www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA-Ada banyak cara yang bisa dilakukan dalam memperingati Hari Kartini. Salah satunya bisa dengan menggelar diskusi nasional “Jejak Juang Kartini; Melindungi Pekerja Tangga” seperti yang dilakukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UNESA secara daring pada Sabtu, 23 April 2022.
Pada kesempatan itu, bersama sejumlah narasumber, PPKS menyoroti kondisi pekerja rumah tangga (PRT) yang perlu jadi perhatian bersama. Komnas Perempuan mencatat, kasus pelanggaran hak, kekerasan dan penyiksaan terhadap PRT di Indonesia masih terus terjadi. Catatan 2020, ada sekitar 17 kasus PRT sepanjang 2019 yang masuk ke Komnas Perempuan.
Ratusan PRT jadi Korban Kekerasan
Jaringgan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) melaporkan, sepanjang 2012 hingga 2021, lebih dari 400 PRT yang mengalami tindakan kekerasan dalam berbagai bentuk; kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan ekonomi.
“Saya pernah tersiram air panas satu panci, majikan tidak membawa saya ke dokter. Mereka hanya minta saya merendam kaki di ember berisi air es, sembari tangan saya masih menggendong balita yang saya asuh. Saya pun tidak pernah menerima gaji dari majikan. Mereka hanya kasih saya boneka panda besar dan beberapa baju saat saya pamit berhenti,” ungkap Ayik, salah satu PRT sambil tersedu di hadapan 500 lebih peserta itu.
Jumlah kasus yang menjerat PRT mendapat perhatian Rektor UNESA, Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes. Cak Hasan menyampaikan, PRT yang mayoritas perempuan belum mendapatkan hak-haknya dalam bekerja, bahkan tidak sedikit dari mereka yang mendapatkan perlakuan diskriminasi hingga kekerasan. “Kuasa yang tidak setara antara pemberi kerja dan penerima kerja (PRT, red) membuat posisi pekerja cenderung menjadi objek tindakan kekerasan,” ujarnya.
Karena itu, diskusi yang dihadiri narasumber dan Komisioner Komnas Perempuan itu dapat mengkaji lebih dalam dan terang berbagai sisi seputar kondisi PRT dan nantinya bisa melahirkan solusi bagi pekerja rumah tangga. “Saya harap diskusi ini ada formula yang bisa dihasilkan untuk melindungi PRT dalam negeri. Yang bekerja di luar negeri pun harus jadi perhatian juga,” harapnya.
RUU PPRT jadi Solusi
Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini memaparkan bahwa para PRT bekerja dalam posisi kerentanan. Pekerjaan mereka belum sepenuhnya dilindungi hukum, sehingga harus adanya jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang tertuang pada Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) .
“Pengakuan dan perlindungan PRT juga menjadi suatu suara kemanusiaan yang diamanatkan dalam ajaran agama dan karena itu menjadi bagian dari segala upaya para pemimpin agama untuk memastkan tidak ada yang tertindas,” tandasnya.
RUU PPRT sejauh ini tampak berliku. Sejak pertama kali diusulkan DPR pada 2004, hingga hari ini tak kunjung disahkan. Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP), Abetnego Tarigan, menyatakan bahwa saat ini telah terbentuk gugus tugas untuk RUU PPRT sebagai upaya percepatan pengesehan RUU tersebut.
RUU PPRT diharapkan menjadi jaminan perlindungan pada pekerja rumah tangga, pemberi kerja, dan institusi penyalur ketenagakerjaan. Pada kesempatan itu ia sangat mengapresiasi kepada berbagai elemen masyarakat yang antusias dalam mendorong pengesahan RUU PPRT sebagai undang-undang.
www.unesa.ac.id
Upah Rendah Jerat PRT
Ketua Satuan PPKS. Dr. Mutimmatul Faidah, menyatakan bahwa selain kekerasan, banyak PRT yang mendapatkan upah yang rendah dari beban kerja yang ditanggung. Data Kominfo, lanjutnya, dari 2,6 juta pekerja rumah tangga di Indonesia, 72% dari mereka hanya mendapatkan gaji 300 ribu per bulannya.
PRT masih dianggap suatu pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian dan tidak memiliki ekonomi. Padahal tugas PRT sangatlah berat dan membutuhkan keahlian tersendiri. “Kalau tidak ada PRT apa yang terjadi dengan pemberi kerja, semua pekerjaan ada tantangannya sendiri, beratnya sendiri dan keahliannya sendiri. Jadi harus dihargai,” ujarnya.
Veryanto Sitohang, Komisioner Komnas Perempuan menjelaskan tentang pokok-pokok pikiran RUU PPRT yang salah satunya mendorong pengakuan PRT sebagai pekerja yang formal untuk menjamin perlindungan dan kualitas hidup PRT. Tak hanya pada PRT sendiri, RUU PPRT ini juga memberikan perlindungan terhadap pemberi kerja yang ditujukan untuk menjamin keseimbangan hak dan kewajiban dalam hubungan kerja antara pekerja dan pemberi kerja.
“Pekerja berhak atas jaminan pengakuan perlindungan dan kepastian hukum yang adil sehingga RUU PPRT akan menciptakan hubungan kerja yang semakin mempererat tali kekeluargaan, menumbuhkan semangat gotong royong, menciptakan keharmonisan, keadilan, kesetaraan yang menguntungkan seimbang antara PRT dan pemberi kerja” ujarnya di akhir acara.
Nur Khasanah dari JALA PRT yang juga hadir memberikan testimoni mengungkapkan kegelisahannya atas kondisi rekan-rekan PRT lain jika mereka masih harus menunggu lebih lama lagi untuk mendapatkan perlindungan hukum yang selayaknya. Ia berharap tahun ini RUU PPRT bisa disahkan menjadi Undang-Undang. [Humas UNESA]
Penulis : Mohammad Dian Purnama, Aida dan tim PPKS
Editor: @zam*
Share It On: