www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, Surabaya-Kasus pelecahan seksual di tengah masyarakat memang kian meresahkan. Terbaru dan bikin heboh yakni dugaan pelecehan seksual oleh pemilik sekolah kepada para siswinya di salah satu lembaga pendidikan, Kota Batu, Jawa Timur. Merespons kasus tersebut, Satuan Mitigasi Crisis Center (SMCC) UNESA langsung menggelar Webinar Nasional tentang ‘Against Sexual Harassment; Tinjau Hukum, Psikologi dan Gender’ pada (03/06/2021).
Webinar Nasional ini menghadirkan deretan pemateri yang ahli di bidangnya. Ada Dr. Pudji Astuti, S.H., M.H. Ketua Lembaga Bantuan Hukum Unesa, Sjafiatul Mardliyah, S.Sos., M.A., Ketua Pusat Studi Gender dan Anak Unesa, juga hadir Kompol Yasintha Ma’u, S.H., M.Hum., Kanit IV Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim, dan Riza Wahyuni, S.Psi., M.Si. Psikolog, Ketua Asosiasi Psikolog Forensik Jawa Timur.
Rektor Unesa Prof. Dr. H. Nurhasan, M.Kes dalam sambutannya menyampaikan bahwa kekerasan seksual dapat terjadi kepada siapa saja. Ia mengatakan bahwa menurut WHO pelecehan seksual sering terjadi di sekolah, kampus, tempat kerja, dan tempa lain. “Oleh karena itu, webinar ini adalah salah satu cara Unesa melawan pelecehan seksual,” ujar pria yang disapa Cak Hasan itu.
Dr. Pudji Astuti, S.H., M.H sebagai pemateri pertama membuka materi dengan paparan penanggulangan pelecehan seksual. Ia menjelaskan bahwa pelecehan seksual merupakan bagian dari kekerasan seksual. Kekerasan seksual merupakan perilaku terhadap seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa mendapatkan persetujuan dan memiliki unsur paksaan atau ancaman.
Ia menambahkan bahwa terdapat beberapa cara untuk mengatasi kekerasan seksual di antaranya menjaga penampilan, jangan percaya sepenuhnya terhadap siapapun, hindari obrolan berbau porno, kontrol diri, tidak menonton hal-hal yang meningkatkan nafsu, serta mempertebal iman.
Dalam kesempatan itu juga, Kompol Yasintha Ma’u, S.H., M.Hum turut menyampaikan materi mengenai kekerasan seksual dalam tinjauan hukum. Ia mengatakan bahwa kebanyakan pelaku-pelaku kekerasan seksual yaitu mereka yang mendapatkan perlakuan yang salah atau kekerasan seksual di masa kecil. Karena tidak tertangani dengan baik, mereka lantas berpotensi akan melakukannya di waktu dewasa.
“Dalam melakukan penyelidikan, tujuan penyidik tidak saja memenjarakan pelaku, tetapi juga ada upaya konseling atau pendampingan serta pemulihan terhadap korban dan itu harus selesai hingga tuntas,” ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Sjafiatul Mardliyah, S.Sos., M.A. menyampaikan materi mengenai dunia pendidikan melawan pelecehan seksual. Ia menjelaskan bahwa fakta kekerasan seksual diawali dengan munculnya pemandangan fisik yang dapat menunjang peran setiap aktor serta dapat memberikan gambaran mengenai identitas seorang aktor itu sendiri. Karena itu memang harus ada upaya antisipasi yang menyeluruh dan berkesinambungan.
Di Akhir sesi, Riza Wahyuni, S.Psi., M.Si. Psikolog, memberikan pemaparan mengenai trauma healing. Ia menjelaskan bahwa dalam kasus pelecehan sangat penting untuk menyembuhkan trauma dari pengalaman kekerasan seksual. “Korban dapat berpotensi menjadi pelaku jika ada permasalahan yang tidak terselesaikan dengan baik,” papar Riza. Ia juga memberikan beberapa tip agar dapat menyembuhkan diri dari pengalaman traumatis tersebut, bisa dengan terus bergerak atau beraktivitas, tidak mengurung diri, mengendalikan emosi atau perasaan, dan menjaga kesehatan. (Wulida)
Share It On: