www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA-Semarak peringatan Hari Kartini, 21 April 2022 begitu menggema di berbagai media sosial. Kata-kata ucapan mewarnai status hingga story. Hari yang bersejarah dan istimewah bagi perempuan Indonesia ini tentu tidak boleh sebatas seremonial dan ucapan semata. Namun, harus dimaknai sebagai momentum refleksi sekaligus meneguhkan posisi dan gerakan pemberdayaan perempuan ke depannya.
Kasus KBG Naik
Sebagai bahan refleksi, ada beberapa catatan yang harus jadi perhatian bersama atas kondisi perempuan belakangan ini. Kendati akses pendidikan perempuan semakin membaik. Namun, ketidaksetaraan gender masih membelenggu perempuan. Dilansir dari laman Komnas Perempuan, terjadi peningkatan kasus kekerasan berbasis gender (KBG) kepada perempuan pada 2021 dengan jumlah 338.496 kasus. Sementara pada 2020 terdapat sekitar 226.062 kasus.
Selain kasus tersebut, juga banyak kasus-kasus dalam bentuk lain. Ini menandakan masih terjadi ketimpangan gender di tengah masyarakat. Menurut Sekretaris Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UNESA, Putri Aisyiyah Rachma Dewi, untuk mewujudkan struktur dan culture sosial yang sensitif gender di tengah budaya patriarki yang mengakar memang tidaklah mudah.
“Perempuan masih dipandang sebagai objektifikasi yang rendah. Ditambah fenomena glass ceiling (kaca-kaca pembatas, red) sebagai pembatas atau yang mencegah perempuan untuk menempati posisi yang lebih tinggi,” ujarnya.
Karena itu, perlu kesadaran dan gerakan banyak pihak, baik pemerintah, institusi dan organisasi terkait termasuk perempuan itu sendiri. Pemaknaan Hari Kartini, lanjutnya, harus dilihat sebagai penguatan gerakan kesadaran dan pemberdayaan perempuan. Dengan begitu, perayaan Hari Kartini benar-benar bisa berdampak pada perbaikan kondisi perempuan sesuai perjuangan RA. Kartini, dulu.
www.unesa.ac.id
Menjadi Kartini Modern
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UNESA itu menambahkan, pada momentum ini, perempuan harus mengejawantahkan nilai perjuangan Kartini dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari yang terkecil dan tentu dari diri sendiri. Bagaimana menjadi Kartini modern? Pertama, perempuan harus memiliki mindset early adopter atau mencerdaskan dirinya dan mengasah berbagai kompetensi masa kini. “Dengan begitu, perempuan bisa menghadapi perubahan sosial dan mampu mengambil berbagai keputusan tanpa minder dan tidak merasa sebagai second class,” terangnya.
Kedua, membekali diri dengan setting goals yang terukur, berdasarkan rencana yang matang dan meneruskan perjuangan Kartini lewat berbagai karya dan inovasi. “Perempuan yang tangguh adalah perempuan yang bisa mengenali dirinya sendiri, sehingga perempuan dengan segala aset, capability dan pemikirannya diimplementasikan dengan bijak dan sesuai porsinya,” paparnya.
Ketiga, membangun support system yang makin mendorong perempuan dalam berkarya dan berinovasi serta terlibat dalam gerakan pemberdayaan. Menurutnya, karena spirit, perjuangan dan karyalah yang membuat Kartini bisa menginspirasi bangsa dan perempuan hingga kini bahkan sampai nanti. Karena itu, menjadi Kartini yaitu menjadi perempuan yang berdaya dan berkarya. Selamat Hari Kartini! [Humas UNESA]
Penulis: Riska Umami
Editor: @zam*
Foto oleh Ihsan Adityawarman dari Pexels dan dokumentasi Humas Unesa
Share It On: