www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, Surabaya – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Surabaya mengadakan webinar dengan tema “Utilitas Kearifan Lokal dalam Pembelajaran Sains di Normal Baru: Tantangan dan Harapan” pada Kamis (6/8).
Webinar yang dilaksanakan melalui zoom dan youtube streaming ini menghadirkan tiga narasumber yang merupakan dosen FMIPA Unesa. Mereka adalah Dr. Hasan Subekti, M.Pd, Dr. M. Budiyanto, M.Pd, dan Beni Setiawan, M.Pd.
Hasan Subekti mengatakan, tantangan pendidikan di era new normal mengakibatkan terjadinya pergeseran kebutuhan dasar dari kebutuhan fisik ke komunikasi. Modalitas atau gaya belajar yang dapat diterapkan, menurut Hasan, ada 3 yakni auditorial (belajar dengan cara mendengarkan), visual (belajar dengan cara melihat), dan kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh).
“New normal mengubah cara belajar plus bela negara. Ini dapat dilihat dari interaksi anak dan teman secara daring, guru melakukan pembelajaran secara daring, dan anak mengerjakan tugas-tugas melalui daring. Patrap triloka atau scaffolding diterapkan dengan cara briefing daring, aktivity yakni penugasan eksplorasi sehingga menciptakan pembelajar yang mandiri dan berkarakter, dan berakhir debrifing secara daring” jelas Hasan.
Sementara itu, pemateri kedua Dr. M. Budiyanto menambahkan mengenai tantangan pendidikan yakni pembelajaran daring yang berdasar pada surat edaran nomor 4 tahun 2020 Kementerian Pendidikan juga memunculkan harapan dengan alternatif solusi model pembelajaran yang cocok pada new normal ini yakni pembelajaran berbasis projek (PJBL).
“Pembelajaran sains yang menekankan pada aktivitas peserta didik dengan output menghasilkan produk, maka sangat cocok dengan menggunakan model pembelajaran PJBL. Dengan PJBL, peserta didik dapat menerapkan keterampilan, meneliti, menganalisis, membuat, sampai dnegan mempresentasikan produk pembelajaran,” papar Budiyanto.
Sementara pemateri ketiga, Beni Setiawan, M.Pd mengatakan, sains dengan kearifan lokal sudah diterapkan oleh nenek moyang kita pada zaman dulu yakni dengan memanfaatkan alam. Contohnya untuk menentukan arah mata angin selatan dan utara yang diterapkan oleh Suku Ivatan di Philipina. Suku Ivatan menentukan arah mata angin yang bergantung pada kedudukan bintang dan arah angin. Sedangkan di Indonesia arah mata angin dimanfaatkan untuk menentukan waktu bercocok tanam, sarana pemujaan, dan sistem kalender.
“Guru dapat mengakomodasi 3 kegiatan kelas yakni siswa sekolah dapat berdiskusi mengenai struktur budaya mereka, mengintegrasikan diri dalam kegiatan budayanya, dan sadar memahami budayanya,” tambah Beni. (madina/sir)
Share It On: