Sertifikasi berasal dari bahasa Inggris, certificate yang artinya suatu pernyataan tentang kualifikasi seseorang atau barang. Dalam hal ini, sertifikat pendidik adalah suatu pernyataan yang menunjukkan seseorang benar-benar memiliki kualifikasi seorang pendidik. Dikaitkan dengan ketentuan pasal 8 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang karakteristik guru profesional, didapatkan arti bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani, dan rohani, serta memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sepintas rumusan pasal 8 tersebut menunjukkan seolah-olah kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik merupakan tiga hal yang terpisah. Padahal pada hakikatnya, kualifikasi akademik merupakan kondisi dapat dikuasainya kompetensi profesional, sedangkan sertifikat pendidik adalah pernyataan resmi tentang telah dikuasainya kualifikasi akademik dan kompetensi tersebut, dan ketiganya akan dipenuhi bila seorang guru sehat jasmani dan rohani. Dalam kaitannya dengan sertifikat pendidik, pertanyaan yang perlu diajukan adalah manakah kualifikasi akademik dan kompetensi yang harus dinilai dan diuji dari calon guru profesional? Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita harus menyadari bahwa kompetensi guru yang diharapkan dapat dikuasai meliputi (a) kompetensi pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi sosial, (d) kompetensi profesional. Selain itu, bila kita mengamati proses pembelajaran, guru berperan sebagai penentu kualitas proses pembelajaran. Karena itu dalam tugasnya sebagai pendidik, guru profesional harus melakukan (1) perencanaan program pembelajaran, (2) mengelola proses pembelajaran, (3) menilai proses dan hasil pembelajaran, (4) mendiagnosis masalah yang dihadapi peserta didik, (5) terus memperbaiki program pembelajaran selanjutnya. Berdasarkan teori tersebut, tampak bahwa kualifikasi akademik tidak termasuk dalam wilayah yang harus diuji dan dinilai untuk memperoleh sertifikat pendidik karena kualifikasi itu telah dinilai oleh lembaga pendidikan tempat tenaga pendidik itu berasal. Dengan kata lain, kualifikasi akademik adalah prasyarat bagi guru untuk memperoleh sertifikat pendidik, yaitu S1 atau D4. Sekarang yang harus dijawab adalah manakah di antara kompetensi (pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional) dan kemampuan kinerja guru (merencanakan, mengelola pelaksanaan, menilai proses dan hasil, mendiagnosis kesulitan belajar, dan merevisi program pembelajaran) yang harus dinilai dan diuji? Jawabannya bukan memilih satu di antara dua hal tersebut karena satu sama lain saling terkait. Dengan tetap mengusai empat kompetensi sebagai sumber tolok ukur penilaian dan pengujian sertifikasi pendidikan, maka perlu menjadikan kemampuan (1) merencana program pembelajaran, (2) mengelola proses pembelajaran, (3) menilai proses dan hasil pembelajaran, (4) mendiagnosis masalah yang dihadapi peserta didik, (5) terus memperbaiki program pembelajaran selanjutnya sebagai wilayah yang dijadikan objek penilaian bagi guru untuk memperoleh sertifikat. Menilai bahwa kemampuan profesional telah sepenuhnya dikuasai guru tidak dapat disamakan dengan penilaian kemampuan akademik yang memiliki derajat A (excellent), B (baik), C (cukup), D dan E (tidak lulus). Dalam dunia profesional, penilaiannya hanya ada dua: sudah menguasai kemampuan secara sempurna atau belum. Di Jerman, guru baru memperoleh sertifikat sebagai guru setelah berpraktik selama 18 bulan setelah lulus pendidikan guru dan setelah dinilai memenuhi syarat. Dalam dunia kedokteran pun demikian, calon dokter akan diwisuda sebagai dokter setelah mengikuti program Co-As sekurang-kurangnya dua tahun di rumah sakit. Karena itu, proses penilaian kemampuan profesional guru dilakukan pada saat calon pemegang sertifikat pendidik melakukan tugas sebagai guru atau asisten guru di kelas selama satu sampai dua semester. Nah, selama satu sampai dua semester itu pulalah kemampuan calon guru dalam merencanakan, mengelola, menilai, mendiagnosis kesulitan belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan diagnosis untuk membantu peserta didik serta menyempurnakan program pembelajaran terus dinilai. Mari kita mengamati bagaimana profesi lain melakukan proses sertifikasi. Di dunia kedokteran, yang memberikan predikat atau sertifikat pendidik atau sertifikat sarjana kedokteran menjadi dokter adalah fakultas kedokteran. Di dunia peradilan, fakultas hukum, masyarakat ahli, dan praktisi hukum juga memegang peranan utama dalam proses menjadikan sarjana hukum dapat menjadi notaris, pengacara, atau hakim. Amerika Serikat yang sejak 1950-an mendudukkan guru sebagai jabatan profesional, memberikan kewenangan dalam sertifikasi guru kepada school of education atau teacher college. Belajar dari pengalaman profesi lain dan dari negara lain dalam profesi guru, maka tidak salah bahwa universitas berbasis LPTK berwenang menilai atau menguji guru dalam memperoleh sertifikat pendidik. Karena itu, setiap LPTK yang melakukan proses sertifikasi perlu memiliki dan/atau memilih (1) sekolah-sekolah yang dijadikan tempat calon guru profesional berpraktik sebagai guru, (2) memilih guru-guru profesional sebagai tenaga pengajar luar biasa LPTK sebagai satu tim yang terus-menerus melakukan pengamatan dan penilaian terhadap kinerja calon guru profesional, dan (3) membentuk tim dosen multidisiplin (ahli teori pendidikan, teori belajar, ahli hukum, teknologi pendidikan, bidang studi yang relevan) yang terus memonitor dan bekerja sama dengan para guru dosen luar biasa di sekolah. [bayu_humas]