Metode Kontekstual PMRI PELAJARAN matematika sering menjadi momok bagi para siswa. Mereka sudah keder sebelum benar-benar berhadapan dengan soal-soal hitungan yang membutuhkan kecepatan berpikir dan logika itu. Namun, kini semuanya dapat berubah. Matematika bisa dibuat menjadi pelajaran menyenangkan. Caranya? Hanya lain penyajian, tapi rasanya jauh berbeda. Matematika dimungkinkan tersaji dalam bentuk kontekstual berupa aktivitas. Tidak hanya tekstual yang melulu berkutat dengan rumus-rumus. Sejak 2000 lalu, metode belajar matematika kontekstual sudah hadir di Indonesia. Namanya Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Saat ini PMRI masih diajarkan kepada siswa SD dan baru 30 sekolah yang menerapkan metode pembelajaran asal Belanda tersebut. Di antaranya di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Jogjakarta, Medan, Padang, serta Palembang. Rata-rata di setiap kota itu baru ada satu hingga tiga sekolah yang menerapkan PMRI. Setiap tahun mereka menggelar dua lokakarya nasional untuk menularkan ilmu ini kepada guru-guru lain. ? ? ? ? ? Guru matematika cenderung membangun wibawa lewat susahnya matematika. Terkadang mereka main tunjuk. Siswa yang nakal langsung disuruh maju untuk mengerjakan soal,? ? ? ? ? ? kata Mega Teguh Budiarto, doktor matematika dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang baru dikukuhkan kamis lalu (16/11). Fenomena seperti itu, lanjut Mega, sangat tidak pantas dilakukan seorang guru. Sebab, dalam proses belajar mengajar peran guru sebenarnya sebagai kawan. Bukannya lawan. Belajar Berhitung Melalui Komik SALAH satu cara belajar matematika agar lebih menyenangkan kini tengah dikembangkan Muliyardi, doktor lulusan Pascasarjana Program Studi Matematika Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang baru dikukuhkan Kamis lalu (16/11). Pria asal Padang berusia 43 tahun tersebut mencoba model pembelajaran matematika dengan menggunakan komik kepada siswa SD kelas I. Inti belajar matematika lewat komik semata-mata bertujuan membuat siswa tertarik. ? ? ? ? ? Matematika itu harus dipelajari, tapi banyak yang tak suka. Sementara komik tak harus dipelajari, tapi banyak yang suka,? ? ? ? ? ? tutur Muliyardi. Dua fenomena yang bertolak belakang itulah yang kemudian dikawinkan staf pengajar yang mengabdi sejak 1963 tersebut. Pria yang juga penggemar kesenian itu menyajikan berbagai pertanyaan matematika dalam gambar. Dia menggambar sendiri komik tersebut. ? ? ? ? ? Dari cerita ini, anak-anak akan belajar bilangan. Saya berusaha maksimal memasukkan unsur bilangan dalam gambar,? ? ? ? ? ? jelasnya. Contohnya, ada sekelompok anak sedang bermain kelereng. Sang anak saling bertanya jumlah kelereng. Ada pula cerita seorang anak yang hendak bermain dengan latar belakang jam yang menunjukkan pukul tertentu. Salah satu pertanyaan yang bisa diajukan,? ? ? ? ? ? Jam berapa si A pergi bermain?? ? ? ? ? ? Dari cara-cara tersebut, Muliyardi berharap siswa lebih tertarik untuk belajar matematika secara menyenangkan. Saat ini, bapak dua anak tersebut tengah mengembangkan komiknya agar lebih sempurna. ? ? ? ? ? Saya usahakan semua pertanyaan tersaji di gambar,? ? ? ? ? ? katanya. Saat ini, komik bikinannya masih berupa perpaduan gambar dan deretan pertanyaan. Topangan Dalam proses pembelajaran matematika tentu saja sering kali siswa juga mengalami kesulitan dengan aktivitas belajarnya. Oleh karena itu, guru perlu memberikan bantuan/topangan kepada siswa dalam pembelajaran matematika. Seperti diungkapkan oleh Susento, dosen Sanata Dharma Yogyakarta dalam disertasi yang berjudul ? ? ? ? ? mekanisme interaksi antara pengalaman Kultural-Matematis, Proses Kognitif dan Topangan dalam proses reinvensi Terbimbing? ? ? ? ? ? Susento bersama Hartanto Sunardi dari Universitas PGRI Adi Buana Surabaya dengan disertasi ? ? ? ? ? Pengembangan Taksonomi Solo menjadi Taksonomi solo Plus? ? ? ? ? ? dalam ujian doktor pada program pascasarjana Universitas Negeri Surabaya (Unesa) hari Rabu (15/11). Susento menjelaskan pemberian topangan memungkinkan siswa memecahkan masalah, melaksanakan tugas atau mencapai sasaran yang tidak mungkin diusahakan siswa sendiri. Topangan merupakan semua strategi yang digunakan guru dalam membantu usaha belajar siswa melalui campur tangan yang bersifat memberi dukungan; bentuknya bisa berbagai macam, tetapi semuanya bertujuan untuk memastikan agar siswa mencapai sasaran yang berapa di luar jangkauannya. Topangan yang bisa diberikan guru, misalnya, pemberian petunjuk kecil, pemberian model prosedur penyelesaian tugas, pemberitahuan tentang kekeliruan dalam langkah pengerjaan soal, mengarahkan siswa pada informasi tertentu, menawarkan sudut pandang lain dan usaha menjaga agar rasa frustrasi siswa terhadap tugas tetap berada pada tingkat yang masih dapat ditanggung. Topangan menjadi penanda interaksi sosial antara siswa dan guru yang mendahului terjadinya internalisasi pengetahuan, keterampilan, dan disposisi, dan menjadi alat pembelajaran yang dapat mengurangi keambiguan sehingga meningkatkan kesempatan siswa mengalami perkembangan. (Djo)