www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id., SURABAYA–Membicarakan tentang kesenangan atau hobi memang tak ada habisnya, bahkan kadang ‘di luar nalar'. Orang rela membayar mahal demi hobi dan kesenangan. Sebut saja seperti tiket Coldplay yang harganya belasan juta hangus seketika.
Lalu, tiket konser Aldi Taher bertajuk "Tribute to Coldplay" yang harganya mencapai Rp.100 juta pun sold out. Tidak hanya konser, tiket pertandingan Timnas Indonesia vs Argentina pun menjadi sasaran perburuan masyarakat.
Berburu tiket pertandingan atau konser memang merupakan hal yang wajar, tetapi masalahnya banyak yang memaksakan keadaan sampai nekat menjual kendaraan, perabotan bahkan pinjol demi konser, demi pertandingan dan demi sang idola.
Terkait fenomena demam konser atau pertandingan ini, dosen Psikologi, UNESA, Riza Noviana Khoirunnisa S.Psi, M.Si., turut berkomentar.
Dia menilai bahwa menonton konser atau pertandingan dilakukan sebagai bentuk kebahagiaan atau pemuas diri sebagian orang. Menonton konser ini juga bisa dipahami sebagai bentuk dukungan terhadap sang idola.
Penonton sendiri ada yang fanatismenya tinggi ada yang tidak. Fanatisme ini bisa dibilang sebagai bentuk pengabdian yang luar biasa untuk segala sesuatu. Pengabdian tersebut terdiri dari gairah, keintiman, dan dedikasi yang luar biasa.
Self Reward
Sehingga hal tersebut bisa menjadi pendorong munculnya perasaan yang menyenangkan. Penonton konser yang memiliki sifat tersebut membeli tiket untuk memunculkan perasaan senang yang diinvestasikan berbagai makna, seperti cinta, rasa hormat, pengakuan, status sosial, serta perasaan yang membuat mereka selalu merasa dekat dengan sang idola.
Menurutnya, menonton konser sendiri bisa dibilang merupakan bentuk self reward bagi kebanyakan orang. Konser musik dapat mengurangi hormon stress dalam tubuh. Karena banyaknya aktivitas, seseorang butuh sesuatu untuk memunculkan perasaan bahagia.
“Karena pandemi yang baru saja terjadi, saat ini konser menjadi sebuah udara segar yang menarik seluruh antusiasme masyarakat,” ucap dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) itu.
Selain itu, menonton konser juga dapat menjadi sarana pengenalan terhadap diri sendiri. Dengan menonton konser, individu merasa menjadi lebih terhubung dengan orang lain. Baik itu berkenalan maupun berkomunikasi dengan orang lain ketika menonton konser. Berkenalan dengan orang baru saat menonton konser juga dapat menimbulkan dampak yang positif.
Tak Melulu Flexing
Riza tak memungkiri, ada juga masyarakat yang hanya ikut-ikutan untuk meningkatkan status sosial atau harga diri. Namun, tidak semua orang memiliki tujuan tersebut ketika akan menonton konser.
Tingkat kebahagiaan pengalaman seseorang akan meningkat karena menonton konser. Tingkat kebahagiaan seseorang pasti akan berbeda-beda.
Kebahagiaan disini dipandang sebagai hal positif yang membuat individu merasa berharga dan bermakna. Hal tersebutlah yang dirasakan oleh fans ketika menonton konser dan bernyanyi bersama dengan musisi idolanya.
"Pengalaman menonton konser secara langsung tidak dapat digantikan oleh apapun untuk sebagian orang. Terlebih ingatan menonton konser ini bahkan bisa terus tertanam di memori seseorang dalam jangka waktu yang lama dan menjadi kenangan manis”, tambahnya.
Meski begitu, menurut Riza Noviana, pembelian yang berlebihan ini berbahaya karena dapat memungkinkan masyarakat untuk melakukan hal yang irasional, seperti menjual barang-barang berharga, berhutang, menghabiskan seluruh tabungan, dan lainnya. Riza Noviana juga memberikan pesannya untuk masyarakat dalam menyikapi fenomena ini.
“Lebih realistis saja. Ketika kita mampu ya lakukan, tapi ketika tidak mampu, kita tidak perlu memaksakan diri untuk membeli sebuah tiket konser yang harganya mungkin hingga belasan juta. Kebahagian itu kita sendiri yang ciptakan dan terdapat banyak cara untuk bisa mendapatkannya, tidak hanya dengan menonton konser,” tutupnya. []
***
Penulis: Erza Angelia Putri
Editor: @zam Alasiah*
Foto oleh anna-m. w.: https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-orang-menikmati-konser-1047442/
Share It On: