www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA–Subdirektorat Mitigasi Crisis Center (SMCC), Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis Kampus UNESA kembali mengadakan Pojok Konseling dan Self Healing bagi civitas akademika pada Rabu, 1 November 2023. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini mereka menyasar para tendik dan pegawai selingkung rektorat.
Dalam sambutannya, Prof. Dr. Mutimmatul Faidah, S.Ag., M.Ag., Direktur Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis Kampus mengungkapkan, kegiatan ini untuk memberi pemahaman sekaligus penguatan kesehatan mental. Itu penting dilakukan di tengah padatnya pekerjaan, sehingga tidak terlalu berdampak pada kesehatan mental.
Sementara itu, Dr. Diana Rahmasari, S.Psi., M.Si., Psikolog, Kasubdit Mitigasi Crisis Center menjabarkan, seputar manajemen stress dan burnout di tempat kerja. Pada tahun 2023, ditemukan sekitar 9.162.886 kasus depresi di Indonesia dengan prevalensi 3.7 persen.
Sedangkan dalam lingkungan kerja sendiri, sekitar 85% mengalami permasalah kesehatan mental dengan range usia mulai dari 25-35 tahun. “Lalu bagaimana kita mengatasinya? Kenali dan pahami stressor-nya,” tukasnya.
www.unesa.ac.id
Ada berbagai faktor penyebab stres, di antaranya lingkungan, kimiawi, emosional, jasmani dan tingkah laku. Dari faktor tersebut, ada tanda-tanda bahwa seseorang telah terkena stres yang diperlihatkan dalam segi jasmani seperti terkena penyakit tekanan darah tinggi, arteriosclerosis, infeksi dan penyakit tertentu, diabetes, sakit kepala, alergi dan infeksi kulit, capek dan lelah, mual, turun atau naik BB, serta sembelit.
Tanda-tanda stres lainnya juga dapat muncul dari segi perilaku seperti, sering terlambat atau tidak masuk kerja, kurang produktif, cenderung celaka, kerja berlebihan, menarik diri, perubahan kebiasaan makan, minum alkohol, merokok, perubahan pola kebiasaan tidur, dan minum obat penenang.
"Dari segi emosional, tanda -tanda itu muncul seperti depresi, apatis, kelelahan mental berpikir, harga diri rendah, ketakutan atau gelisah, mudah marah, tidak mengakui masalah, dan tidak mampu mengendalikan diri," paparnya.
Stress dan burnout berbeda. Stress lebih cenderung memiliki emosi sangat reaktif, sedangkan burnout memiliki emosi tumpul. Seseorang yang stress acapkali mengakibatkan kegentingan yang sangat aktif. Sementara burnout lebih mengarah ke putus asa dan rasa tak tertolong.
"Jika seseorang yang mengalami stress lebih mengarah pada kecemasan, sedangkan burnout lebih mengarah ke depresi," bebernya.
Stress dapat mengakibatkan kerusakan awal fisik hingga membuat seseorang dapat mati muda. Sedangkan burnout, dapat mengakibatkan seseorang mengalami kerusakan awal emosi dan merasa hidup tak bermakna.
Penyebab burnout terbagi atas tiga hal di antaranya. Pertama: kerja seperti tidak punya kendali, kurang penghormatan, tuntutan tugas berlebihan, kerja monoton tanpa tantangan, lingkungan kerja tak teratur.
Kedua, gaya hidup seperti kurang tidur, pola makan dan sebagainya. Ketiga, kepribadian seperti perfeksionis, pesimis terhadap dunia dan diri sendiri, ingin semua dalam kendali, dan masih banyak lagi.
Menurutnya, setiap orang memiliki resiko untuk terkena gangguan kesehatan mental, tidak peduli berapapun usia, jenis kelamin, pendapatan maupun etnis mereka. Diperlukan adanya work life balance untuk menjaga keseimbangan antara personal life dan kehidupan pekerjaan.
Ketika tekanan dan stres melanda, Diana menyarankan untuk memberi afeksi positif ke diri sendiri dan melakukan butterfly hug. Selain itu, bisa juga dengan melakukan terapi air atau teknik segelas air Jose Saliva.
Teknik segelas air yaitu seseorang meminum segelas air di malam hari menjelang tidur. Lakukan afirmasi keinginan di hadapan segelas air tersebut, kemudian tambahkan kata-kata seperti ‘saya akan mengetahui jalan menuju tujuan tersebut atau jalan menuju ke tujuan tersebut terbuka untukku'. []
Share It On: