Direktur Lembaga Labschool UNESA Prof. Dr. Sujarwanto, M.Pd., memberikan penguatan pentingnya Inhouse Training di hadapan para guru dan pimpinan selingkung Labschool UNESA.
Unesa.ac.id, SURABAYA- Guna mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual dan perundungan di lingkungan Labschool UNESA, Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Negeri Surabaya (Satgas PPKS UNESA) menggelar inhouse training pada Rabu, 26 Juni 2024 di Aula SD Labschool UNESA 1.
Ketua Satgas PPKS UNESA, Prof. Mutimmatul Faidah, M.Ag mengatakan bahwa satgas PPKS dan tim satgas PPKS setiap sekolah berperan penting terhadap pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual dan perundungan yang terjadi di sekolah. “Upaya tersebut sebagai bentuk kepedulian kampus di lingkungan sekitar sekolah maupun Masyarakat,” ujarnya.
Sejak tahun 2023, terang Prof Mutimmatul Faidah, pemerintah melalui Permendikbud nomor 46 telah menetapkan bagi seluruh sekolah, khususnya tingkat satuan pendidikan mulai dari jenjang Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat wajib memiliki tim pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak di bawah umur.
Direktur PPIS UNESA, Prof. Mutimmatul Faidah, M.Ag., menyampaikan materi dalam Inhouse Training yang dihadiri pimpinan dan guru selingkung lembaga Labschool UNESA.
“Namun, dalam pelaksanaannya, masih banyak ditemukan tim PPK yang belum mengetahui dan memahami peran mereka dalam proses pencegahan dan penanganan kekerasan tersebut,” bebernya.
Untuk mengatasi problematika itu, tim satgas PPKS UNESA bekerja sama dengan Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Strategis memberikan pendampingan kepada tim PPK di sekolah Labschool UNESA secara keseluruhan.
“Ini agenda pertama kami memberikan pemahaman utuh terkait proses pencegahan, penanganan kekerasan, dan memberikan contoh-contoh kekerasan yang sering terjadi sekolah-sekolah,” ujarnya.
Sesi materi bersama Kasubdit Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, Iman Pasu Marganda Hadiarto Purba, S.H., M.H.
Dia menambahkan, untuk tindak lanjut berikutnya, tim PPKS UNESA akan mengadakan kerja sama dengan pihak sekolah yang bertujuan memberikan edukasi secara masif melalui program-program tertentu. Di antaranya, pencegahan kekerasan seksual dan perundungan melalui kegiatan literasi, antikekerasan, dan peningkatan kapasitas satgas PPK baik dari sisi penanganan kasus dan pendampingan korban.
“Tentunya dari kegiatan ini diharapkan satuan pendidikan tingkat sekolah maupun perguruan tinggi memiliki komitmen mencegah dan menolak semua kekerasan, sehingga terwujud lingkungan pendidikan yang sehat, aman, dan nyaman,” tambahnya.
Jajaran pemateri dan peserta Inhouse Training di Labschool UNESA
Sementara itu, ketika dihadapkan pada kasus kekerasan, guru yang tergabung dalam tim PPK memiliki peran yang sangat penting. Sekolah tentu berupaya menghadirkan layanan pendidikan yang ramah anak dan tidak abai akan kondisi mental maupun psikisnya. @fiona
Kepala Seksi Advokasi dan Hukum Kasubdit PPKS, Iman Pasu Marganda Hadiarto Purba, S.H., M.H menambahkan, di lapangan banyak ditemukan tim PPK masih sulit menyelidiki dan mengategorikan kasus yang ada di sekolah itu sebagai kasus kekerasan atau tidak. “Mereka belum mampu mengkualifikasikan kasus itu tergolong kekerasan yang seperti apa, misalnya kategori ringan, sedang, atau berat,” terangnya.
Selain itu, tantangan lainnya adalah bagaimana kasus kekerasan itu bisa ditangani dengan baik, namun tetap pro-korban dan tetap memperhatikan hak-hak anak sebagai pelaku. Menurut Iman, meskipun tindakan pelaku itu salah, namun dia tetaplah seorang anak, yang cara pendekatan terhadap penanganan kasusnya berbeda dengan orang dewasa.
Lebih lanjut Iman menambahkan, peran tim PPK sangat penting sejak menerima laporan kasus kekerasan, merekomendasikan sanksi, dan penerbitan Surat Keterangan (SK) tidak boleh cacat administrasi. “Alurnya mulai dari pemanggilan, berita acara, rekomenasi sanksi, sampai SK penerbitan itu semua harus ada kejelasan secara administratif,” imbuhnya.
Nanda Audia Vrisaba, M.Psi, seorang psikolog dan dosen psikologi FIP UNESA mengatakan, perlu adanya keterlibatan langsung antara guru, tim PPK, dan orangtua. Tim PPK, tambahnya, dituntut dapat memahami prinsip dalam proses pendampingan yang meliputi keselamatan korban dari segi fisik dan psikis, persetujuan korban didampingi, pemberian pelayanan bagi semua korban, menjamin kerahasiaan laporan dan mengetahui batasan diri ketika melakukan pendampingan.
“Pendampingan yang didapatkan berupa layanan kesehatan, konseling, bantuan hukum, advokasi, bimbingan sosial dan Rohani,” tandasnya.
Reporter: Fionna Ayu Shabrina (FMIPA)
Editor: Basyir Aidi
Share It On: