Kiri—kanan: Kholida Ulfi Mubaroka sebagai moderator; Mutimmatul Faidah, guru besar dan Direktur PPIS UNESA; Muhammad Turhan Yani, guru besar dan Kepala LPPM UNESA; dan Yusuf Hanafi guru besar ilmu agama Islam Universitas Negeri Malang (UM) sebagai narasumber.
Unesa.ac.id. SURABAYA—Sesuai dengan moto growing with character, Universitas Negeri Surabaya (UNESA) sadar betul bahwa generasi unggul untuk Indonesia emas tidak hanya yang memiliki kecerdasan dan kompetensi, tetapi juga karakter yang berbasis nilai agama dan kebangsaan (moderat) yang kuat.
Atas dasar itulah, kampus 'Rumah Para Juara' melalui Griya Moderasi Beragama dan Bela Negara bersama Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis (PPIS) UNESA, dan tim dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) UNESA menyelenggarakan seminar pendidikan moderasi beragama.
Kegiatan ini berlangsung di Auditorium Gedung U1, Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan (FIKK) UNESA Kampus 2 Lidah Wetan, pada Kamis, 12 Desember 2024. Tema yang diusung yaitu "Membangun Generasi Cerdas, Toleransi, Antikekerasan, dan Beradab di Kampus."
Dalam sesi pembukaan dan sambutan, Madlazim, Wakil Rektor 1 Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni UNESA menekankan bahaya laten pengaruh ajaran yang mengancam keutuhan NKRI. Ajaran tersebut bisa mendoktrin anak-anak muda hanya dalam obrolan singkat.
Karena itu, dia berharap kegiatan ini menjadi wujud kesyukuran dan kreasi dalam irama yang padu-padan mewujudkan Indonesia harmoni tanpa disintegrasi. Harapannya, ribuan mahasiswa dan dosen peserta seminar dapat menjadi generasi yang cerdas, toleran, antikekerasan, dan berada.
Kegiatan ini dikemas dalam dua rangkaian yaitu seminar yang diikuti mahasiswa dan FGD seputar pendidikan moderasi agama oleh pengajar Pendidikan Agama Islam (PAI).
"Cerdas tidak hanya aspek intelektual, spiritual, dan emosional, tetapi juga perlu kecerdasan digital. Itulah yang diupayakan UNESA melalui komitmennya terhadap program dan kegiatan pendidikan moderasi beragama dan penguatan ideologi Pancasila, termasuk yang dilakukan hari ini," ucapnya.
Pada sesi materi yang dipandu Kholida Ulfi Mubaroka sebagai moderator, Yusuf Hanafi guru besar ilmu agama Islam Universitas Negeri Malang (UM) menjelaskan mengenai implementasi moderasi beragama dalam pelaksanaan tridarma perguruan tinggi, yang bisa dilakukan melalui insersi (menyisipkan intisari) nilai karakter ke dalam kurikulum.
Ada empat model insersi nilai karakter dalam konsep ini, yaitu penerapan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran, insersi nilai karakter pada mata pelajaran yang relevan, internalisasi nilai karakter melalui indirect teaching atau hidden curriculum, dan integrasi nilai karakter melalui budaya kampus.
Sementara itu, pada sesi berikutnya, Muhammad Turhan Yani, guru besar sekaligus Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNESA menyampaikan seputar muatan wawasan moderasi beragama.
Dia menekankan bahwa agama hadir untuk mewujudkan perdamaian, pun Indonesia hadir sebagai negara damai (darussalam). Karena itu, kewajiban umat beragama dan warga negara adalah menjaga-merawat persatuan dan kesatuan.
Wakil Rektor Bidang 1 UNESA memberikan cinderamata sebagai penghargaan kepada narasumber Seminar Pendidikan Moderasi Beragama.
Dia menekankan pentingnya penganut agama memahami ajaran agamanya, perlu penguatan keilmuan, meningkatkan amaliah keilmuan, memperkuat spiritual dan kepribadian, dan mengembangkan kehidupan sosial yang harmonis (learning to live together).
"Kita harus saling bertanggung jawab untuk mewujudkan hidup dengan kasih sayang dan damai. Karena itu wujud ajaran universal agama, Islam yang rahmatan lil'alamin," ajaknya.
Pada sesi berikutnya, Mutimmatul Faidah, guru besar dan Direktur PPIS UNESA menyampaikan strategi atau cara mewujudkan generasi yang cerdas, toleran, antikekerasan dan beradab.
Dia menegaskan kepada mahasiswa agar tidak terjebak dalam spektrum pemahaman yang terlalu kiri ke arah liberal dan terlalu kanan juga larinya radikal. Dua-duanya tidak baik, karena itu perlunya pemahaman yang moderat.
Ada beberapa indikator pemikiran radikal, yaitu anti-NKRI ketika berkaitan dengan relasi antara agama dan negara, intoleran dalam konteks relasi antara umat beragama, dan mudah mengkafirkan pandangan berbeda dalam konteks relasi antarpemeluk agama.
Pun ada indikator pemahaman liberal menurutnya yang terdiri dari tiga aspek, yaitu sekuler ketika berkaitan dengan relasi agama dan negara, kebebasan dalam berelasi dan berhubungan, dan bebas masuk dan keluar keyakinan atau kepercayaan seperti yang terjadi sebagian masyarakat barat.
"Moto UNESA itu growing with character, karena itu jangan coba-coba atau masuk ke dunia pergaulan bebas, jangan LGBT, jadilah lelaki dan perempuan tulen, jangan radikal, dan jangan liberal," tandasnya.[*]
***
Reporter: Tarisa Adistia (FBS)
Editor: @zam*
Foto: Tim HUMAS UNESA
Share It On: