
Narasumber ‘Ngabuburit Bareng PPIS’ episode kedua, Wiryo Nuryono, dosen Fakultas Psikologi (FPsi) Unesa bersama moderator Alfina Dwi Nur Laila.
Unesa.ac.id. SURABAYA—Universitas Negeri Surabaya (Unesa) melalui Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis (PPIS) membahas ‘Puasa dan Kesehatan Mental’ dalam episode kedua ‘Ngabuburit Bareng PPIS’ yang siarkan secara langsung melalui kanal YouTube Official Unesa, Selasa, 11 Maret 2025.
Narasumber, Wiryo Nuryono, dosen Fakultas Psikologi (FPsi) sekaligus Kepala Seksi Anti-Narkoba dan Kesehatan Mental Unesa menjelaskan bahwa puasa pada hakikatnya adalah upaya untuk menahan, bisa menahan lapar, dahaga, emosi, nafsu, dan seterusnya.
Puasa memberikan kesempatan untuk latihan yang terstruktur dalam mengkondisikan diri agar bisa menahan diri. Ini adalah pembelajaran langsung bagi seseorang dalam menahan amarah misalnya ketika mengalami kejadian yang tak terduga dengan orang lain atau teman.
Dia menambahkan, puasa berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam mengelola, mengenali, dan mengungkapkan emosi dengan bijak. Kemampuan tersebut dapat dilatih, dan latihan yang tepat yaitu melalui puasa Ramadan.
“Dalam membentuk perilaku agar menetap lama membutuhkan waktu minimal 21 hari. Kita tahu bahwa puasa lebih dari 21 hari. Artinya, cara regulasi emosi yang dilatih selama puasa Ramadan seyogyanya sudah menetap,” ucap dosen Fakultas Psikologi (FPsi) Unesa itu.
Di era gempuran media sosial, di mana standar hidup dan lifestyle sudah dipengaruhi influencer atau tayangan FYP, muncul dorongan ingin seperti yang orang yang dilihat di medsos. Padahal apa yang para ‘artis medsos’ itu tampilkan tidak sepenuhnya seperti itu realnya di lapangan.
Untuk itu, perlu regulasi emosi untuk memilah mana dorongan yang positif dan mana yang negatif. Nah, dengan berpuasa, seseorang bisa belajar menahan sehingga muncul rasa berkecukupan.
“Regulasi emosi mendorong seseorang bisa merasa bersyukur. Dengan rasa bersyukur itulah seseorang bisa merasa lebih tenang, dan bisa lebih bahagia,” ucap dosen kelahiran Banyuwangi itu.
Lalu, bagaimana dengan overthinking? Ya, terjebak dalam pusaran pikiran yang berlebih dan tak henti memang sangat menguras emosi. Hal itu bisa disebabkan banyak hal. Untuk itu, menurut Wiryo perlu adanya ‘penerimaan diri tanpa syarat.’
“Cara penerimaan diri tanpa syarat ini kuncinya bersyukur. Kunci bersyukur adalah kemampuan menahan diri atau ngerem,” ucapnya.
Pada kesempatan itu, dia juga membahas tentang puasa sebagai sarana relaksasi diri, dan memperbaiki pola hidup; pola ibadah, makan, tidur, dan lain sebagainya, yang bermuara pada penguatan kesehatan mental seseorang.
Tambahan, episode berikutnya, ketiga pada 18 Maret 2025, membahas ‘Pinjol dalam Perspektif Islam.’ Sementara pada episode keempat pada 25 Maret 2025 akan membahas ‘Mencintai Indonesia dalam Suka dan Duka.’ [*]
***
Reporter: Dava Yessy Marshela (FBS)
Editor: @zam*
Dokumentasi: Tim Humas Unesa
Share It On: