www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA–Ada data menarik temuan Koalisi Ruang Publik Aman yang dirilis pada November 2022 lalu. Sekitar 48,9 % perempuan ternyata pernah mengalami pelecehan seksual di transportasi umum. Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia atau LRC-KJHAM mencatat 124 kasus pada Januari-November 2022. Mayoritas perempuan korban kekerasan seksual bahkan ada yang meninggal dunia.
Baru-baru ini juga digegerkan perilaku pelecehan seksual yang terjadi di kereta rel listrik atau KRL dan disusul kejadian serupa di Bus Transjakarta. Menurut pemerhati gender dan anak Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Putri Aisyiyah Rachma Dewi, S.Sos., M.Med.Kom., mengatakan bahwa maraknya pelecehan seksual di berbagai tempat merupakan salah satu bukti tidak amannya ruang publik bagi perempuan maupun anak-anak.
Menurutnya, pelecehan seksual tidak melulu soal perlakuan secara fisik saja, tetapi juga menyangkut pelecehan verbal seperti catcalling misalnya. Kasus pelecehan yang biasanya sering muncul di area publik dan transportasi umum yaitu begal payudara, mengambil foto perempuan tanpa izin (di area tubuh tertentu), catcalling, meraba bagian belakang atau bagian tertentu dari tubuh wanita, dan sebagainya.
“Masih banyak masyarakat yang memiliki pola pikir bahwa kasus pelecehan terjadi karena kesalahan kaum hawa (korban) bisa penampilan dan sebagainya. Justru banyak korban pelecehan adalah mereka yang berpakaian tertutup. Siapapun rentan menjadi korban pelecehan, tidak bergantung pada pakaian korban. Karenanya, ini harus menjadi perhatian bersama,” tegasnya.
Salah satu faktor terjadinya kasus kekerasan seksual yaitu cara pandang laki-laki yang cenderung menganggap perempuan sebagai objek seksual semata. Guna mengantisipasi agar tidak menjadi korban pelecehan di area publik atau transportasi umum, Putri membeberkan sejumlah kiat yang bisa dilakukan.
1. Bareng-bareng
Sekretaris Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UNESA itu menyarankan, jika memungkinkan, sebaiknya perempuan bisa bareng bestie atau sahabat ketika menggunakan transportasi umum. Ini dapat meningkatkan kewaspadaan dan saling melindungi satu sama lain. Jika memang harus bepergian sendiri, sebaiknya membawa alat untuk menjaga diri seperti alat kejut listrik, semprotan merica, atau alat pertahanan diri yang mudah dibawa dan digunakan.
2. Berani menegur
Ketika merasa ada tanda-tanda yang mengarah pada upaya pelecehan seksual, atau perilaku yang kurang nyaman dari orang lain harus berani ditegur atau mengambil posisi yang aman dari hal-hal yang berpotensi menjadi ancaman.
Dia mengungkapkan, ketika perempuan menjadi korban pelecehan, mereka akan terjebak dalam kondisi freezing seperti bingung, malu, aib dan takut yang menyebabkan mereka tidak bisa berbuat apapun. “ Perlu adanya keberanian dalam diri kita untuk menegur secara bebas. Keberanian ini perlu dibiasakan di hal-hal kecil,” ucapnya.
Ketika pelaku pelecehan tidak ditegur, maka akan semakin membuat pelaku berani melakukan hal yang sama kepada perempuan lainnya.
3. Jangan cuek
Semua orang termasuk perempuan harus sadar dengan tindakan kekerasan di sekitarnya. Tidak boleh masa bodoh. Ketika melihat ada tindakan yang mengarah pada pelecehan, sebaiknya bisa membantu korban dan berani menegur pelaku. Sikap peduli sesama ini menjadi support system yang bagus dan menjadi pagar keamanan bersama.
4. Selalu waspada
Sikap selalu waspada memang harus ditumbuhkan ketika berada di area publik atau menggunakan transportasi umum. “Waspada maksudnya selalu sadar diri akan berbagai potensi yang bisa saja terjadi. Ketika misalnya terjadi, kita sudah siap mengatasinya. Kalau pelaku beraksi karena ada kesempatan, kita bisa mengantisipasi atau mengatasinya dengan kesiapan,” tandasnya.
5. Laporkan
Bagi yang menjadi korban pelecehan, Putri menyarankan untuk tidak panik dan tidak menyalahkan diri sendiri. Sebaiknya menenangkan diri terlebih dahulu, lalu harus berani melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Segala tindak pelecehan tidak boleh ditolerir dan biarkan berlalu, tetapi harus dilaporkan kepada pihak yang berwenang.
Putri menyoroti sejumlah korban yang speak up di media sosial. Menurutnya, itu bisa saja dilakukan, tetapi harus memperhatikan aspek lain seperti serangan balik pelaku dan sebagainya. “Artinya, jangan terlalu emosional. Kalau kita jadi korban, amankan bukti yang bisa menguatkan kita ketika misalnya dituntut balik atau sebagainya. Bagusnya memang langsung ke pihak yang berwajib,” ucapnya.
Di luar itu, tentu pemerintah harus mengambil peran penting dalam mengatasi maraknya kasus kekerasan seksual di tanah air. Pemerintah bisa membuat seperti feminim space, bukan hanya di transportasi umum yang dikelola pemerintah, tetapi juga transportasi umum swasta.
Selain itu, pemaksimalan penggunaan CCTV di transportasi umum juga penting dilakukan untuk meminimalisir segala bentuk kejahatan di atas transportasi umum. Hal lain yang bisa dilakukan ialah mengadakan petugas keamanan di setiap kendaraan transportasi umum. []
***
Penulis: Hasna
Editor: @zam Alasiah*
Share It On: