SURABAYA - Universitas Negeri Surabaya (Unesa) selaku Koordinator SNMPTN Regional Surabaya meluruskan pemberlakuan persentase akreditasi SMA/SMK/MA untuk SNMPTN 2016 yang akhir-akhir ini dikaitkan dengan isu "black list" sekolah tertentu atau adanya kuota untuk setiap sekolah yang diterima PTN. Bertempat di ruang rapat rektorat kampus Ketintang Surabaya, Rektor Unesa Prof Warsono mengemukakan, "Tahun ini, SNPMTN memang ada perubahan yakni kuota SNMPTN berkurang dari 50 persen menjadi 40 persen, lalu persyaratan berbasis persentase akreditasi sekolah," ujar mantan PD 3 Unesa Surabaya, Selasa (26/1). Didampingi Wakil Rektor 1 Unesa Yuni Sri Rahayu dalam Konperensi Pers tentang SNMPTN 2016, ia menjelaskan akreditasi sekolah yang diberlakukan yakni akreditasi A 75 persen terbaik di sekolahnya, akreditasi B 50 persen terbaik di sekolahnya, akreditasi C 20 persen terbaik di sekolahnya, dan akreditasi lainnya 10 persen terbaik. "Itu bukan berarti kami melakukan black list terhadap sekolah tertentu, atau kami menerapkan kuota tertentu pada setiap sekolah, namun SNMPTN memang berbeda dengan SBMPTN, karena SNMPTN itu murni administratif dan SBMPTN itu berdasarkan tes (ujian tulis)," katanya. Karena murni administratif itu, kata Guru Besar PPKN itu, PTN selaku penyelenggara SNMPTN memiliki pengalaman bahwa sekolah berakreditasi A memang paling banyak terserap, lalu disusul akreditasi B, C, dan seterusnya. "Bisa saja ikut (mendaftar) semuanya, tapi akan percuma, karena mereka akan sulit terserap. Selain itu, urusan administrasi akan menjadi beban kami, padahal masih banyak urusan kepanitiaan lainnya," katanya. Selain itu, pihaknya juga tidak akan diskriminatif, karena pihaknya akan melakukan kompetisi antarsiswa dalam sekolah sama (kompetisi siswa sesama akreditasi A, sesama B, C, dan lainnya), lalu hasilnya pun akan dilakukan kompetisi antarsekolah dalam sekolah berbeda (akreditasi A 75 persen dikompetisikan dengan B, C, dan lainnya). "Semua itu karena kuota universitas yang terbatas, sehingga peringkat terbawah akan sulit diserap, jadi bukan karena kami membedakan siswa atau sekolah dengan lainnya, tapi karena faktanya yang memang begitu," katanya. Dalam konperensi pers yang juga dihadiri Kepala Humas Unesa Prof Suyatno itu, ia menegaskan bahwa isu yang tidak benar itu sebaiknya tidak dipercaya, karena PTN se-Indonesia tidak pernah bersikap serendah itu. "Mikir saja tidak, apalagi bersikap seperti itu," katanya. Menurut dia, bila ada sekolah (SMA/SMK/MA) yang tidak masuk dalam daftar siswa yang diterima di PTN, maka hal itu merupakan kompetisi yang bersifat alami dan secara otomatis akan tersaring dalam "pemilihan" yang berjalan secara "computerized". "Kalau ada yang tergusur, ya itu karena sistem yang otomatis, atau karena memang regulasi membatasi seseorang akibat keterbatasan kapasitas universitas yang ada, jadi bukan karena diskriminasi atau apa," katanya. Selain kuota SNMPTN yang hanya 40 persen dan seleksi berbasis akreditasi sekolah, Prof Warsono menyebut perubahan kebijakan SNMPTN untuk tahun ini yakni kuota Jalur Mandiri yang meningkat dari 20 persen menjadi 30 persen. "Kalau kuota untuk SBMPTN (jalur ujian tulis) masih tetap 30 persen. Tapi ada perubahan lain terkait jalur Bidik Misi yang tahun ini ada pada semua jalur, yakni SNMPTN, SBMPTN, dan Jalur Mandiri. Tahun lalu, Bidik Misi tidak bisa melalui jalur Mandiri, tapi tahun ini memungkinkan bila Bidik Misi pada jalur SNMPTN dan SBMPTN belum terpenuhi," katanya. [arm]