www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id., SURABAYA—Kurangnya kemampuan dalam berpikir saintifik untuk memverifikasi informasi secara logis tanpa dasar ilmiah yang kuat menjadi kelemahan mayoritas pelajar di Indonesia. Hal itu disampaikan, Dr. Sifak Indana, M.Pd., dosen Fakultas Matematika dan IPA (MIPA) Universitas Negeri Surabaya (UNESA) pada sarasehan daring (Sedaring) pada Sabtu (5/8/2023).
“Literasi sains ini memiliki peran penting dalam membantu individu memahami dunia di sekitarnya dan mengambil keputusan yang berdasarkan informasi yang dapat dipercaya,” ujarnya dalam kegiatan yang digelar LPPM UNESA itu.
Dia menunjukan data, hanya lima persen pelajar di Indonesia yang mampu menjawab permasalahan sains dengan baik. Literasi sains merujuk pada kemampuan seseorang dalam menerapkan pengetahuan dan pendekatan ilmiahnya untuk mengidentifikasi isu-isu ilmiah, menjelaskan fenomena, serta menarik kesimpulan berdasarkan fakta yang ada.
Senada disampaikan Dr. Ariyadi Wijaya, S.Pd.Si., M.Sc., dosen FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Dia menyebut kelemahan ini didasari kebiasaan siswa di Indonesia yang hanya sekadar paham tentang rumus, tetapi belum mengerti makna dan kegunaannya.
Di era digital ini, masih banyak ditemukan pelarangan siswa dalam penggunaan teknologi di mata pelajaran sains seperti kalkulator, yang justru dinilai akan menghambat kinerja otak.
“Kita tidak bisa menghambat teknologi untuk kebutuhan sehari-hari dan jangan sering mengandalkan. Ada satu kemampuan manusia yang melebihi dari teknologi, yakni kemampuan bernalar,” terangnya.
Selain kemampuan bernalar, perkembangan jaman mengharuskan seseorang harus diiimbangi dengan literasi digital dan numerasi yang akan menjadi dasar dalam penyelesaian masalah dari berbagai konteks yang sejalan dengan perkembangan teknologi. Kemampuan itu juga telah diterapkan melalui kurikulum merdeka.
Dr. Asri Wijiastuti, M.Pd., dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNESA menyebut, literasi sains untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) bisa diterapkan dengan beberapa metode. Pentingnya pemahaman ABK dalam literasi sains merujuk pada bagaimana hidup bermasyarakat hingga keselamatan diri.
“ABK bisa didampingi dengan perangkat lunak yang bisa mengubah suara menjadi tulisan atau sebaliknya yang bisa membantu dimensi proses dengan menggunakan bukti ilmiah sebagai materinya,” bebernya.
Pendampingan tersebut dinilai mampu menjawab tantangan baru literasi sains di era digital pada ABK. Dengan panduan dan dukungan yang tepat, mereka dapat memahami dan menganalisis informasi yang ditemukan di dunia digital dengan lebih kritis, serta mengidentifikasi sumber-sumber yang dapat dipercaya.
Kegiatan bertema "Literasi Majemuk dalam Matematika dan Sains” ini dihadiri Junaidi Budi Prihanto, S.KM., M.KM., Ph.D., Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, Inovasi, Publikasi, dan Pemeringkatan Universitas dan Prof. Dr. H. Muhammad Turhan Yani, M.A., Direktur LPPM UNESA. []
***
Penulis: Mohammad Dian Purnama
Editor: @zam Alasiah*
Foto: Dokumentasi Tim Humas
Share It On: