"Persoalannya adalah sudah ada 30 persen sekolah yang dari segi integritas maupun skor akademik kan sudah di atas rata-rata nasional. Lah kalau sudah begitu apakah dia harus ikut ujian nasional lagi? Ikut dipetakan lagi? Itu kan tidak perlu. Seharusnya, dia diberi penghargaan. Tentu dia bisa melampaui standar nasional itu. Itu yang kita diskusikan dengan Pak JK," katanya sebagaimana dimuat di situs online Republika.co.id.
Dia beralasan, selain menghemat anggaran, penghapusan UN itu juga untuk memetakan nilai akademik sekolah di seluruh Indonesia. Sehingga, dapat diketahui sekolah mana saja yang telah melampaui nilai standar nasional. "Nantinya kita harus ada treatment, penanganan terhadap sekolah yang belum melampaui standart itu. Nanti setelah itu ditangani dalam waktu yang cukup, kita uji lagi, kita tes lagi. Sudah tercapai belum. Kalau sudah tercapai, berapa yang sudah tercapai. Kalau belum, berapa yang belum. Nanti kita treatment lagi," jelas dia.
Kebijakan menghapus UN itu diikuti dengan meningkatkan kualitas guru dan laboratorium yang selama ini dinilai kurang memadai. Ketika UN dihapus, siswa tetap bisa berkembang dengan dan meningkatkan kompetensinya dengan memperbanyak praktek di lapangan.
Tak berselang lama, kebijakan menghapus UN itu langsung menjadi bahasan publik. Sebagian setuju dengan wacana itu. Tapi, banyak juga yang menolak dengan alasan UN masih dibutuhkan untuk mengukur sejauh mana pendidikan dalam negeri berjalan. Polemik itu akhirnya terhenti saat Presiden Joko Widodo memutuskan untuk membatalkan kebijakan itu dan memggantinya dengan kebijakan USBN.
Sejauh ini, memang metode evaluasi yang paling cocok adalah UN. UN juga dibutuhkan untuk memetakan mutu pendidikan antarwilayah di seluruh negeri. Pembatalan wacana penghapusan UN oleh presiden dinilai sebagai langkah yang tepat.
Tidak dapat dipungkiri, UN sudah berlaku sejak lama di Indonesia. Meski sering berubah konsep, namun secara mendasar pola evaluasi tersebut hampir sama. Pada periode 1972-1982, diterapkan sistem Ujian Sekolah di mana setiap atau sekelompok sekolah menyelenggarakan ujian akhir. Soal dan hasil ujian semuanya ditentukan oleh masing-masing sekolah atau kelompok sekolah. Pemerintah pusat hanya menyusun dan mengeluarkan pedoman umum.
Kebijakan ujian akhir berubah lagi pada 1982-2002 yang mengenalkan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Pada EBTANAS kelulusan siswa ditentukan oleh kombinasi nilai semester I (P), nilai semester II (Q) dan nilai EBTANAS murni (R). Pada tahun 2002, EBTANAS diganti dengan penilaian hasil belajar secara nasional dengan nama Ujian Akhir Nasional (UAN). Perbedaan yang menonjol antara UAN dengan EBTANAS adalah dalam cara menentukan kelulusan siswa, terutama sejak tahun 2003. Untuk kelulusan siswa pada UAN ditentukan oleh nilai mata pelajaran secara individual. Mulai 2005, pemerintah menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) untuk tingkat SMP dan SMA Sedangkan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk SD sejak 2008/2009.
Perjalanan panjang di atas sepertinya tidak mudah dihapus dari pola dasar sistem pendidikan di Indonesia. Kebijakan Presiden Joko Widodo yang melakukan evaluasi mengintruksikan evaluasi model penyeragaman dalam sistem pendidikan seperti UN sangatlah tepat. Tidak menghapus, tapi melakukan evaluasi agar pelaksanaanya lebih maksimal dan efisien.
Memang, ada beberapa kelemahan UN seperti yang diungkapkan Mendikbud ke DPR beberapa waktu lalu, antara lain UN tidak mampu meningkatkan mutu pendidikan dan kurang mendorong kemampuan siswa secara utuh, cakupan UN terlalu luas sehingga sulit diselenggarakan dengan kredibel dan bebas dari kecurangan, UN sudah tak berimplikasi langsung pada siswa karena tak lagi dikaitkan dengan kelulusan. Pemerintah meyakini, berdasarkan hasil kajian, UN cenderung membawa proses belajar ke orientasi yang salah. Namun, sarana evaluasi itu penting. Agar spirit belajar siswa tetap terjaga. Pengajar juga bisa memetakan pola belajar mengajar yang baik bagi muridnya.
(Budi Prasetyo, Penulis adalah alumni jurusan Sosiologi Unesa yang kini berkiprah sebagai jurnalis)
Share It On: