www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA-Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menyelenggarakan seminar nasional dengan tema “Tantangan dan Signifikansi Pemberdayaan Masyarakat Indonesia untuk Menjaga Martabat Bangsa” pada Rabu, 13 September 2021. Acara tersebut dilaksanakan secara daring dengan menghadirkan tiga narasumber, yaitu Dekan FISIP, UIN Sunan Ampel, Surabaya Prof. Akh. Muzakki, M. Ag., Grad.Dip.SEA, M.Phil., Ph.D., dan Guru Besar UniSZA Malaysia Prof. Dr. Mohd Afandi Salleh dan Wakil Dekan Bidang Akademik FISH, UNESA Dr. M. Turhan Yani, MA. Mereka ditemani Ali Imron, S. Sos., MA, Dosen UNESA sebagai moderator.
Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd., Wakil Rektor Bidang Akademik pada kesempatan itu menyampaikan beberapa pesan Rektor UNESA. Menurutnya, tema seminar tersebut menarik dikaji sekarang ini; bagaimana memberdayakan masyarakat Indonesia di berbagai bidang. Oleh karena itu, ada tiga perspektif yang dibahas yaitu, (1) pemberdayaan dari perspektif sosiologis, (2) pemberdayaan dari perspektif hukum, dan (3) pemberdayaan dari perspektif bidang pendidikan.
Berbagai perspektif yang diungkapkan dari para ahli tersebut saling melengkapi tentang bagaimana masyarakat Indonesia diberdayakan dan tantangan apa yang dihadapi ke depannya. Masyarakat yang kuat dan berdaya merupakan bagian dari martabat bangsa Indonesia. “Kita sebagai bagian dari komponen bangsa juga memiliki tanggung jawab untuk ikut berperan serta dalam memberdayakan masyarakat Indonesia,” ajaknya.
Melalui seminar tersebut, lanjutnya, UNESA menunjukkan kontribusinya dan berperan aktif untuk memikirkan dan memberikan solusi nyata dalam pemberdayaan masyarakat. UNESA selalu mengambil peran itu. Ketika terjadi bencana misalnya, relawan UNESA lewat Satuan Mitigasi Crisis Center (SMCC) langsung terjuan ke lokasi untuk membantu evakuasi hingga mitigasi. “Saat pandemi ini pun, UNESA terus turun tangan lewat programnya, alumninya, risetnya dan mahasiswanya. Bahkan duta penggerak perubahan perilaku UNESA terbanyak se-Indonesia terlibat membantu pemerintah dalam percepatan penanganan Covid-19 di tengah masyarakat,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Prof Muzakki menjelaskan tentang peran kampus dalam konteks pemberdayaan masyarakat. Mengapa pemberdayaan masyarakat itu penting? Menjawab pertanyaan tersebut, guru besar itu mengajak belajar dari pandemi Covid-19 yang sejak awal banyak memunculkan respons beragam dari masyarakat. Bahkan muncul respons menganggap Covid-19 adalah rekayasa sampai penolakan vaksin yang menyulitkan pemerintah dalam menangani dan mengendalikan penyebaran Covid-19. “Persoalan ini sangat kompleks dan ini soal sosial yang harus dituntaskan oleh kampus-kampus,” ujarnya.
Pentingnya pemberdayaan masyarakat oleh kampus dapat dilihat dalam beberapa aspek. (1) Relasi Tridarma Perguruan Tinggi menuju world class university (WCU). (2) politik negara berkeadilan sosial. (3) Aksesibilitas ke layanan pendidikan tinggi. (4) Akademisi sebagai intelektual tradisional sekaligus organik. “Akademisi wajib hadir untuk tumbuh bersama masyarakat, menyuarakan suara masyarakat, dan memberikan solusi terhadap problem yang dihadapi masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Prof Afandi menjelaskan bahwa Indonesia memiliki penduduk yang banyak dan masyarakat yang beragam. Sumber daya alamnya pun melimpah. Menurutnya, Malaysia banyak belajar dari Indonesia baik dari sisi budaya, sejarah, maupun ilmu. “Dari sisi diplomasi kedua negara ini, hubungannya bagaikan adek dan abang,” ujarnya. Dalam upaya pemberdayaan, Indonesia dan Malaysia bisa memanfaatkan peluang kemajuan IPTEK dan globalisasi. “Secara diplomasi budaya Indonesia dan Malaysia saling memerlukan, kearifan lokal sebagai aset bangsa, majunya respons ekonomi digital, dan kokohnya hubungan kerja sama,” katanya.
Dalam perspektif pendidikan, Turhan Yani mula-mula mengungkapkan data temuan KPAI tentang tingginya angka putus sekolah dan pernikahan “dini” selama pandemi. Fakta tersebut menjadi bagian penting sekaligus tantangan pemberdayaan masyarakat. Kerja pemberdayaan dalam pendidikan bisa lewat pilar-pilar pendidikan yaitu; learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. “Tugas ini tentu bukan hanya tugas lembaga pendidikan formal, tetapi harus diwujudkan bersama seluruh elemen bangsa,” tuturnya.
Pemberdayaan bisa diwujudkan lewat peran penting institusi pendidikan; (1) keluargaa tau orang tua sebagai tempat pendidikan pertama bagi anak, (1) sekolah atau kampus sebagai lembaga kedua atau perpanjangan tangan orang tua dalam mendidik anak, dan (3), masyarakat sebagai lingkungan pendidikan ketiga yang juga menentukan tumbuh dan berkembangnya anak. Pengaruh media sosial saat ini juga bisa menjadi ‘lingkungan’ pendidikan yang perlu dipertimbangkan dalam proses pemberdayaan masyarakat. “Ini tugas bersama dan harus ditaunaikan bersama baik kampus, masyarakat, hingga negara,” ujarnya. (Aida)
Share It On: