Semakin banyak siswa yang lulus SPMB menjadi bukti keberhasilan sebuah sekolah. Hal itu ditegaskan pakar pendidikan dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Dr H Haris Supratno. "Itu salah satu indikator bahwa sekolah tersebut berhasil mendidik anak-anaknya dalam pengembangan kognitif," kata Haris. Diungkapkan Haris, ujian SPMB merupakan ajang yang berat. Soal-soalnya pun terbilang sulit karena didesain sedemikian rupa untuk mencari siswa berkualitas sehingga dapat menjadi bibit unggul. "Materi soal tidak diambilkan dari pelajaran sehari-hari di sekolah," katanya. Berbeda dengan materi soal dalam ujian nasional alias unas. Karena itu, sekolah harus menyesuaikan materi dalam mata pelajaran dengan materi yang diujikan di SPMB. Hal itu memang tidak mudah dilakukan karena ada kendala yang cukup berarti. Di antaranya kurikulum materi yang diterapkan di sekolah berbeda dengan materi yang disajikan dalam SPMB. Kondisi itulah yang "memaksa" siswa mengikuti bimbingan belajar (bimbel). "Di bimbel pembelajarannya fokus," kata Haris. Siswa benar-benar disiapkan dengan materi khusus untuk menghadapi SPMB. Sekitar empat bulan mereka secara intensif diberi soal-soal latihan SPMB yang biasanya berpijak dari soal tahun sebelumnya. "Jadi, tidak mengherankan bila bimbel selalu memasang pengumuman tentang keberhasilan siswa bimbingannya yang masuk PTN. Sebab, sistem pembelajarannya intensif dan fokus," ujarnya. Namun, tidak semua siswa yang ingin sukses di PTN harus masuk bimbel. Mereka bisa belajar mandiri di rumah. "Anak cerdas tentu bisa menyelesaikan soal ujian SPMB meski tidak ikut bimbel," ucap Haris. Selain di rumah, mereka bisa belajar di sekolah. Di sinilah peran sekolah diperlukan untuk membantu para siswa yang ingin melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Sekolah harus mampu memberikan alternatif bagi siswa untuk bisa belajar layaknya di bimbel. Misalnya, dengan metode pembelajaran yang memfokuskan pada soal-soal SPMB. "Itu dapat dilakukan setelah siswa menjalani unas," kata Haris. (may) Sumber : www.jawapos.com