Wakil Rektor Bidang III UNESA menyampaikan sejumlah penguatan dalam agenda Refreshing Pembelajaran Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK).
Unesa.ac..id, SURABAYA—Direktorat Transformasi Pendidikan dan Teknologi Pembelajaran (DTPTP) Universitas Negeri Surabaya (UNESA) gelar Refreshing Pembelajaran Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) untuk meningkatkan implementasinya di semester gasal 2024/2025 pada Rabu, 14 Agustus 2024 di Gedung Rektorat, Kampus 2 Lidah Wetan.
Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, Pemeringkatan, Publikasi, dan Science Center, Bambang Sigit Widodo mengatakan bahwa pesatnya perkembangan teknologi membuat pendidik di perguruan tinggi harus terus beradaptasi dalam kegiatan pembelajaran di perkuliahan.
Secanggih apapun teknologi di suatu zaman, tambahnya, jika model pengajaran yang dilakukan dosen biasa-biasa saja atau standard bukan tidak mungkin kita akan tertinggal oleh kampus-kampus lain yang lebih aktif dan adaptif.
“Jika model pengajarannya hanya sekedar memindahkan ceramah-ceramah di kelas offline ke kelas online, ya sama saja hasilnya, tidak ada yang berubah,” jelasnya.
Maka dalam mengajar, dosen diharuskan untuk aktif mempelajari IT dengan sebaik-baiknya agar dapat meningkatkan karakter dan mutu mahasiswa. Selain itu menurutnya para dosen harus menyesuaikan gaya mengajar terhadap mahasiswa kekinian yang didominasi oleh GenZ, hal ini bisa didapatkan melalui implementasi dan peningkatan MKWK.
Selaras dengan hal tersebut, Kasubdit Pembelajaran Direktorat Belmawa Kemendikbudristek, Dewi Wulandari menyampaikan bahwa Mata Kuliah Wajib Kurikulum haruslah berasas pada empat poin utama.
Yang pertama adalah agama, dimana mahasiswa dicetak sebagai insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, memiliki akhlak mulia dan menghargai perbedaan. Kedua adalah pancasila, dimana dosen dapat memberikan pemahaman dan penghayatan kepada mahasiswa seputar ideologi bangsa Indonesia.
Pimpinan UNESA bersama jajaran Direktorat Transformasi Pendidikan dan Teknologi Pembelajaran (DTPTP).
Kemudian yang ketiga adalah kewarganegaraan, dalam hal ini dosen memberi pemahaman kepada mahasiswa mengenai pancasila, UUD NKRI 1945 dan Bhineka Tunggal Ika. Bersamaan dengan itu, dosen juga harus hadir secara nyata dalam implementasinya untuk membentuk mahasiswa yang memiliki rasa kebanggan dan cinta tanah air.
Lalu yang keempat adalah bahasa Indonesia, pada poin ini dosen dituntut agar dapat menjadikan mahasiswa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dari segi tutur kata maupun tulisan.
“Dari keempat poin itu dalam implementasi MKWK dapat kita sisipkan tentang nilai-nilai kearifan lokal, bahaya narkoba, dekadensi moral, bela negara, peka kelestarian lingkungan, radikalisme, serta kesadaran pajak dan pencegahan korupsi,” ucapnya.
Menyambung penjelasan tersebut, reviewer Kemendikbudristek, Epin Saepudin menyampaikan bahwa keempat poin tersebut bersifat saling menunjang dan mendukung serta dilaksanakan secara mandiri serta berfungsi untuk membentuk watak dan keadaban mahasiswa yang bermartabat.
Di sisi lain, MKWK perlu diimplementasikan melalui berbagai metode, salah satunya lewat Project Based Learning. Metode ini menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata, serta menanamkan kolaborasi dan kerjasama tim.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa pembelajaran berbasis proyek kini menjadi metode pembelajaran yang menuntut keaktifan mahasiswa. Artinya, siswa harus aktif dalam mengidentifikasi masalah dan menjawab pertanyaan-pertanyaan. Sementara guru lebih berperan sebagai fasilitator. (*)
Reporter: Putri Ayu Fatmawati (internship), dan Saputra (FBS)
Editor: @zam*
Foto: Tim HUMAS UNESA
Share It On: