Sistem perkuliahan yang berbeda dengan ketika kuliah S1 di Unesa, jauh dari keluarga dan suami adalah tantangan paling berat bagi Yuni pada semester awal. Perkuliahan di Monash University kebanyakan memakai moodle, yaitu sistem online dimana materi dan tugas perkuliahan disediakan dan dikumpulkan via akun online secara terstruktur.
Diskusi juga dilakukan via online. Meski demikian, tetap ada tatap muka berupa seminar, workshop dan kelas tutorial 2 kali seminggu. “Mahasiswa sangat dituntut untuk kritis dan aktif dalam diskusi,” terangnya.Yuni menjelaskan, tugas biasanya membuat esai atau artikel, poster dan presentasi. Tugas dikumpulkan via online dengan deadline yang sangat ketat. Sebelumnya harus melalui tahap pengecekan orisinalitasnya melalui aplikasi bernama Turnitin. Jika terbukti ada plagiarisme, misal salah dalam mengutip, maka akan berpengaruh terhadap nilai. Penjelasan dan komunikasi yang selalu dalam Bahasa Inggris juga kadang menjadi tantangan sendiri. Harus benar-benar banyak membaca buku dan artikel baik yang sudah disediakan dalam bentuk reading list wajib maupun yang harus dicari secara mandiri sesuai topik tugas masing-masing mahasiswa agar bisa memahami materi perkuliahan dan mendapatkan nilai yang bagus.
“SKS di Monash University sangat besar, yaitu 12 SKS untuk 1 mata kuliah, jadi harus benar-benar serius. Jika gagal dalam mata kuliah tertentu, tidak bisa mengulang, dan bisa jadi tidak lulus dan LPDP kemungkinan tidak akan mau membiayai lagi,” terangnya.
Meski banyak tantangan, bukan berarti tidak ada hal yang menyenangkan. Yuni mengaku senang dengan lingkungan belajar yang kondusif dan multikultural, akses pada sumber belajar sangat mudah, dosen-dosen sangat profesional, fasilitas memadai, dan ada berbagai kegiatan tambahan menyenangkan yang difasilitasi Faculty of Education maupun kampus seperti tour, barbeque, Learning Hub, dan sebagainya.
Setelah berhasil melanjutkan studi S2 ke Australia, Yuni punya impian lanjutan. Ia ingin berprofesi sebagai akademisi atau pendidik di Perguruan Tinggi sebagai dosen yang mengajar bidang TESOL atau Pendidikan Bahasa Inggris. “Saya ingin mengamalkan ilmu yang saya dapatkan selama kuliah, berbagi pengetahuan, dan menginspirasi anak didik saya kelak tidak hanya sekadar mendidik secara ilmu pengetahuan di bidang pengajaran Bahasa Inggris, saya juga ingin mendidik dalam hal moralitasa. Oleh karena itu, topik penelitian untuk tesis saya adalah tentang penanaman pendidikan karakter melalui pengajaran Bahasa Inggris dan isu-isu yang menyangkut nilai-nilai budaya dalam Bahasa Inggris,” ungkapnya.
Di akhir wawancara, Yuni mengungkapkan motto hidupnya, yakni berusaha menjadi orang yang bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Motto tersebut terinspirasi dari sebuah hadits “khoirun naas anfa’uhum linnaas”, yang artinya sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi manusia. (Rudi Umar)
BIODATA SINGKAT
Nama : Yuni Yulianti
Tempat & Tanggal Lahir: Probolinggo, 6 Maret 1992
Email: yuniyuliantibisa@gmail.com, yyul17@student.monash.edu
Pendidikan:
S1 Pendidikan Bahasa Inggris Unesa (2010 – 2014)
Master of TESOL di Monash University Australia (2015-2017)
Penghargaan:
Awardee of Sampoerna Foundation Scholarship (2009-2010)
Awardee of BIDIKMISI scholarship (2010-2014)
Awardee of Indonesia Endowment Fund for Education Scholarship (LPDP Indonesia) 2015-2017
Share It On: