Pengamat politik, Adi Prayitno (tengah-berdiri); dan Didik Prasetiyono Dirut PT SIER (kiri); bersama moderator Silkania Swarizona, dosen Fisipol Unesa (kanan) dalam sesi Talkshow The Next Indonesia pada Pelantikan Pengurus Pusat IKA Unesa Periode 2025-2030.
Unesa.ac.id. SURABAYA—Masa depan Indonesia yang tergambar dalam visi Indonesia Emas 2045 sangat ditentukan kualitas manusianya. Kualitas manusia ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Karena itu, akses dan kualitas pendidikan harus benar-benar diperhatikan.
Setelah anak-anak bangsa berproses melalui pendidikan, maka selanjutnya adalah perlu industrialisasi untuk menyerap sumber daya dan kompetensi yang dihasilkan. Di tangan generasi muda yang menguasai industri dan sektor strategis-lah, masa depan negara ini dilanjutkan.
Berbagai hal itulah yang dibahas dan didiskusikan dalam Talkshow: The Next Indonesia, Pelantikan Pengurus Pusat IKA Unesa di Ballroom, Hotel Shangri-La Surabaya pada Sabtu, 25 Januari 2025 lalu.
Hadir sebagai pembicara yaitu, Didik Prasetiyono selaku Direktur Utama PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER); dan Adi Prayitno, akademisi dan pengamat dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam materinya berjudul ’Infrastruktur Berkelanjutan sebagai Penggerak Pertumbuhan Ekonomi,’ Didik Prasetiyono memaparkan jumlah industri di Jawa Timur yang mencapai 833.726 bisnis unit yang terdiri dari industri kecil, menengan dan besar.
Kaitannya dengan tenaga kerja, industri menengah dan skala besar banyak menyerap tenaga kerja. Sementara industri kecil seperti UMKM, meskipun jumlahnya banyak, tetapi serapan tenaga kerjanya rendah.
”Selama ini kita bicara bonus demografi, tetapi kita tidak banyak membicarakan bagaimana mereka ini diserap di industri. Bonus demografi harus dijawab dengan penyediaan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi yang bagus,” tandasnya.
Serapan tenaga kerja tidak dipisahkan dari industrialisasi. Jika pemerintah ingin mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, menurutnya harus ada jalan pintasnya atau cross-cutting-tec yaitu penguatan digitalisasi, bio-energi, carbon capture, energy efficiency, hingga green ammonia.
Dengan begitu, Indonesia bisa mencapai industri hijau, PDB per kapita delapan ribu sampai sepuluh ribu pada 2030. Jika yang dilakukan biasa-biasa saja, tidak ada jalan pintasnya, maka yang ada bukan generasi emas, tetapi generasi cemas.
”Ledakan potensi tenaga kerja ini kalau tidak diserap dengan baik, maka kita bisa jadi negara dengan middle-income trap atau negara dengan jebakan pendapatan mendang mending,” ucapnya.
Pada sesi kedua, pengamat politik Adi Prayitno menyoroti fenomena berkurangnya keinginan orang untuk berkelompok yang berbahaya bagi alam demokrasi. Ada dua kunci dari modal sosial yang penting diperhatikan yaitu interpersonal trust dan civic engagement.
“Komunitas sosial menjadi penting sebagai bagian dari tindakan kolektif, dan ini berkaitan dengan IKA Unesa,” ucapnya.
Dia menekankan bahwa persoalan kemiskinan selama ini berkaitan dengan ‘tradisi’ korupsi yang sangat tinggi. Jika korupsi bisa dihilangkan atau paling tidak dikurangi, itu sudah bisa menjadi solusi berbagai permasalahan yang terjadi di bangsa ini.
Pengamat politik itu mengutip data kebocoran APBN Indonesia yang mencapai 30 persen setiap tahunnya. Jika dana yang dikorupsi itu digunakan untuk dunia pendidikan, maka tidak ada lagi siswa yang menunggak SPP, anak tidak sekolah karena masalah biaya, dan lain sebagainya.
Terkait The Next Indonesia, tentu poinnya adalah persoalan korupsi dan kualitas SDM. Terkait poin kedua, kondisinya sekarang mengkhawatirkan, hanya 10 persen masyarakat Indonesia yang lulus perguruan tinggi. “Kesempatan mendapatkan akses pendidikan menjadi kunci untuk menyelesaikan permasalahan yang mengakar di bangsa ini,” tandasnya.[*]
***
Reporter: Septiarafi Gusti Putra (FBS), dan Mochammad Ja'far Sodiq (FIP)
Editor: @zam*
Foto: Tim Humas Unesa
Share It On: