www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, Surabaya – Istilah revolusi industri 4.0 saat ini kian santer menghiasi media massa atau media sosial. Situasi dimana pergerakan dunia industri tidak lagi linier, bahkan berlangsung sangat cepat dan cenderung membentuk pola tatanan baru. Dalam dunia pendidikan tantangan riset di era Disrupsi dituntut harus mampu beradaptasi terhadap perubahan yang sedang terjadi. Merespon hal tersebut, Pusat Studi Seni Budaya (PSiSB), Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Negeri Surabaya menggelar Webinar Nasional Penelitian Seni di Era Disrupsi dengan tema “Paradigma Baru Dalam Penelitian Seni” pada Senin (30/08/2021).
Secara virtual webinar diselenggarakan bertujuan untuk memperdalam pemahaman tentang penelitian seni di era Disrupsi dengan menghadirkan tiga pembicara yakni Prof. Rahmi Dyah Larasati, Ph.D dari University Minnesota, United State of America, Prof. Sofyan Salam, M.A, Ph.D dari Universitas Negeri Makassar dan Prof. Dr. Djohan Salim, M.Si. dari ISI Yogyakarta.
Rektor Unesa melalui sambutannya yang disampaikan oleh Prof. Dr. Darni, M.Hum menuturkan Unesa sebagai perguruan tinggi yang memiliki program studi seni memiliki tanggung jawab untuk terus menangkap peluang yang ada dalam rangka menjaga, melestarikan, dan mengembangkan penelitian seni terutama penelitian seni budaya nusantara agar lebih produktif. “Era disrupsi secara bersama – sama harus kita lalui dengan mendorong serta memproduksi ide – ide baru, kedepan akan berimplikasi pada akumulasi perubahan yang lebih besar lagi bagi perguruan tinggi,” jelasnya.
Materi tentang paradigma baru riset seni di era Disrupsi dijelaskan oleh pembicara pertama Prof. Rahmi Dyah Larasati, Ph.D dari University Minnesota, United State of America. Ia menjelaskan, penelitian seni menawarkan keberlanjutan semangat intelektualisme yang kritis didalam kondisi krisis yang universal. “Krisis yang universal melahirkan bentuk – bentuk tuntutan yang memaksakan kita untuk merespon secara bersama, seolah kita berada dalam garis lini kehidupan yang equal,” jelasnya.
Artinya bahwa perlu kartografi kebijakan dan rasional logic dalam paradigma kesenian merespon situasi disrupsi pandemik dengan ruang jeda mengingat kondisi pada tiap teritorial yang berbeda. “Era disrupsi dalam kehidupan kita termasuk sebagai intelektual being, sebagai pelaku dan pemikir dimana selalu ada tantangan” sambungnya.
Profesor bidang kajian transnasionalisme University Minnesota ini juga bercerita tentang kondisi terkini perihal geliat seni di Negara eropa ini telah kembali normal. Berbagai pertunjukan seni baik musik, tari, drama, opera telah dibuka dan diselenggarakan lagi.
Selanjutnya materi kedua dipaparkan oleh Prof. Sofyan Salam, M.A, Ph.D dari Universitas Negeri Makassar. Melalui kesempatan ini Prof. Sofyan menyampaikan penelitian pendidikan seni tetap mengemban misi yang sama yakni berupaya menemukan kebenaran ilmiah dalam bidang pendidikan seni. Diman pendidikan seni yang merupakan integrasi bidang ilmu antara seni, pedagogik dan penunjang.
Pada era disrupsi ini penelitian tentang seni semakin berkembang seperti seni digital. Seni digital inilah sebagai ajang ekspresi atau kreasi bagi peserta didik sebab menjadi area penelitan baru yang menawarkan beragam isu. “Era disrupsi tidak hanya berkonteks suatu hal yang penuh tantangan, namun disisi lain terdapat peluang yang melekat” sebutnya.
Peluang riset di era disrupsi ini menjadi ajang area penelitian baru karena meluasnya kegiatan kreasi seni serta perkembangan interaksi pembelajaran. Kemudahan teknis dalam pengumpulan hingga pengolahan data. Tak hanya itu, kemudahan dalam berkolaborasi akibat jaringan internet yang dapat menjangkau secara luas. Webinar disemarakkan oleh pemateri ketiga Prof. Dr. Djohan Salim, M.Si. dari ISI Yogyakarta dan saling bergayung sambut dengan pertanyaan – pertanyaan dari para peserta. (yrs/vin)
Share It On: