www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id – Surabaya, Jurusan Pendidikan Sejarah FISH yang telah mendapatkan akreditasi A terus meningkatkan lingkungan akademik yang baik untuk mahasiswa maupun dosen, salah satu caranya yakni dengan mengadakan diskusi ilmiah. Acara yang dilaksanakan di Aula Srikandi FISH Unesa (22/03), mengangkat tema Living Heritage and World Culture Activity. Drs. Hanan Pamungkas, MA, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah mengatakan bahwa acara ini merupakan kelanjutan dari dua acara sebelumnya yang membahas tentang sejarah perkembangan gapura bentar yang disampaikan oleh Prof. Dr. Aminuddin Kasdi, M.S., dan bedah buku “Publik Histori: Sebuah Panduan Praktis” yang diulas oleh Adrian Perkasa dan Henri Nurcahyo beberapa waktu yang lalu.
Dalam sambutannya Hanan menambahkan bahwa mahasiswa perlu dibekali ilmu-ilmu yang lebih dari porsi kesehariannya. Seperti pada diskusi ilmiah kali ini yang mendatangkan Dr. Akiko Nozawa, Ph.D dari Nagoya University Jepang terkait persoalan-persoal kebudayaan di dunia.
“Jadi untuk mahasiswa yang menempuh Sejarah Kebudayaan Indonesi (SKI) atau Sejarah Kebudayaan Dunia (SKD) sudah seharusnya mengikuti forum diskusi seperti ini,” ujar Hanan.
Ini bukan kali pertama Akiko ke Indonesia, lulusan S-3 Nagoya University (Jepang) dan University of Michigan (USA) tersebut mengaku bahwa ketertarikannya kepada kebudayaan Indonesia seperti di Bali berawal ketika ia jalan-jalan ke Indonesia pada 1993. “Saya tertarik dengan Budaya Indonesia, jadi saya sering bolak-balik Jepang-Indonesia untuk belajar bahasa dan seni seperti tari, musik, dan upacara-upacara sampai sekarang” ujar Akiko dengan menggunakan Bahasa Indonesia walaupun masih terbata-bata .
Nasution, M.Hum., M.Ed., Ph.D., yang merupakan lulusan S-3 dari Hyogo University (Jepang) menjadi moderator sekaligus translator (penerjemah) dalam diskusi yang mengulas topik tentang konsep baru living heritage (warisan budaya hidup, seperti Candi Borobudur, angklung, dan wayang) dan contoh-contoh kegiatan budaya di masyarakat lokal (Bali/Indonesia, Jepang, dan Amerika).
Akiko menyampaikan bahwa “Living Heritage “berdasar pikiran terbuka, bukan konsep sekedar konservatif cuma untuk menjaga peninggalan masa lalu atau untuk bangsa sendiri saja. “Kalau Kita dapat menghidupkan budaya tradisional untuk kebutuhan realitas masyarakat, perilaku itu akan memberikan baik kepada masa depan dan kedamain dunia,” jelas Akiko. (Inayah/why)
Share It On: