www.unesa.ac.id
Unesa.ac.id, SURABAYA-UPT HUMAS Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menyelenggarakan Webinar Seri Belajar Branding Volume 2 pada Minggu (17/10/2021). Kegiatan tersebut mengusung tema “Waktunya Meningkatkan Kualitas Publikasi Kegiatan dan Karya Mahasiswa; Saatnya Mengenalkan UNESA ke Dunia” dan menyasar organisasi mahasiswa (Ormawa) selingkung UNESA, seperti BEM, HMJ, UKM, Ormada, LSO, dan yang lainnya.
Acara yang diselenggarakan secara daring itu menghadirkan narasumber muda seperti Tya Ezar yang merupakan Announcer & Profesional Master of Ceremony dan Farah Manhillah sebagai Penyiar JJ FM sekaligus Host Podcast Official UNESA. Kegiatan mula-mula dibuka oleh Kepala UPT Humas UNESA Vinda Maya Setianingrum, S.Sos., M.A., Ia menyatakan bahwa belajar tentang MC, kepenyiaran dan reporter tidak bisa hanya dengan membaca atau melihat orang lain, tetapi juga harus dipraktekkan secara nyata.
Keterampilan bidang tersebut sangat ditentukan jam terbang atau pengalaman. Keberanian, keinginan belajar dan terus mencoba adalah modal penting bagi mahasiswa dalam meningkatkan kemampuannya di dunia MC, penyiar dan reporter. Itu semua bisa dimulai dari hal dan kesempatan kecil seperti di organisasi misalnya. Organisasi mahasiswa adalah wadah kegiatan mahasiswa, maka harus dimaksimalkan sebagai tempat belajar dan mengembangkan diri. “Belajarlah jadi moderator, pembuka acara, atau mc di acara-acara organisasi,” pesannya.
Menurutnya, itu penting dilakukan. Belajar dan membiasakan diri memang harus dari hal-hal yang terkecil hingga terbiasa dan mampu mengisi kegiatan-kegiatan skala besar. Ia menegaskan bahwa, mewujudkan cita-cita tidak bisa hanya sekadar angan-angan. Namun, harus diwujudkan dan direalisasikan dari hal-hal kecil dan sederhana.
Masih tidak percaya diri dan takut salah? “Lebih baik mencoba lalu salah, daripada tidak mencoba sama sekali. Salah, keliru dan gugup itu wajar di awal-awal. Dengan mencoba itulah, kita tahu di mana kesalahan, mana kekurangan yang perlu diperbaiki ke depannya,” terangnya. Ia menegaskan bahwa berani memulai dan mencoba kemudian mengevaluasi dan meningkatkan kemampuan adalah bekal utama untuk menjadi seorang MC atau Penyiar yang profesional.
Dikatakan dosen Ilmu Komunikasi itu, bahwa belajar branding juga penting. Branding adalah upaya membangun citra pribadi di mata orang lain. Citra yang dimaksud meliputi karakter, kompetensi dan profesionalitas dalam bidang yang ditekuni sehingga menjadi penanda khusus bagi orang lain. Medsos bisa menjadi sarana branding diri. Mahasiswa harus mengisi konten media sosial berbasis karya. Dengan itu orang bisa mengenal dan mengetahui kemampuan dan skill yang dimilikinya.
Tya Ezar yang menyampaikan materi mengenai “How To Be A Good MC”. Menurutnya menjadi seorang MC tidak hanya membuka dan menutup kegiatan, tetapi juga harus bisa menghadirkan suasana yang berkesan bagi audiens. Karena itu, MC harus punya strategi agar audiens tertarik, tetap fokus dan mengikuti acara sampai akhir.
Ada beberapa tip yang perlu diperhatikan untuk menjadi seorang MC, yaitu, 1) belajar improvisasi, 2) fleksibel dan tidak kaku, 3) humble, 4) ekspresif, 5) kreatif, 6) imajinatif, 7) komunikatif, 8) kooperatif, 9) cerdas; mampu membaca dan memahami situasi, 10) memiliki sense of humor, 11) ice breaker, 12) memiliki wawasan luas dan berkomentar cerdas, serta 13) good attitude atau sopan santun.
Menjadi MC dan public speaking harus dinamis pun bisa menempatkan diri, tidak terlalu kaku atau terlalu hanyut. Selain itu, MC tidak sekadar membawa acara, tetapi juga membawa amanah dan mewakili penyelenggara acara. “Seorang MC harus percaya diri dan membuka diri,” pesannya.
Sementara itu, Farah Manhillah menyatakan, podcast berkonsentrasi pada suara meskipun sekarang ini juga berkembang podcast berupa video. Menurutnya podcast sendiri dapat dibagi berdasar beberapa hal, seperti berdasarkan jumlah podcaster, topik podcast ataupun format bentuk podcast seperti suara (mp3) atau vidio (mp4).
Penyiar JJ FM ini juga menjelaskan bahwa sebagai seorang podcaster, pendengan harus dibuat nyaman dan tidak merasa bosan. Salah satu triknya adalah pandai mengatur intonasi dan gaya bahasa seperti sedang berbicara langsung pada pendengar. Contoh, lebih menggunakan kata “kamu” dari pada kata “kalian”, agar pendengar merasa seperti diajak berkomunikasi.
Selain itu ia juga menambahkan bahwa podcaster harus bisa menyesuaikan diri. Ia menjelaskan, antara penyiar dan podcaster memiliki perbedaan, seperti jika penyiar dapat ditunjuk perannya atau sudah di sediakan rancangan apa yang harus dibawakan dalam siarannya oleh perusahaan, sedangkan podcaster lebih bebas ingin menampilkan topik sesuai yang diinginkan. (Adi/zam).
Share It On: