www.unesa.ac.id
Ibu adalah pusat rumah tangga.
Ia yang meletakkan bibit kebaikan dan keburukan dalam jiwa manusia
-Surat Kartini-
Unesa.ac.id-Surabaya, Cuplikan tulisan RA Kartini memang tak lekang oleh waktu. Tak heran, Sejumlah institusi selalu memiliki banyak cara dalam memperingati hari kelahiran RA Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April. Tak terkecuali Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang tahun ini mengadakan sebuah webinar bersama Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) untuk merefleksikan peran wanita dalam keluarga. Gembira Bersama Keluarga di Rumah dijadikan tema webinar ditengah pandemi covid-19 kali ini. Secara tersirat bisa kita simpulkan jika wanita yang dapat berperan sebagai siapa saja, kini dapat kembali mengerjakan segala sesuatu dari rumah dan menjalankan peran penting dalam keluarga sebagai pendidik yang hebat.
Webinar ini terbagi menjadi tiga sesi. Sesi pertama bersama Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd., dengan tema Ibuku Guruku, sesi kedua bersama Sekertariat Unesa Crisis Center (UCC), Dr. Diana Rahmasari M.Si., yang membahas mengenai Manajemen Stress Mendampingi Anak Belajar di Rumah, serta sesi terakhir membahas mengenai Smart Informasi di Masa Pandemi bersama dosen komunikasi Unesa, Putri Aisyiyah Rachma Dewi, S.Sos.,M.Med.Kom.
Pada sesi pertama, Luthfiyah Nurlaela menjabarkan mengenai hikmah kembalinya ibu ke rumah sebagai suatu kesempatan emas untuk berjuang memberikan pendidikan terbaik pada anaknya. Bukan main-main, hal ini dikarenakan ibu bisa memerankan siapa saja, namun perannya tak bisa digantikan oleh siapapun. “Sebaik apapun kita memilih sekolah untuk anak, peran orang tua tetap penting untuk membentuk karakter dan membangun kepribadian baik pada anak. Banyak riset juga sudah membuktikan kesuksesan anak dimulai dari harmonisnya hubungan antar keluarga dan kesuksesan setiap anggota keluarga dalam menjalankan perannya,” tegas Luthfiyah Nurlaela.
Penjelasannya mengingatkan kembali bahwa ibu bertugas sebagai pendidik, motivator, dan inspirator, terutama bagi anak-anaknya. “Salah satu tingkat keberhasilan peran ibu diukur dengan keinginan anak perempuan untuk mengikuti langkahnya, atau bagaimana anak laki-laki kelak menginginkan seorang pendamping seperti ibunya,” tambah Luthfiyah Nurlaela. Oleh karenanya, seorang wanita dalam keluarga harus dapat memberikan pendidikan yang benar, menyanyangi bukan berarti memanjakan dan disiplin bukan berarti marah. “Tegaskan mana yang baik, mana yang tidak dan terapkan peraturan secara konsisten,” pesannya. Peran ibu sebagai pendidik ini tidak dapat dibayar murah karena harga yang setimpal adalah mendapat cinta dan kasih sayang dari keluarganya.
Sementara itu, pada sesi ke dua, Diana Rahmasari lebih banyak membahas berdasarkan ilmu psikologis mengenai adanya stress terutama dalam menangani banyak tekanan di masa pandemi ini. Bukan hal yang mengherankan, karena himbauan social distancing maupun physical distancing ini membutuhkan penyesuaian terutama mengenai kebiasaan yang kini harus dilakukan dalam rumah dengan mengurangi interaksi sosial.
Ia menjelaskan bahwa pengelolaan stress ini membutuhkan pemecahan masalah yang terencana. “Dalam psikologi, ini dinamakan sebagai challenge bagi diri sendiri. Challenge ini penting sebagai sarana untuk meningkatkan personal growth,” ujarnya. Dalam menangani stress, Diana berpesan bahwa penting untuk tetap memiliki sebuah me-time, menjalankan hobi, olahraga teratur, dan menjaga emosi positif.
Sebagian besar stress di tengah pandemi ini dihadapi oleh orang yang cenderung tertutup. Oleh karenanya, dalam merespons sebuah tekanan penting untuk dihadapi dengan pemikiran positif sebagai upaya kita menghargai diri sendiri.
Sesi terakhir juga tak kalah menariknya dengan kedua sesi sebelumnya. Pada sesi terakhir, Putri Aisyiyah membahas tentang derasnya terpaan arus informasi dan bagaimana wanita harus dapat bersikap smart dalam mengelola setiap informasi yang diberitakan media.
Seperti diketahui bersama, adanya pandemi covid-19 membuat pemberitaan banjir, sehingga memunculkan suatu kondisi yang dalam kaidah ilmu komunikasi disebut sebagai entropi, yakni munculnya kondisi ketidakpastian seseorang terhadap informasi dalam menghadapi suatu situasi.
Dalam menghadapi entropi di tengah pandemik ini, Putri Aisyiyah mengungkapkan pentingnya untuk mengenali kebutuhan informasi dan mencari berita berdasarkan kredibilitas. Selain itu, masyarakat juga dituntut dapat membedakan antara fakta dengan opini, membaca informasi secara lengkap dan membaca berbagai sumber berita lain untuk menguji kebenaran fakta dari suatu berita. “Pastikan juga, jangan tergoda menyimpulkan isi berita dengan judul yang click bait,” ujarnya.
Salah satu peserta, Sri Handayani, menanyakan mengenai kiat agar dapat meghadapi situasi ini dengan tenang, Putri Aisyiyah pun menyarankan pentingnya manajemen diri dalam mengelola stress, salah satunya dengan pembagian waktu dalam bekerja dan mengurus rumah tangga. Hal ini diamini juga oleh Diana Rahmasari yang berpesan agar kita memahami ambang stress yang dimiliki. “Di kondisi netral, kita akan dapat memilah informasi secara netral sehingga akan menjadikan tindakan lebih logis. Pilihannya dua, take it, tenangkan diri dulu atau leave it, jangan konsumsi berita sementara waktu hingga kondisi tubuh tenang” pungkas Putri Aisyiyah.
Sesi diskusi berjalan kondusif dengan puluhan peserta aktif dalam mendengarkan juga berdiskusi di setiap sesinya. Salah satu redaktur media, Sidiq juga mengungkapkan bahwa media juga seharusnya memberitakan mengenai berita yang memberi semangat, seperti jumlah pasien sembuh, kehidupan petugas medis yang berjuang bersama pasien melawan Covid-19, sehingga dapat menjadi harapan bagi siapa saja agar tetap bersikap dan berfikir positif dalam menghadapi pandemi ini. (git/ay)
Share It On: