PERJALANAN dari Kuala Lumpur menuju Korea kami tempuh dalam waktu sekitar 6 jam 35 menit. Sekitar pukul 01.00 dini hari tadi kami bertolak dari Bandara KLIA 2, dan saat ini, pukul 08.50, kami sudah mendarat di Incheon Airport.
Mengikuti arus ke mana para penumpang yang lain bergerak, kami berjalan mengular sambil membaca petunjuk. Menaiki train, mengantri di bagian custom, mengambil bagasi, kemudian menuju meja airport information. Menanya bagaimana caranya kami bisa menuju Daejeon. Petugas memberi tahu kami dengan sebuah peta, dan menunjuk ke satu arah supaya kami bisa memperoleh tiket bus. Di Platform 9B.
Ternyata tidak hanya bus yang tersedia, tapi juga taksi. Kami memilih taksi sebagai alternatif pertama. Demi kepraktisan. Kalau naik bus, kami hanya bisa sampai ke Daejeon Terminal Complex. Masih harus naik bus atau taksi lagi ke Innopolis Guest House Dae Deok, penginapan kami. Penginapan kami sebenarnya di Daejeon juga, tapi bus tersebut tidak sampai ke sana.
Wow, ternyata harga taksi cukup mahal, 250,000 Won, atau sekitar 3 juta rupiah. Kami mundur teratur. Beralih ke konter penjualan tiket bus. Membayar 69,000 Won bertiga. Sekitar 828 ribu rupiah.
Di Incheon Airport, hampir semua petunjuk ditulis dalam Bahasa Korea. Beberapa petunjuk yang kami bisa baca adalah Transfer, Arrival, Foreigner Passport, Bagagge Claim, dan angka-angka. Selebihnya tak terbaca oleh kami, karena menggunakan huruf Hangeul.
Tentang aksara Hangeul, sebuah sumber menyebutkan, Hangeul adalah satu-satunya aksara yang diciptakan oleh seseorang berdasarkan teori dan maksud yang telah direncanakan dengan baik. Orang itu adalah Raja Sejong yang Agung (1397-1450), seorang pemimpin sekaligus ilmuwan dan pelopor budaya. Melalui upaya keras bertahun-tahun, ia meneliti unit dasar Bahasa Korea menggunakan kemampuannya sendiri tentang kebahasaan dan akhirnya berhasil menuangkannya dalam bentuk aksara. Dibanding aksara bangsa lain, Hangeul tidak didasarkan pada satu bahasa tulis atau meniru aksara lain, namun unik khas Korea. Hangeul merupakan sistem penulisan yang bersifat ilmiah, didasarkan pada pengetahuan kebahasaan yang mendalam dan asas-asas filosofis. Begitulah yang saya baca sambil menunggu bus di bus stop di bagian depan bandara yang ramai.
Sebelum naik bus, saya menyempatkan diri menghampiri vending machine. Rasa haus tak bisa saya tahan karena saya tidak minum semalaman, sejak masuk pesawat. Bodohnya saya. Sudah tidak pesan makanan di pesawat, tidak bawa minuman lagi.
Tapi saya beruntung. Waktu saya mau membeli minuman di vending machine, ternyata saya harus membayar dengan koin 1000 Won. Padahal saya tidak punya koin. Dan vending machine tidak menerima jenis uang yang lain, misalnya uang kertas dan memberi kembalian. Seorang pria membantu saya dan membelikan saya sebotol air mineral dingin dengan uangnya. "Oh, it's your money." Kata saya. Dia menggerak-gerakkan tangannya dan saya mengartikannya "No problem". Benar-benar rezeki anak sholehah.
Perjalanan dari Incheon menuju Bus Terminal Complex, Daejeon bisa ditempuh selama sekitar 3 jam. Di sepanjang jalan, adalah laut yang mengering, gunung-gunung di kejauhan, bukit-bukit yang rimbun pepohonan, dan bangunan-bangunan menjulang. Semua papan petunjuk dilengkapi dengan tulisan dengan aksara Hangeul.
Tibalah kami di Bus Terminal Complex. Sedihnya, tidak ada petunjuk dalam Bahasa Inggris sama sekali. Saya bertanya pada seseorang, dan entah dia bicara apa, tapi saya artikan, "silakan terus saja ke sana".
Syukurlah, seperti mendapat durian runtuh ketika kami dapati seorang pemuda membawa papan nama besar dengan tulisan: XXIII IFHE World Congress and International Conference. Oh, thanks God. Kami langsung menghampiri dia dan menyapa dengan riang-gembira. "We are participants the IFHE Congress from Indonesia". Dan....bedudak-beduduk bedudak-beduduk. Ternyata dia tidak bisa berbahasa Inggris juga. Tapi dia berbaik hati mengantarkan kami ke tempat taksi mangkal dan menyampaikan pada driver ke mana tujuan kami.
Penginapan kami ternyata berada satu kompleks dengan Daejeon Convention Center (DCC), tempat di mana konferensi digelar. Hari ini sebenarnya acara sudah dimulai, namun agendanya adalah IFHE Council/Pre-Congress Conference. Tentu saja kami tidak perlu mengikuti acara itu. Tapi saya sempat mengintip tema pre-congress, yaitu: Current Status and Future Directions of Home Economics Curriculum around the World.
Kami cukup melakukan lapor diri ke panitia saja saat ini. Namun sewaktu kami akan menuju ruang DCC, seorang pemuda berjas lengkap menyambut kedatangan kami dan menanyakan apakah kami sudah melakukan registrasi online dan membayar. Saat saya bilang sudah, dia katakan kalau kami tidak perlu melapor panitia dan sebaiknya langsung istirahat dulu setelah perjalanan jauh. Syukurlah.
Pemuda ramah itu mengantarkan kami ke guest house yang ada di sisi kanan DCC. Membantu membawa koper-koper kami. Bahasa Inggrisnya bagus meski dengan logat Korea yang kental. Dia menyampaikan ke resepsionis tentang kedatangan kami, dengan bahasa Korea. Hanya mereka berdua dan Tuhan yang tahu isi pembicaraan mereka. Namun ujung-ujungnya, kami menerima kunci kamar. Bu Dwi dan Bu Lusi di kamar 205 dan saya di kamar 406. Maka siang itu, sekitar pukul 14.30, kami memasuki kamar kami masing-masing di Innopolis Guest House. Tak sabar rasanya membayangkan air mandi yang berlimpah dan tempat tidur yang empuk.
Siang ini kami mengemasi semuanya. Membersihkan diri dan menata bagasi bawaan. Juga menyantap makan siang pertama kami di Korea: nasi uduk instan, produksi Bu Dwi. Ya. Selama kami di Korea, kami memasak sendiri. Bukan karena kami tidak punya uang untuk membeli makanan, tetapi memperoleh makanan halal tentu tidak terlalu mudah di negara yang mayoritas penduduknya nonmuslim ini. Guest House menyediakan alat memasak di setiap kamar. Rice cooker, water boiler, kompor listrik, dan sebagainya. Tentu saja mangkuk dan sumpit khas Korea.
Saya akan mempresentasikan paper saya besok, sedangkan Bu Dwi dan Bu Luci membawa produk penelitian masing-masing, nasi uduk instan dan nasi kuning instan, untuk dipamerkan. Kedua produk itu sudah dipatenkan. Selain membawa produk, Bu Lusi sudah menyiapkan dua bendera merah putih kecil dengan tatakannya yang manis. Besok, merah putih akan berkibar di meja pamer IFHE World Congress 2016. (Bersambung/Arohman)
Share It On: