www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA-Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (JBSI) Universitas Negeri Surabaya menyelenggarakan seminar nasional dengan tema “Bahasa dan Sastra Indonesia: Isu Mutakhir” pada Sabtu, 20 November 2021. Dalam acara ini hadir pemateri dari berbagai kalangan seperti akademisi, sastrawan, juga penerbit.
Pemateri yang dimaksud yaitu 1) Dr. Heny Subandiyah, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNESA, 2) Dr. Mulyono, M.Hum., selaku Ketua Program (Kaprodi) Studi Sastra Indonesia UNESA, 3) Dr. Yuni Pratiwi, M.Pd., selaku Ketua Program (Kaprodi) S2/S3 Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Negeri Malang (UM), 4) Triyanto Triwikromo, Sastrawan, 5) Damhuri Muhammad, selaku Sastrawan, dan 6) Alek Subairi, selaku Penerbit.
Acara yang diselenggarakan secara hybrid ini diikuti peserta secara luring dan daring melalui zoom meeting. Dalam rangkaian acara ini, juga akan disampaikan pemenang dalam kegiatan Festival Bahasa Indonesia (FBI) dan penampilan dari perwakilan pemenang FBI.
Acara dibuka dengan sambutan Dr. Mintowati, M.Pd., selaku Wakil Dekan bidang Akademik yang mewakili Dekan Fakultas Bahasa dan Seni UNESA sekaligus membuka acara tersebut. Ia menyampaikan apresiasi kepada JBSI UNESA yang sudah mengadakan seminar daring dan kepada semua pihak yang telah mendukung lancarnya acara ini, ia juga menyampaikan permohonan maaf dari Dekan FBS karena berhalangan hadir.
Mintowati berharap apa yang disampaikan dalam seminar ini dapat bermanfaat baik itu untuk civitas akademika JBSI UNESA dan seluruh peserta umumnya. Juga, melalui momentum seminar ini mampu menjadi wadah untuk saling berbagi ilmu mengenai pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia beserta isu-isu dan cara penanganannya. Selain itu, ia juga berharap dalam seminar ini mampu membahas lebih dalam mengenai pendidikan sastra, juga seminar ini mampu menjawab tantangan yang dihadapi bahasa dan sastra Indonesia pada masa pandemi sekarang ini maupun nanti setelah pandemi.
Pembelajaran sastra ala Ki Hajar Dewantara
Pemateri pertama, Dr. Heny Subandiyah, M.Hum., memaparkan materi dengan topik “Pembelajaran Sastra Berbasis Sistem Among”. Mula-mula ia menyampaikan, dalam topik ini mengangkat bagaimana mengembangkan desain pembelajaran sastra khususnya apresiasi sastra dengan menggunakan sistem among yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara. Desain pembelajaran sistem among didasarkan untuk menjawab masalah klasik mengenai mutu pembelajaran sastra yang dinilai rendah. Hal tersebut dikarenakan berbagai hal seperti media yang kurang tepat, kurangnya sarana prasarana dan kualitas guru maupun siswa yang kurang dan perlu ditingkatkan.
Diharapkan sistem pembelajaran among ini dapat diterapkan dengan baik, sehingga dalam mempelajari sastra sisiwa merasa nyaman dan menikmati, sehingga mampu memahami dan mengaplikasikan materi yang diterima. Hal ini juga didasari karena pentingnya pembelajaran sastra dilakukan di sekolah, karena dengan mempelajari sastra mampu memberikan berbagai manfaat bagi siswa, salah satunya adalah tentang pelajaran hidup dan rasa humanis yang tinggi. Karya sastra merupakan cerminan hidup dan mampu memberikan pengajaran melalui cerita dan watak tokoh yang terkandung didalamnya.
Diharapkan tujuan dari pembelajaran sastra mampu menanamkan, menumbuhkan dan mengembangkan kepekaan siswa terhadap permasalahan manusiawi dan rasa hormat terhadap tata nilai. Selain itu ia juga memaparkan mengenai desain pembelajaran sastra yang meliputi nontoni, niteni dan nirokake.
Pada prinsipnya sistem ini relevan dengan prinsip pembelajaran moderen. Ia percaya bahwa dengan sistem ini mampu melahirkan siswa sebagai manusia yang bermartabat, berkarakter, terampil, dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap sistem sosial dengan dasar saling menghargai. “Pada pembelajaran sastra, siswa diharapkan tidak hanya mengetahui unsur-unsur karya sastra, tapi bagaimana siswa dapat mengimplementasikan nilai yang terkandung di dalamnya di masyarakat,” tandasnya.
Literasi sastra dan samudra digital
Pemateri kedua, Dr. Yuni Pratiwi, M.Pd., yang dalam kesempatan ini memaparkan materi “Berlayar dengan Perahu Literasi Sastra di Tengah Samodra Informasi Digital”. Dosen Universitas Negeri Malang tersebut ini memaparkan mengenai penumpang perahu literasi sastra yakni pembaca sastra di Indonesia yang secara presentase lumayan besar. Namun, pastinya harus tetap ditingkatkan.
Dalam suatu penelitian membuktikan bahwa 65,7% pembaca sastra aktif pada kegiatan sosial dan suka berderma yang menunjukkan bahwa orang yang aktif membaca sastra cenderung lebih berempati pada pikiran dan perasaan orang lain,. Karena sering membaca karya sastra sehingga mereka mengenali manusia dengan berbagai karakter, jalan pikiran dan alam perasaannya ketika menghadapi berbagai peristiwa dan masalah. Sehingga secara tidak langsung karya sastra memengaruhi pikiran untuk lebih berempati.
Era kelimpahan informasi digital saat ini, lanjutnya, selain memberikan tantangan juga harus menciptakan peluang yakni sumber daya masa depan yang memiliki kemampuan literasi sehingga membentuk generasi yang mampu melakukan Inovasi, kreasi, dan produksi. Orang yang memiliki kemampuan literasi yang baik juga memiliki kemahiran literasi sehingga memiliki pengetahuan luas, kecerdasan berpikir, dan daya inovasi yang baik, sehingga akan menghasilkan pemikiran-pemikiran dan karya-karya baru serta produk-produk baru sesuai kebutuhan masa depan.
Tantangannya adalah Literasi untuk menambah pengetahuan lintas displin, riset untuk Inovasi, Pelatihan untuk peningkatan kualitas produksi dan strategi dan jaringan untuk pemasaran. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan restorasi pembelajaran sastra, yang dapat dilakukan melalui elemen pembelajaran sastra di era pendidikan new normal, yaitu: Soft Skill, Cognitive Skill, Upskilling, Reskilling & Cros-Functionalskilling, Mental Well-Being, dan Technology.
Diatesis dalam bahasa Indonesia
Selanjutnya, pemateri ketiga, Dr. Mulyono, M.Hum., memaparkan materi “Diatesis dalam Bahasa Indonesia”. Dia menjelaskan, diatesis merupakan sebuah sistem oposisi yang di dalamnya mengandung pengubahan dari peranan semantis kemudian dihubungkan oleh relasi subjek. Dilanjutkan dengan perbedaan bentuk diatesis.
Menurutnya, perubahan ini erat dengan perbedaan peranan semantis dari sebuah argumen yang menduduki fungsi subjek, subjek di sini tentunya berbeda dengan subjek dalam penelitian. Ia menambahkan bahwa kalimat sebagai satuan bahasa yang mengandung makna dapat dianalisis ke dalam beberapa lapis, seperti pada kalimat terdapat berbagai struktur fungsi gramatikal seperti subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.
Selain itu kalimat juga dapat dilihat dari struktur yang lain, seperti struktur gramatikal dan struktur semantik, juga terdapat struktur argumen. Ia kemudian juga menjelaskan mengenai bentuk-bentuk dari diatesis dalam bahasa Indonesia, yaitu diatesis agentif (DA), diatesis pasif (DP) dan diatesis objektif (DO), yang tentunya dari ketiga jenis diatesis tersebut memiliki penjelasan dan karakteristik serta penggunaan masing-masing yang dibahas secara lebih lanjut.
Kesusastraan Kekinian
Pemateri keempat, Sastrawan, Triyanto Triwikromo menyampaikan pemaparan materinya mengenai “Kesusastraan Kekinian & Keakanan”. Menurutnya, kesusastraan Indonesia kini hidup dalam kebudayaan teknologi, yang mana hal ini melahirkan kebudayaan screen culture (budaya layar) sekaligus screen time yang berdampak ibaratnya menyedot semua kehidupan seseorang dalam dunia layar. Hal ini merupakan suatu yang wajar dikarenakan kita hidup di era “the next and the next” artinya sekarang kita hidup dalam jaringan internet, hidup dalam keakanan dan hidup dalam segala hal yang disebut ungkapan pasca atau post.
Ia juga menjelaskan bahwa saat ini posrealitas, poshuman serta realitas virtual merupakan hal yang biasa. Kemudian dalam dunia teknologi sekarang ini tentu pemproduk karya sastra baik penulis maupun sastrawan harus melakukan berbagai tindakan, di antaranya, mengelola pembaca virtual, mengelola brand virtual, mengelola produk virtual, serta memasarkan secara virtual. “Sastra saat ini juga mampu hidup di dunia apapun, bahkan mampu masuk ke dunia industri kreatif sehingga saat ini sastra dapat lebih bersifat kekinian & keakanan,” tuturnya. “Ia juga menambahkan bahwa glokalisasi dapat menjadi strategi, dengan tetap menulis sastra konvensional tetapi berbasis kepada glokalisasi dan hyperlocal,” tambahnya.
Isu mutakhir dunia sastra
Pemateri kelima, Sastrawan, Damhuri Muhammad memaparkan mengenai “Isu Kemutakhiran Sastra Saat Ini”. Saat ini terdapat semacam kebimbangan antar sastrawan yaitu antara pendigitalisasi karya atau teks dan menjadi bagian dari ekosistem sastra, sehingga terdapat sastrawan yang beranggapan bahwa hanya dengan membagikan unggahan riview dari buku yang baru terbit atau membagikan link cerita pendek yang dimuat dalam platform digital. Mereka merasa sudah menjadi bagian dari ruang digital, padahal hal tersebut masih sekedar mendigitalkan saja, padahal masalah sebenarnya dalam samudra digital atau big data memiliki kehidupan sendiri.
Pengendali algoritma mengatur orang-orang yang mampu melihat karya yang kita posting di media sosial karena algoritma setiap platform digital tersebut bekerja dengan membuat suatu filter yang kemudian menyaring atau menjadi sangat seragam, sehingga orang yang mampu melihat karya kita adalah orang yang memiliki prevensi sama, sehingga muncul problem sulitnya menjangkau orang yang lebih luas (orang dengan prevensi berbeda).
Mengenai isu bahasa seperti yang dikutip dalam sebuah penelitian yang menjelaskan bahwa pengucapan konsonan plosif di tengarai menyemburkan banyak partikel dibanding pengucapan konsosnan yang lain, sehingga di khawatirkan mampu menyebarkan virus yang lebih banyak, sehingga terdapat isu bahwa huruf tersebut akan dihapus agar bahasa yang menggunakan huruf tersebut tidak menjadi berbahaya bagi kesehatan, hal ini tentu dapat berpotensi menjadikan bahasa Indonesia pasca COVID-9 terancam untuk didestruksi sedemikian rupa sehingga kemudian tidak bisa di ekspresikan dengan leluasa.
Sedangkan problem bahasa paling utama menurutnya adalah apakah bahasa menjelaskan kenyataan, merusak (mendestruksi) kenyataan, atau membangun kenyataan baru. Selain itu menurutnya isu selanjutnya yang mutakhir adalah karya-karya sastra kita kalah dengan narasi-narasi yang dianggap viral yang bertebaran di dunia maya, padahal secara kualitas lebih berkualitas karya-karya sastra yang telah disusun dengan mencurahkan pikiran namun tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat, masyarakat lebih tertarik pada isu-isu atau berita viral yang kurang bermutu dari artis-artis, disinilah tantangan kita agar karya sastra tidak hanya menarik perhatian penikmat karya sastra seperti mahasiswa atau dosen tetapi mampu menarik minat masyarakat luas.
Mutu karya sastra
Pemateri keenam, Alek Subairi menyampaikan tanggapannya sebagai penerbit mengenai perkembangan sastra saat ini dan dari segi mutu karya sastra yang dihasilkan, menurutnya dalam perkembangan sekarang ini lebih banyak serkulasi buku, hal ini dikarenakan sekarang ini jarang ditemui koran atau majalah yang menerbitkan karya sastra sehingga para penulis lebih berminat untuk langsung menerbitkan karyanya tanpa melalui dimuat koran atau majalah terlebih dahulu.
Sekarang ini, lanjutnya, terdapat penulis senior, penulis baru, dan penulis terbaru yang tentunya setiap karya mereka memiliki perbedaan yang menarik, seperti pada penulis senior lebih banyak membukukan karya yang sudah pernah dimuat dalam koran atau majalah, tetapi penulis baru dan terbaru membuat buku tanpa harus memuatnya terlebih dahulu dimajalah, mereka lebih cenderung menyeleksi karyanya sendiri atau menunjuk orang untuk menyeleksi karyanya untuk kemudian dibukukan.
Selain itu ia juga memaparkan mengenai isu yang terjadi di jawa timur yang terdapat fenomena baru yakni terbentuknya komunitas cerpen 3 paragraf (pentigraf) yang tentunya menarik untuk dikaji. Acara selanjutnya kemudian dilanjutkan dengan pembacaan pemenang Festifal Bahasa Indonesia (FBI) yang sebelumnya sudah di umumkan melalui platform instagram FBI dan dilanjutkan dengan penampilan dari perwakilan pemenang FBI, diawali dengan pembacaan Puisi oleh Deny Puji Rahmawati dari MAN 2 Gresik, kemudian dilanjutkan dengan Pembacaan Cerpen oleh Hanun Khoirun Nisak dari MAN 2 Jombang, dan penampilan terakhir adalah Presentasi Essai dari perwakilan pemenang lomba FBI kategori Essai. [Humas UNESA]
Reporter: Azhar.
Editor: @zam*
Share It On: