www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA-Fakultas Bahasa dan Seni UNESA menggelar International Conference on Language and Culture (ICLC) pada Sabtu, (23/10/21). Konferensi ini mengangkat tema “Strengthening Language, Literature, and Art in Digital Era” dengan menghadirkan empat narasumber.
Empat narasumber yang dimaksud, yaitu, 1) Clive David Hilton, BA (Hons), MA (RCA) SFHEA Department of Industrial Design, United Kingdom yang membawakan materi seputar desain. 2) Marcus Schobel yang merupakan Dosen di Prodi Sastra Jerman UNPAD yang memaparkan materi tentang bahasa. 3) Dr. Ali Mustofa, S.S., M.Pd., Dosen UNESA yang menjelaskaan seputar literatur. Dan, 4) Dr. Felicia Nuradi, Pakar Bahasa Indonesia yang juga membawakan materi tentang bahasa.
Marcus Schobel menjelaskan bahwa banyak pelajar Indonesia berjurusan Bahasa Jerman sedang berjuang untuk berbicara bahasa Jerman. “Selama proses belajar, bahasanya tetap aneh, khususnya bentuk lisan. Ketika berbicara, siswa melihat teks tertulis di buku atau layar untuk mencari orientasi dan pijakan. Tanpa itu, banyak yang hilang,” tuturnya.
Terdapat penyebab bahasa Jerman sehingga dianggap aneh di kalangan pelajar Indonesia yakni dikarenakan ortografi dan fonologi Jerman serta dialeknya. Ortografi Jerman yang diatur dengan sangat ketat, begitupun dengan fonologi. Dialek orang Jerman saat berbicara berbeda-beda. Maka yang bisa dilakukan dalam memudahkan untuk dapat berbahasa Jerman yakni dengan melakukan kegiatan-kegiatan seperti ini.
Pertama, kursus dengan belajar berbicara ke pembicara asli orang Jerman. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui dialek atau bahasa sehari-hari orang Jerman. Serta dari buku-buku kursus Netzwerk yang di dalamnya terdapat kosa kata dan tata bahasanya . “Ini dilakukan untuk meningkatkan otonomi pembelajar dalam bahasa Jerman dan membiasakan bahasa yang baik,” terangnya.
Kedua, memahami dan menerapkan konsep-konsep fonologis tanpa mengubah lidah dengan konsep fonetik ditambah phonology. Dari bahasa Jerman yang menyenangkan untuk berbicara kemudian menirunya dari waktu ke waktu dan tata bahasa yang digunakan.
Ketiga, menyediakan konseling mengenai strategi pembelajaran bahasa dengan memperlihatkan kepada siswa teknik-teknik bermanfaat sejak dini. “Buatlah kosa kata yang tepat dan gunakan dalam percakapan serta jangan terlalu takut akan kesalahan tata bahasa,” tuturnya.
Selain itu, menghimbau siswa untuk mengembangkan cinta akan bahasa Jerman dengan mengubah keanehan menjadi keakraban. Seorang guru bahasa Jerman sebagai guru bahasa asing juga perlu mencari strategi yang tepat untuk membelajarkan siswa atau mahasiswanya, paling penting bagaimana cara meningkatkan rasa cinta terhadap bahasa yang dipelajari itu. (Madina/zam*)
Share It On: