Prof. Rahul K. Gairola dari Australia beri kuliah seputar digital humaniora di hadapan peserta program dosen tamu internasional Prodi S-1 Sastra Indonesia UNESA.
Unesa.ac.id, SURABAYA–Prodi S-1 Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) UNESA menyelenggarakan International Guest Lecture dengan tema “Digital Humanities in Literature” pada Rabu, 12 Juni 2024. Sebagai narasumber, hadir Prof. Rahul K. Gairola dari School of Humanities, Arts, & Social Sciences (SHASS), Murdoch University (MU), Australia.
Kegiatan yang dimoderatori Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) UNESA ini tidak hanya diikuti mahasiswa UNESA atau Indonesia saja, tetapi juga peserta dari India, Bangladesh, Pakistan, Australia, Estonia, dan Latvia.
Koordinator Prodi S-1 Sastra Indonesia, Drs. Parmin, M.Hum., mengatakan bahwa kegiatan ini menjadi ajang bertukar persepsi terkait perkembangan digital humaniora dalam ilmu sastra.
Dia berharap acara ini dapat dilakukan di tahun-tahun berikutnya dengan melibatkan lebih banyak pakar sastra dan humaniora dari perguruan tinggi luar negeri.
Prof. Rahul K. Gairola, yang menjadi pemateri tunggal dalam webinar tersebut, membahas tentang Digital Humaniora (DH). Dia menyampaikan bahwa humaniora digital merupakan sintesis antara ilmu humaniora dan teknologi ilmiah (STEM).
Ilmu ini bukan hanya tentang teknologi semata, melainkan tentang bagaimana teknologi mempengaruhi cara manusia berpikir dan berbuat.
Sesi materi kuliah tamu internasional prodi S-1 Sastra Indonesia, FBS UNESA.
Digital humaniora bertujuan untuk menghasilkan dan menggunakan aplikasi yang memungkinkan terwujudnya pengajaran dan penelitian jenis baru baik di bidang humaniora maupun ilmu komputer atau teknologi terkait.
Tujuan lainnya adalah untuk mempelajari dampak dari cultural heritage, memory institutions, archives, dan digital culture terhadap kehidupan sosial.
Lebih lanjut, editor Bibliografi Oxford itu menyebutkan setidaknya ada enam domain utama dalam digital humaniora. Pertama, tools, domain ini berfokus pada program dan aplikasi digital yang membantu analisis sastra dan budaya.
Kedua, theories, yang membimbing gagasan dan filosofi tentang bagaimana dan mengapa digital humaniora. Ketiga, text, yang menjadi modal utama dalam terciptanya karya-karya tradisional maupun modern.
Keempat, pedagogi, yang berfungsi sebagai pemanfaatan teknologi untuk melahirkan inovasi dalam pengajaran yang praktis.
Pria yang menjabat sebagai editor Asian Studies Association of Australia South Asian Book series sejak 2019 itu melanjutkan bahwa digital humaniora juga memerlukan domain history.
Domain tersebut sebagai modal untuk memikirkan kembali sejarah budaya di belahan dunia manapun melalui pemanfaatan teknologi. Adapun domain yang terakhir adalah archives, yang berfungsi untuk membuat arsip terhadap temuan-temuan baru.[]
***
Reporter: Tarisa Adistia (FBS), Saputra (FBS), Dewanti Sri Rejeki (FBS), dan Muhammad Azhar Adi Mas'ud (FBS)
Editor: @zam*
Foto: dokumentasi tim
Share It On: