Seminar dibuka oleh Dr. Syamsul Sodiq, M. Pd, Wakil Dekan III bidang Kemahasiswaan dan Alumni FBS. Tiga pemakalah utama dihadirkan pada seminar tersebut. Mereka adalah Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd Guru Besar dari Universitas 11 Maret (UNS), Pratiwi Retnaningdyah, Ph.D, dosen dan pegiat literasi dan Iffa Suraiya, pendiri Komunitas Literasi Bait Kata.
Prof. Sarwiji dalam paparannya menceritakan mengajak para peserta seminar untuk ikut aktif di dunia literasi. Sarwiji sudah aktif menulis sejak masih menjadi mahasiswa S1 dan terus menggelutinya hingga sekarang. Beliau juga ikut menulis buku ajar bahasa Indonesia dan sudah beberapa buku ajar dari beberapa jenjang dan penerbit yang sudah ditulis. "Saya sudah aktif menulis sejak masih duduk di bangku kuliah. Sejak itu, saya jadi ketagihan memanfaatkan banyak kesempatan untuk menulis lebih," cerita dosen UNS ini.
Pemakalah selanjutnya adalah Iffa Suraiya. Beliau adalah penggiat di dunia literasi Indonesia, pendiri perpustakaan BAIT KATA. Menurut Iffa, perpustakaan bukan hanya sebagai tempat membaca saja, tapi juga sebagai tempat asal mengembangkan karya yang lebih selayaknya seorang ibu yang membesarkan anaknya. Membaca buku, membuat karya, merealisasikannya menjadi buku bahkan film dan mengajak orang lain untuk mengulang kegiatan awal tadi adalah siklus yang wajib dilakukan oleh para peserta seminar yang direkomendasikan oleh Iffa. "Dalam sebuah film, setidaknya ada sorotan buku-buku juga. Hal ini sudah dilakukan di film-film asing untuk mengajak para penonton untuk ikut terjun dalam dunia literasi juga," tambah bu Iffa.
Hal ini sependapat dengan yang disampailkan Pratiwi Retnaningdyah, Ph.D selaku dosen bahasa Inggris dan penggiat di Pusat Literasi Unesa. Dengan judul "Pendekatakan Etnografi dalam Kajian Literasi" beliau mengatakan bahwa jika ingin memartabatkan bahasa Indonesia di tingkat yang lebih tinggi, maka literasi tidak bisa dikatakan sebagai sekedar ketrampilan saja, tapi juga dalam praktik sosial. Literasi juga tidak hanya dibudayakan di lingkungan sekolah saja, tapi juga di lingkungan luar. Beliau juga bercerita tentang pengalamannya saat berada di luar negeri dan bertemu dengan beberapa pekerja di luar negeri. "Dunia literasi tak hanya membuat kita membaca karya orang lain atau membuat karya baru saja, tapi juga bisa mendapatkan teman baru," ujar Pratiwi bercerita.
Pada kurikulum terbaru, pemerintah mewajibkan setiap sekolah di Indonesia untuk menyisipkan 15 menit membaca. Hal ini mungkin menjadi pijakan awal Indonesia menuju dunia literasi. "Gerakan literasi 15 menit mungkin belum akan membuahkan hasil dalam waktu 1-2 minggu saja, tapi beberapa bulan atau tahun ke depan akan terlihat efeknya yang besar," ujar Pratiwi.
Seminar yang mengangkat tema "Mengembangkan Gerakan Literasi di Indonesia" ini dipenuhi sekitar 300 peserta dari tingkat mahasiswa, dosen, hingga umum. Acara ini diselenggarakan dari pukul 7 pagi hingga 3 sore. Usai istirahat makan siang, para peserta digiring ke pemakalah pendamping. (sh/chikita/sir)
Share It On: