Pelatihan cara membelajarkan mahasiswa disabilitas ini dihadiri para dosen perwakilan dari prodi selingkung kampus "Rumah Para Juara."
Unesa.ac.id. SURABAYA–Peningkatan kualitas layanan disabilitas terus dilakukan Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Selain peningkatan fasilitas, kualitas sumber daya manusia juga terus diperhatikan melalui sejumlah pelatihan. Terbaru, melalui Subdirektorat Unggulan Disabilitas, UNESA menggelar lokakarya di Ruang 901, lantai 9, Rektorat, UNESA Kampus 2 Lidah Wetan, pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Pelatihan yang dihadiri perwakilan dosen dari masing-masing prodi ini mengangkat tema 'How to Teach Individuals with Disabilities in Higher Education’ yang dibahas dua pemateri yaitu Pennee Narot dari Khon Kaen University, Thailand, dan Budiyanto, guru besar disabilitas UNESA.
Saat membuka kegiatan, Wakil Rektor III Bidang Riset, Inovasi, Pemeringkatan, Publikasi, dan Science Center UNESA, Bambang Sigit Widodo menekankan pentingnya kesadaran dan dukungan banyak pihak terhadap penyandang disabilitas di perguruan tinggi.
Selain itu, perlunya menekankan langkah-langkah kolaboratif untuk meningkatkan pelayanan bagi mahasiswa disabilitas untuk mewujudkan lingkungan pendidikan tinggi yang inklusif.
Wakil Rektor III UNESA membuka kegiatan tersebut dan memberikan penekanan pentingnya kolaborasi untuk memperkaya inovasi bidang disabilitas.
"Tidak semua perguruan tinggi memiliki awareness (kesadaran) yang tinggi terkait isu disabilitas. Sarana pendukung harus terus ditingkatkan secara bertahap," ujarnya.
Pada sesi materi, Budiyanto menjelaskan konsep inovasi pembelajaran bagi mahasiswa disabilitas melalui pendekatan teknologi asistif. Teknologi ini dirancang untuk membantu disabilitas dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Dia memaparkan layanan bagi mahasiswa disabilitas sempat dibagi menjadi tiga pendekatan, yakni segregation (pemisahan), mainstream (terpadu dalam sekolah reguler bagi yang mampu mengikuti), dan inclusion (penyatuan tanpa pembeda).
Namun, sekarang banyak diterapkan adalah inclusion. “Kata kunci dari teknologi asistif adalah inovasi yang adaptif, tidak harus selalu berteknologi tinggi. Produk low-tech pun bisa sangat bermanfaat, jika bisa menyesuaikan kebutuhan,” ungkapnya.
Pennee Narot dari Khon Kaen University menyampaikan banyak hal tentang tantangan dan peluang mewujudkan lingkungan kampus yang inklusif.
Guru besar Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) itu melanjutkan, perguruan tinggi perlu membangun kolaborasi dengan komunitas disabilitas, serta menegaskan pentingnya asesmen mendalam untuk mengetahui kebutuhan dan impian setiap mahasiswa disabilitas, sehingga kurikulum bisa diadaptasi dengan tepat.
"Pada mata kuliah tertentu, mereka harus mendapatkan pendampingan dan materi yang dapat disandingkan dengan teman-temannya yang lain," tambahnya.
Pennee Narot, dalam sesi materi berikutnya membagikan bagaimana tantangan pendidikan inklusif di Thailand, khususnya mengenai peran dan posisi guru disabilitas.
"Pendidikan 4.0 menuntut kita untuk berpikir kreatif, kritis, dan berinisiatif. Literasi media dan keterampilan fleksibel juga sangat dibutuhkan," ungkapnya.
Menurutnya, pendidikan bagi penyandang disabilitas di tingkat universitas harus mengutamakan adaptasi, termasuk dengan memberikan dukungan kepada mahasiswa disabilitas, misalnya dengan menyediakan teman pendamping yang diberikan beasiswa.
Narasumber dan peserta bersama segenap pakar dan jajaran Direktorat Disabilitas Universitas Negeri Surabaya.
Pennee Narot juga menyampaikan pentingnya atmosfer kepedulian terhadap mahasiswa disabilitas, di samping pengembangan soft skills. “Kolaborasi lintas sektor perlu dibangun, agar dukungan untuk mahasiswa disabilitas dapat terpenuhi,” tambahnya.
Sesi materi yang dipandu moderator, Khofidatur Rofiah ini memancing banyak pertanyaan dari peserta, salah satunya yaitu terkait perbedaan penyampaian materi untuk mahasiswa disabilitas.
Pennee Narot menegaskan, aturan universitas harus mampu mengakomodasi kebutuhan khusus, misalnya melalui modifikasi Rencana Pembelajaran Semester (RPS).
Sementara itu, Budiyanto menambahkan pentingnya keluarga dalam mendukung perkembangan perilaku mahasiswa disabilitas, di samping peran dosen.
Salah satu peserta, Dyandra Armyta, dosen Prodi S-1 Manajemen, mengatakan workshop ini memberikan manfaat yang besar terutama untuk prodi yang memang memiliki mahasiswa dengan penyandang disabilitas.
“Kami berharap ada pendampingan lanjutan bagi dosen untuk memberikan pelayanan yang tepat bagi mahasiswa disabilitas,” ucapnya.[*]
***
Reporter: Fatimah Najmus Shofa (FBS), dan Sindy Riska Fadillah (Fisipol)
Editor: @zam*
Foto: Tim HUMAS UNESA
Share It On: