www.unesa.ac.id
Wayang (lakon) yang digunakan dalam pertunjukkan pun terbilang sangat sederhana. Berbahan dasar duplek tipis, sedotan sebagai gagang, serta cat warna-warni untuk finishing, anak KKN 139 bersama anak Dusun Wonosalam membuat wayang dengan karakter kancil, singa, ular, petani, raja, ratu, dan masih banyak lagi.
Mengangkat cerita si Kancil dengan durasi 1 jam, Andri yang lebih akrab dipanggil “Mbah” seolah sudah piawai dalam memainkan perannya sebagai dalang. Saat diwawancarai, Andri mengaku sudah menyukai wayang sejak kecil, bahkan mainan wayang sudah menjadi kesehariannya. Menurutnya, wayang itu memiliki keunikan. Selain itu, cerita dan tokohnya juga menginspirasi, seperti Ramayana, Mahabarata, dan masih banyak lagi.
Andri mempelajari wayang secara otodidak, dari melihat VCD, menonton secara langsung, hingga mencoba belajar pada tokoh yang mumpuni, baik dari segi cerita maupun iringannya. Namun, Andri juga menyadari kalau semua itu belum maksimal, karena dia masih belum fokus mempelajari itu semua.
“Untuk menekuni sebatas mengetahui mungkin iya, tetapi untuk memperdalam mungkin tidak, karena saya memilih untuk menekuni dunia sastra Jawa. Jadi, wayang ini hanya saya buat selingan saja,” paparnya.
Namun, Andri masih punya keinginan kuat untuk membuat sebuah cengkok atau gaya wayang lain, yakni ingin mengembangkan kembali wayang Kancil. Menurutnya, wayang kancil tidak berkembang luas, bahkan yang lebih memprihatinkan, yang mengembangkan wayang tersebut adalah dalang perempuan dari luar negeri (dilansir dari youtube). Dia berharap, keinginannya bisa terealisasi demi terjaganya kebudayaan lokal nusantara, khususnya budaya Jawa. (emir/ay)
Share It On: