengan guru. Guru bertugas membentuk karakter siswa sedangkan pengajar adalah memberikan pengetahuan kepada siswa. Lalu mencermati kata siswa, ia tidak mengartikannya sebagai seseorang yang menuntut ilmu, tetapi kata siswa diartikan sebagai insan yang sedang berproses menjadi dirinya sendiri yang dapat mentransformasikan ilmu yang didapatkan dengan sebaik-baiknya. (Ayu Masruroh_Humas Unesa)
Share It On: