Pahlawan zaman dulu berjuang mengangkat senjata untuk melawan penjajah demi asa agar menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat. Setelah kemerdekaan berhasil diraih, tugas generasi bangsa adalah meneruskan cita-cita pahlawan melalui pendidikan. Di sini, guru menjadi pilar penting karena berfungsi sebagai ujung tombang pejuang pendidikan.
Para guru dituntut berjuang melawan korupsi dan kolusi melalui tindakan, pengajaran, dan inovasi. Metode pengajaran yang hanya satu arah, harus diubah dengan metode dua arah sehingga terjadi interaksi antara guru dan murid. Guru tidak boleh hanya mementingkan nilai akademik saja, pendidikan moral bermasyarakat juga harus menjadi perhatiannya.
Drs, Martadi, M.Sn mengatakan bahwa pahlawan pendidikan tidak ada batasannya. Menurutnya, Semua orang dapat menjadi pahlawan pendidikan bukan karena jabatan, tapi memang keberadannya di dunia pendidikan memiliki jasa besar sehingga layak disematkan gelar pahlawan pendidikan.
Pahlawan itu, terang Martadi, bukan karena pangkat, sosok, dan jabatan, tetapi lebih pada kompetensi dan kiprahnya di dunia pendidikan tersebut. Pahlawan pendidikan sudah benar-benar mewakafkan dirinya untuk memaknai pendidikan. Mereka memaknai pendidikan tidak sekdar konteks formal, tapi sudah melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat member menilai tambah bagi manusia dan umat menjadi lebih baik.
"Pahlawan pendidikan ini adalah orang yang betul-betul mendedikasikan diri, mewakafkan tenaga dan pikirannya di dunia pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal," terang Martadi.
Pahlawan pendidikan dituntut totalitas dalam mengabdi di dunia pendidikan. Pendidikan harus dimaknai sebagai upaya memerangi kebodohan dan sumber daya manusia yang lemah. Oleh karena itu, pahlawan pendidikan harus menjadi figur tauladan dengan terjun langsung dan mengalami di dalamnya. "Seorang pahlawan pendidikan pasti akan bisa menjadi insiator dan mengabdi karena panggilan hati," tegasnya.
Jika sudah menjadi inisiator, selanjutnya akan menjadi motivator untuk menggerakkan ke orang lain sehingga dapat memengaruhi orang lain juga untuk menjadi pahlawan khususnya di dunia pendidikan. "Harus total dalam mengabdi di dunia pendidikan," tandas Martadi.
Unesa, sebagai salah satu kampus pencetak guru, terbukti telah melahirkan pahlawan-pahlawan pendidikan melalui keterlibatannya di program SM3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terpencil, Terluar dan Terdepan. Menurut Martadi, keterlibatan para sarjana Unesa di daerah 3 T itu merupakan wujud sesungguhnya bahwa selama ini Unesa sudah mulai menanamkan jiwa-jiwa kepahlawanan dalam diri para sarjana.
Ke depan, lanjut Martadi, perlu memberikan gelar pahlawan pendidikan. Bukan hanya pemberian gelar, tapi negara atau lembaga juga harus memberikan perhatian lebih. Minimal, mendukung program-program dengan memberikan langsung penghargaan kepada para pengabdi pendidikan. "Syukur-syukur, gelar pahlawan pendidikan nanti diakui negara seperti pahlawan-pahlawan kemerdekan lain," papar Martadi.
Menurut Martadi, kisah para pahlawan pendidikan harus dipublikasikan atau dokumentasikan. Dengan mendokumentasikan akan memberikan inspirasi bagi orang lain. Generasi muda akan terinpirasi dan meneladani kiprah mereka mengabdi di dunia pendidikan.
Martadi mengajak kepada setiap orang agar menghargai para pengabdi pendidikan yang telah melakukan tugas dan tanggung jawabnya secara riil, konkret. "Ke depan, tidak ada salahnya Unesa memberikan penghargaan kepada para pahlawan pendidikan melalui even-even seperti memperingati hari pendidikan, hari pahlawan dan lain-lain," tandas Martadi. (sh/sir)
Share It On: