www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA-Angka kekerasan seksual masih tinggi di Indonesia. Data yang dikeluarkan Komnas Perempuan pada Oktober 2022, jumlah kekerasan seksual mencapai 4.322 kasus. Terkait kasus tersebut, Nanda Audia Vrisaba, M.Psi., dosen psikologi Universitas Negeri Surabaya (UNESA) membeberkan bagaimana para predator seksual mencari dan mendapatkan mangsa.
Menurutnya, istilah predator seksual mengarah pada seseorang yang melakukan kontak seksual secara agresif atau kasar layaknya pemangsa. Istilah predator juga merujuk pada pemangsa yang mencari korbannya dengan melakukan manipulasi.
“Biasanya predator itu lebih tinggi daripada korban dan mereka memilih mangsa yang ibaratnya powerless atau bahkan lemah dan itu akan lebih mudah yang nanti akan menjadi mangsanya,” ujarnya.
Nanda mengungkap seseorang yang menjadi predator tidak menutup kemungkinan pada gender tertentu. Menurutnya, jumlah pelaku akan didominasi laki-laki sekitar 80-90% dan sisanya perempuan yang juga bisa menjadi seorang predator seksual. “Secara psikologis predator itu disebabkan banyak atau multiple-factor,” ungkapnya.
Biasanya, seorang predator seksual tidak memiliki cukup kepercayaan diri terhadap dirinya sendiri sehingga dengan dia melakukan perilaku menyimpang akan merasa lebih berkuasa dari korbannya. Pelaku juga kurang memiliki norma perilaku dan agama yang menjadikan mereka kurang bisa mengontrol diri secara internal.
“Tontonan pornografi yang memiliki fantasi tersendiri akan memancing rasa penasaran, apalagi mengakses internet itu sangat mudah sekali sekarang yang tentunya bikin para predator ini semakin menjadi-jadi,” terangnya.
Peran Orang Tua
Terkait kasus kekerasan seksual pada anak, dosen psikologi itu menyindir peran dan kurangnya kontrol orang tua. Pendidikan seks masih dianggap tabu sehingga mendorong anak untuk mencari tahu sendiri terkait hal yang berbau dengan seksual. Selain itu, penyampaian edukasi seks harus menyesuaikan dengan usia anak.
“Orang tua dapat memberitahu bagian-bagian private yang tidak boleh orang pegang, dan kalau misalnya ada orang yang bertindak seperti demikian coba untuk mencari pertolongan orang sekitar dan paling penting jangan biasakan anak untuk tidak memakai baju saat di lingkungan luar,” tandasnya.
Dia menyayangkan pada korban kekerasan seksual yang tidak berani menyuarakan apa yang terjadi. Pada lingkungan kampus, UNESA sendiri juga memiliki Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) sebagai fasilitas apabila ada perilaku yang menyimpang, sehingga korban merasa aman saat menyuarakan tindakan itu.
Edukasi pencegahan juga perlu ditingkatkan untuk meminimalisir kekerasan seksual terutama di dalam kampus. Salah satu langkah pencegahan PPKS UNESA yaitu mengadakan program Rancang alis Rabu Berbincang yang rutin siaran lewat Instagram. Dalam program inilah, Nanda mengupas tuntas perihal predator dan faktor-faktornya tersebut. []
***
Penulis: M. Dian Purnama
Editor: @zam Alasiah*
Foto by Freepik (https://www.freepik.com/free-vector/woman-being-harassed-by-man-gender-violence-illustration_9260524.htm#query=sexual%20harassment&position=1&from_view=keyword&track=ais)
Share It On: