Setelah resmi menutup prakondisi SM-3T Unesa di Kodikmar yang diikuti 197 sarjana calon penyala lilin di kelam sunyi daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) pada Kamis (12/9), keesokan harinya, Jumat (13/9) Prof. Dr. Lutfiyah Nurlaela, M.Pd. terbang menuju petualangan baru SM-3T Unesa angkatan III, yakni di Mamberamo Raya, Papua. Berikut ini sepenggal catatan perjalanannya yang sempat dibagi melalui milis keluarga Unesa. Sabtu (14/9) pukul 06.00 WITA, saya bangun pagi dengan tubuh segar padahal semalam, saya dan teman-teman tim pendamping sempat pergi ke Jayapura, sekitar 30 km dari Sentani. Semua peserta kami sewakan mobil juga untuk berbelanja kebutuhan mereka ke plaza Sentani seperti beras, sabun, hanger, dan sebagainya. Pagi itu pukul 08.15 WITA, kami sudah makan pagi di resto hotel dengan menu nasi putih, ca sawi, telur berbumbu (mirip bumbu bali), dan tempe goreng. Ada juga roti tawar dengan pilihan isi selai dan coklat. Tentu saja, juga teh dan kopi. Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga (Dikpora) Mamberamo Raya, Isak Torobi, S.Pd., sudah hadir. Kadikpora yang tinggi besar dan berkulit legam itu sangat ramah. Beliau bahkan menyediakan diri untuk menemani kami sepanjang perjalanan. Saya pikir beliau akan menemui kami di Kasonaweja, ibukota Kabupaten Mamberamo Raya dengan menumpang pesawat kecil. Ternyata, beliau memilih bersama-sama naik bus dan ber-speedboat menuju Kasonaweja. "Senasib sepenanggungan," katanya. Perjalanan menuju Sarmi dimulai. Berteman mentari yang sinarnya telah cukup terik meski masih pagi. Danau Sentani yang luar biasa indah ada di sebelah kiri kami. Benar-benar indah. Dilengkapi dengan lagu-lagu khas Papua, jalan yang berkelok-kelok dan rimba, bukit, danau, menciptakan rasa takjub berbalut puji syukur. Maha Besar Allah yang telah menciptakan keindahan ini, dan Maha Pemurah Allah yang telah memberi kami kesempatan untuk menikmati ciptaan-Nya serta mengagungkan-Nya. Pukul 09.00 WITA danau Sentani tak tampak lagi dan berganti dengan rimba raya. Bukit-bukit tinggi menjulang yang tertutup dengan rerimbunan yang juga tinggi menjulang. Jalan tetap berkelok-kelok, naik-turun, dan sepi. Hanya beberapa kali kami bertemu dengan kendaraan pribadi dan sepeda motor. Jurang dalam ada di sebelah kiri. Pohon-pohon yang sudah kering berserak di jurang-jurang itu. Ada yang sedikit membuat saya gulana. Sore ini kami akan tiba di Sarmi. Perhitungan kami, besok pagi kami sudah bisa meneruskan perjalanan menuju Kasonaweja dengan speedboat. Ternyata perhitungan kami mungkin akan meleset. Hari Minggu adalah hari beribadah dan hari keluarga untuk masyarakat Papua. Tidak ada orang bekerja. Maka speedboat pun harus disandarkan. Artinya kami harus menginap semalam lagi di Sarmi. (Lutfiyah/Pck/Byu)