SURABAYA - Pembantu Dekan III Unesa, Dr. Ketut M.S memandang pentingnya Unesa dalam menjalin sinergi dalam memenangi persaingan di Era MEA. Menurutnya, bersinergi, berarti bekerja sama dengan siapa saja untuk mencapai tujuan tertentu. Ketut memaparkan bahwa status Unesa adalah sebagai Badan Layanan Umum (BLU) sehingga sinergi itu harus dicari, diupayakan dan digarap betul untuk menuju arah pengembangan perguruan tinggi yang bermutu. "Sinergi dengan lembaga-lembaga baik dari pemerintahan maupun swasta dapat membantu di bidang keuangan karena modal, sumber dana kegiatan, tidak bisa jika hanya mengandalkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dari mahasiswa," ujarnya. Unesa, menurut Ketut sudah kerap melakukan sinergitas dengan dunia luar. Ia mencontohkan beberapa Kabupaten dan Kota di Jawa Timur yang mempercayakan guru-gurunya untuk melanjutkan studi di Program Pasca Sarjana (PPs) Unesa, merupakan salah satu bentuk sinergi yang dilakukan Unesa dengan pihak luar. Tidak hanya itu, di tingkat Kementerian Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Unesa juga dipercaya menyelenggarakan program beasiswa untuk guru-guru berprestasi. Selain itu, kerja sama dengan Dinas Kota, Provinsi dan Kementerian, Program Indonesia Mengajar serta SM3T merupakan upaya-upaya yang dilakukan Unesa untuk bersinergi dengan pihak pemerintahan. Selain dengan pihak pemerintahan, sinergi juga dilakukan dengan pihak swasta. Salah satu bentuk sinergi tersebut dituangkan dalam bentuk pemberian beasiswa kepada mahasiswa. "Untuk melakukan sinergi dengan pihak luar baik pemerintahan maupun swasta syaratnya kita harus berkualitas, dan inilah kaitannya dengan daya saing jadi kita harus mampu bersaing," ujar mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) tersebut. Berbicara mengenai daya saing, Ketut menjelaskan bahwa daya saing erat kaitannya dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Ia juga memparkan bahwa saat ini Unesa tidak hanya mencetak guru, tetapi juga mencetak non guru. Menyambut MEA yang semakin dekat, Unesa perlu dibenahi secara intern. "Kompetitor itu jelas ada, yang terpenting kita harus mempersiapkan diri. Jika tidak kita hanya menjadi penonton saja", tambahnya. Bekerja sama dengan Badan Sertifikasi, Unesa ingin membekali lulusannya dengan sertifikasi-sertifikasi sesuai dengan kompetensi dan keahlian di bidangnya. "Selain jadi guru, kita memberi fasilitas sertifikasi di bidang non guru. Kita ingin nantinya alumni Unesa memiliki senjata yang lebih banyak karena tantangan ke depan kompetisi itu akan dimenangkan oleh orang-orang yang leading. Kita tidak bisa melihat lawan kita lemah atau kuat kalau kita tidak pernah bersaing" ujar Ketut. Tahun 1988, dimana IKIP Surabaya dikonversi menjadi Universitas, bidang yang dikembangkan bukan lagi hanya pendidikan melainkan juga nonpendidikan. Angan-angan pola ilmiah pokok yang ingin dikembangkan saat itu adalah mencetak guru yang ilmuan. Maksudnya, selain fokus ke apa yang diajarkan juga fokus ke bagaimana cara mengajar. Adanya bidang-bidang nonpendidikan diharapkan dapat menopang bidang-bidang pendidikan. Jika melihat perjalanannya, usia 51 tahun ini lebih tepat diperuntukkan bagi bidang-bidang pendidikan sedangkan bidang nonpendidikan belum, apalagi yang baru-baru bermunculan. Ketut berharap ke depan ada pembenahan seperti kurikulum, aturan-aturan mengenai peningkatan kerja sama, dan mensinergikan baik internal maupun eksternal. "Wibawa dan gengsi suatu Universitas itu bisa dilihat dari alumninya, dimana keitika alumni tersebut bisa menjadi orang nomor satu di masing-masing bidangnya," pungkas Ketut. (Ulil)