Dewi Fatma Wati (tengah-jilbab) bersama mahasiswa lainnya dalam Youth Advocacy Training di Nepal.
Unesa.ac.id., SURABAYA– Dewi Fatma Wati, mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Negeri Surabaya (UNESA), telah terpilih sebagai perwakilan dari Indonesia dalam kegiatan Youth Advocacy Training yang diselenggarakan International Planned Parenthood Federation South Asia Regional Officer (IPPF SARO) di Kathmandu, Nepal, pada 28-30 Juni 2024.
Kegiatan ini dihadiri perwakilan berbagai negara di Asia Selatan, termasuk India, Bangladesh, Bhutan, Pakistan, Nepal, Maldives, Sri Lanka, dan Indonesia. Keikutsertaan Fatma dalam kegiatan ini tidak lepas dari keaktifannya dalam berbagai kegiatan sosial di beberapa Non-Government Organization (NGO) seperti Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Jawa Timur.
Fatma dipilih sebagai Youth Representative dari Indonesia Planned Parenthood Association (IPPA) untuk mewakili International Planned Parenthood Federation East and South East Asia and Oceania Region (IPPF ESEAOR) dalam pelatihan ini.
Seleksi dilakukan melalui formulir online dan penulisan mini esai, yang menjadikannya satu-satunya perwakilan Indonesia dalam acara tersebut.
“Ketika pertama kali dihubungi oleh pihak penyelenggara, saya merasa haru dan kaget namun tetap maju dan menyelesaikan berbagai persyaratan untuk menghadiri kegiatan ini,” tandasnya.
Selama pelatihan tiga hari tersebut, peserta dari berbagai negara di Asia Selatan berkumpul untuk menyoroti solidaritas dan praktik terbaik dalam advokasi hak-hak seksual dan reproduksi.
Sebagai community organizer dalam program Inklusi dan pendidik sebaya dalam edukasi seksual, Fatma juga telah berpartisipasi dalam advokasi hak kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR).
Dewi Fatma Wati (tengah-jilbab) bersama mahasiswa lainnya dalam Youth Advocacy Training di Nepal.
Fatma terlibat dalam berbagai diskusi dan membagikan pengalamannya mengadvokasikan SRHR di Indonesia. Banyak remaja dari Asia Selatan yang memiliki keresahan yang sama, seperti minimnya akses kesehatan yang ramah remaja, mitos yang beredar di masyarakat, informasi edukasi yang salah dan tidak ramah remaja.
”Ada Juga belum adanya peraturan pemerintah yang melindungi penyedia layanan kesehatan seksual dan reproduksi,” tambahnya.
Pelatihan ini diselenggarakan dengan metode yang menyenangkan, mulai dari permainan, pemutaran film, diskusi, presentasi, hingga penyusunan proyek bersama. Fatma mengaku mendapatkan banyak manfaat dari kegiatan ini, baik dari segi pengetahuan yang relevan.
Ditambah lagi dengan latar belakang pendidikannya sebagai mahasiswa psikologi membuat pengalamannya meningkat di samping relasi dengan remaja dari berbagai negara di Asia Selatan, hingga pengalaman bermakna selama perjalanannya ke Nepal seorang diri.
Sebagai representasi Indonesia di tingkat internasional, Fatma selalu mengenakan batik dalam setiap sesi yang diikutinya. Ia memperkenalkan batik sebagai salah satu identitas dari Indonesia dengan corak yang penuh makna dari berbagai daerah di Indonesia.
Selain itu, Fatma juga membagikan fakta unik tentang batik sebagai warisan budaya dunia tak benda yang diakui oleh UNESCO. Kehadiran Fatma di Youth Advocacy Training 2024 tidak hanya membanggakan UNESA tetapi juga Indonesia, dalam memberikan kontribusi positif bagi advokasi hak-hak seksual dan reproduksi di Indonesia.
Pelatihan itu bertujuan untuk membentuk komunitas yang inklusif, terkapasitasi, serta peka terhadap akses layanan kesehatan sebagai isu gender, seksual, dan hak asasi manusia. Selain itu, juga berfokus pada peningkatan keterampilan advokasi dan jaringan media sosial setiap remaja untuk diterapkan di negara asalnya masing-masing.[]
***
Reporter: Muhammad Dian Purnama
Editor: @zam*
Foto: Dok Dewi Fatma Wati
Share It On: