www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id,SURABAYA—Tim Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Negeri Surabaya (UNESA) dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyelenggarakan diskusi di Gedung Rektorat, Kampus Lidah Wetan, Surabaya pada Kamis, 13 Juli 2023.
Pertemuan ini dalam rangka penyusunan naskah akademik tentang Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan yang bakal dibahas di DPR RI.
Direktur LPPM, Prof. Dr. M. Turhan Yani, MA., menyampaikan bahwa sekarang ini dalam hal perbukuan, distribusi kekayaan intelektual literasi bukan hanya melalui buku cetak, tapi juga buku digital atau elektronik.
Menurutnya, buku tidak lepas dari aspek literasi masyarakat. Terkait literasi ini, ada beberapa yang luput, salah satunya, banyak tokoh penting yang eksistensinya sudah kian hilang di buku-buku cetak saat ini.
Selain itu, era teknologi yang berkembang pesat saat ini, seseorang bisa menulis dan mengedarkan tulisannya di media sosial dengan bebas. "Kita perlu UU yang mengatur karya, agar dapat menyaring karya yang layak dan mana yang tidak," ucapnya.
Dengan diskusi ini, dia berharap dapat berkontribusi membangun budaya Indonesia dan menjaga keamanan intelektual Indonesia. Adapun pakar UNESA yang terlibat dalam diskusi ini yaitu Prof. Dr. Kisyani, M.Hum dan Pratiwi Retnaningdyah Ph.D.
Prof Kisyani mengatakan bahwa keunggulan buku digital dapat mempermudah dalam mencari kata yang ingin dicari. Akan tetapi membaca itu juga perlu kritis untuk mengetahui isi dari buku tersebut. "Tujuan utama dari literasi bagaimana manusia bisa memaknai informasi secara kritis," ujarnya.
Adapun beberapa gagasan pakar UNESA yang disampaikan terkait RUU Sistem Perbukuan tersebut. Pertama, diperlukan sertifikasi editor dan diadakan pelatihan khusus bagi editor untuk mendapat sertifikat. Editor bukan sekedar orang yang membaca dan memberi masukan, akan tetapi juga memiliki kompetensi khusus.
Kedua, pemanfaatan buku digital perlu diatur dalam undang-undang perbukuan. Ketiga, penggunaan buku teks wajib di pasal 61 itu harus dipertimbangkan karena harus sesuai dengan konsep merdeka belajar.
Keempat, penentuan kewajiban bagi setiap sekolah untuk mencapai target membaca buku bagi para siswa. Target ini tentunya berbeda sesuai dengan jenjang sekolah yang ada di Indonesia.
Nita Ariyulinda, SH., MH., dari tim Badan Keahlian DPR RI mengatakan bahwa dalam merancang UU diperlukan naskah akademik yang di dalamnya terdapat gagasan dan pemikiran yang menyeluruh agar produk yang dihasilkan nanti mampu mengakomodasi seluruh persoalan dan kebutuhan di dunia perbukuan.
Ini merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan meaningful public participative terutama dalam penyusunan pembahasan di bidang legislasi, sekaligus memperkuat dan memperkaya Rancangan Undang-Undang (RUU) pembukuan.
"Pendapat para pakar salah satunya dari UNESA sangat amat diperlukan. Kami sangat mengapresiasi pendapat-pendapat dari teman-teman UNESA yang memang relevan sekarang ini," ucapnya. []
***
Reporter: Lina Lubaba
Editor: @zam Alasiah*
Foto: Dokumentasi Tim Humas
Share It On: